“Mengapa tubuh perempuan selalu diadili saat tumbuh dewasa?” Pertanyaan ini terlintas di benak saya ketika melihat video pernyataan Millie Bobby Brown di X. Mungkin sebagian besar orang—termasuk saya—mengenal Millie lewat perannya sebagai Eleven dalam serial Netflix berjudul Stranger Things.
Sebagai gadis kecil botak dengan kemampuan telekinetik, karakter Eleven begitu memorable. Mungkin karena itu pula, di Stranger Things musim keempat, Eleven yang telah beranjak remaja dan memiliki rambut panjang dibuat botak kembali.
Dalam serialnya, Millie sebagai Eleven bertarung melawan para monster dari Upside Down. Namun, teror dari Stranger Things tidak hanya dialami Eleven sebagai tokoh fiksi, tetapi juga oleh Millie Bobby Brown di dunia nyata.
Jika di layar kaca teror hadir dalam bentuk monsters seperti Demogorgon, Mind Flayer, dan Vecna, di dunia nyata “monster” itu berupa kritik terhadap perubahan tubuh Millie yang dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi publik.
Sejak usia 10 tahun, Millie tumbuh di hadapan lensa kamera, membuat tubuhnya menjadi konsumsi publik. Ia sering mendapat tekanan untuk mempertahankan penampilannya agar tetap terlihat menyenangkan di mata orang lain. Aktris cilik kerap kali mendapat komentar negatif akibat perubahan fisiknya ketika beranjak dewasa.
Dalam kasus Millie, orang-orang mengharapkan dirinya tetap “imut” seperti saat pertama kali muncul di Stranger Things. Pandangan infantilisasi semacam ini menolak mentoleransi perubahan fisik alami yang terjadi seiring pertumbuhan. Tubuh Millie yang kini dewasa seolah dipaksa untuk terus berada dalam sosok Eleven yang menggemaskan. Tentu saja, hal tersebut tidak realistis.
Namun, masalah ini tidak hanya terjadi pada Millie atau aktris cilik lainnya, melainkan bisa dialami siapa saja. Perempuan sering kali dipandang lebih menarik jika mempertahankan sifat kekanak-kanakannya karena dianggap lebih girly. Tidak jarang, demi memenuhi standar ini, perempuan merasa perlu menekan kedewasaannya.
Seperti yang dikatakan Millie, hal ini bukanlah masalah personal. Lebih besar dari itu, ini adalah persoalan yang juga dihadapi banyak perempuan lainnya. Bukan hanya tubuh Millie yang menjadi sasaran pengawasan publik, tetapi juga tubuh perempuan lain yang kerap menerima kritik atau komentar merendahkan.
Dalam kasus ini, perubahan fisik perempuan tidak dinilai dari perspektif mereka sendiri, melainkan melalui ekspektasi eksternal. Bahkan ketika perubahan tersebut terjadi secara alami, seperti tumbuhnya payudara atau bertambahnya usia, publik tetap merasa berhak mengomentari.
Tubuh perempuan sering kali dipaksa masuk ke dalam kerangka male gaze yang kompleks. Seolah-olah seperti dalam sebuah film, tubuh perempuan dituntut untuk memenuhi ekspektasi “sutradara” misoginis yang merasa berhak menentukan alur cerita. Ketika tubuh dewasa Millie tidak sesuai dengan “naskah” yang diharapkan publik, ia menjadi sasaran kritik, seakan-akan tubuhnya adalah sesuatu yang boleh dikomentari sesuka hati.
Padahal, kita tahu bahwa tidak seorang pun berhak menentukan bentuk fisik orang lain. Dalam hidup, setiap individu memiliki hak untuk mengambil keputusan atas dirinya sendiri, terutama dalam ranah pribadi.
Perlawanan Millie adalah dengan menolak meminta maaf atas fakta bahwa ia telah tumbuh dewasa. Baginya, tumbuh dewasa bukanlah sebuah kesalahan yang harus disesali atau membutuhkan permintaan maaf kepada siapa pun. Ia menolak terperangkap dalam male gaze serta pengawasan berlebihan terhadap tubuhnya. Millie tidak membiarkan ekspektasi publik membatasi dirinya.
Apa yang dihadapi Millie adalah bukti bahwa teror terhadap tubuh perempuan masih ada hingga saat ini. Teror Stranger Things ini hadir dalam bentuk male gaze, infantilisasi, body policing, dan berbagai standar tidak masuk akal lainnya yang membatasi perempuan.
Hal ini menunjukkan bahwa tubuh perempuan masih menjadi sasaran penilaian yang semena-mena. Namun, melalui perlawanannya, Millie membuktikan bahwa perempuan berhak mendefinisikan citra tubuhnya sendiri.
Tumbuh dewasa adalah sesuatu yang alami. Perubahan fisik yang terjadi akibat proses pendewasaan bukanlah kesalahan. Sudah seharusnya kita terbebas dari ekspektasi yang tidak realistis serta komentar-komentar merendahkan yang tidak perlu.