Ruly kecil Riky kecil
Lika-liku jebolkan gawang
Tiang gawang puing-puing
Sisa bangunan yang tergusur
Tanah lapang hanya tinggal cerita
Yang nampak mata hanya para pembual saja
Anak kota tak mampu beli sepatu
Anak kota tak punya tanah lapang
Sepak bola menjadi barang yang mahal
Mereka Ada di Jalan, sama seperti lagunya Bang Iwan Fals. Saya rasa mereka yang ada di jalan masih ada dan relate kok dengan kondisi sekarang. Apalagi di daerah kelahiran saya, Karawang. Dulunya sih ya dulunya, Karawang itu dikenal sebagai lumbung padi. Tapi Karawang sekarang udah jadi lumbung beton, menduduki posisi kedua kota dengan UMR tertinggi.
Di perjalanan menuju rumah, saya terhenti seketika melihat anak-anak kecil bertelanjang dada dan kaki. Asyik mengejar si kulit bundar. Saya singgahi mereka, mendekat pekat di tempat mevvah alias mepet sawah. Tujuannya agar lebih jelas dan merasakan semangat mereka menuju impian memasukan bola ke gawang.
Pemandangan yang kontradiktif dengan pusat kota yang saya lewati bangunan menjulang tinggi menuju angkasa, pedagang kecil tergusur. Tanah yang lapang, sawah yang luang nantinya tinggal cerita.
Kesenangan bermain sepakbola hanya milik mereka yang punya uang saja. Bermain layang-layang berubah menjadi bayang-bayang dunia maya.
Sepertinya pemerintah dunia, sengaja mendesain supaya seorang anak bisa bermain tanpa berinteraksi dengan teman-teman tatap muka secara langsung. Mereka bisa bahagia bermodal gawai dan aplikasi. Mungkin secangkir kopi yang membunuh seribu aplikasi akan menjadi barang mahal nantinya. Eh tapi gak boleh suudzon tau, dosa!
Intinya, kemerdekaan yang dulu didengungkan para pendahulu kita sepertinya memang harus digaungkan lagi. Sebab merdeka bukan hanya terbebas dari penjajah tapi merdeka dari bangsa sendiri yang menjajah kebebasan berekspresi.