Profil Singkat
Anggar Guntara, lebih dikenal sebagai Kang Menyan, adalah vokalis band punk Kawanan asal Purwakarta. Nama “Menyan” yang ia pakai sejak kecil membawa filosofi hidupnya—seperti menyan (kemenyan) yang harum, ia berharap namanya dapat memberikan pengaruh positif.
Kang Menyan memulai karier bermusiknya sejak 2009 dengan band Discriminator dan berlanjut di band grindcore Bangsat-Bangsat hingga akhirnya pada 2021 ia mendirikan Kawanan bersama Eja (gitaris) dan Rizky (drummer). Band ini membawa genre punk 80s dan hardcore punk, mengambil inspirasi dari Minor Threat, Black Flag, dan Bad Brains. Bagi Kang Menyan, musik mereka tidak hanya untuk hiburan, tetapi juga sebagai medium untuk menyuarakan isu sosial, seperti kehidupan pekerja yang tertuang dalam lagu “Stress.”
Meskipun terkendala waktu karena pekerjaan, Kang Menyan tetap semangat bermusik dan berkeinginan menggarap album baru. Melalui musik Kawanan, ia ingin anak muda lebih peduli terhadap isu lingkungan sekitar dan tidak bersikap apatis. Mari simak wawancara Nyimpang dengan Kang Menyan di bawah ini.
Kang, boleh cerita dulu nggak tentang nama aslinya siapa dan asalnya dari mana?
Halo, nama asli saya sendiri adalah Anggar Guntara punya panggilan Menyan. Saya udah punya nama panggilan itu dari kecil sih, nggak tau awal mulanya gimana. Cuman dari nama Menyan itu saya pakai sebagai filosofi hidup gtu: bahwa seperti Menyan, nama saya mesti bisa harum. Saya sendiri asalnya dari Purwakarta.
Kang Menyan di band ini perannya sebagai apa nih?
Saya perannya sebagai vokalis sih di band Kawanan, tapi dulunya sempet sambil ngebass juga. Cuman setelah dipikir lagi, repot juga ngebas sambil jadi vokalis, jadi fokus aja deh jadi vokalis.
Nah, Kawanan ini terbentuk sejak kapan, Kang? Ada cerita seru nggak pas awal-awal ngebentuk band?
Kawanan itu terbentuk sejak tanggal 6 November 2021. Awalnya kami adalah band opening aja gitu buat band-band lainnya. Hanya saja, kemudian kita fokus berkarya langsung nggak cuma jadi band pembuka. Pada saat itu, kami bikin gigs di Ruang Hitam dan bulan Juli 2022 Kawanan mengeluarkan album pertamanya yang berjudul “Bullshit.” Album ini sesuai namanya, berusaha menyampaikan omong kosong yang ada di masyarakat gitu kaya orang-orang yang banyak berteori tapi aksinya mah nggak ada. Selain itu, album ini juga berbicara soal represifitas aparat dan derita kaum kelas pekerja yang ada di lagu “1.3.1.2.” dan “Stress.”
Personil band kami terdiri dari saya Menyan sebagai vokalis, Eja sebagai gitaris, dan Rizky sebagai drummer. Kalau lagi ada gigs, kami sih iya bertiga aja, tanpa adanya bassis. Tapi kalau lagi rekaman di dapur rekaman, kami pakai suara bass-nya racikan Eja.
Kami sih sedang mencari bassis juga sih buat perform. Soalnya rasa-rasanya tuh band punk 80s atau hardcore punk berasa kurang gitu kalau nggak ada bassnya pas perform.
Apa motivasi utama Akang ngebentuk band ini?
Pertama sih buat senang-senang aja iya. Saya memang punya hobi bermusik dan udah lama seneng juga lagu-lagu bergenre punk rock dan hardcore punk ala 80-an gitu udah itu bikin band sama yang sefrekuensi, Eja sama Rizky, dan terbentuklah Kawanan. Lalu kedua, motivasi saya juga untuk berusaha menyuarakan isu-isu sosial seperti yang terekspresikan dalam lagu “Stress.” Lagu ini berangkat dari pengalaman buruh yang mesti berangkat kerja pagi-pagi dengan pekerjaan yang berat tapi upah yang tidak seberapa dengan kebutuhan hidup yang makin melonjak.
Selain itu, motivasi saya untuk membentuk band ini tuh sebagai cara untuk memperluas relasi sosial. Saya jadi makin banyak kenal orang dari berbagai latar belakang pas nge-gigs di Hexa Space misalnya. Seru sih.
Genre utama yang diusung Kawanan itu apa ya, Kang? Ada alasan khusus nggak kenapa milih genre itu?
Genre utama yang kami usung adalah Punk 80s/HC Punk. Alasannya adalah iya kami punya banyak referensi dari situ dari kegiatan mendengarkan lagu-lagu dari Minor Threat, Black Flag, Bad Brains, dan yang lainnya. Karena itu yang sering kami dengar, iya maka kami pilih genre tersebut. Selain itu juga lagu-lagu dari genre ini tuh liriknya sederhana tapi ngena. Harapannya orang-orang tuh bisa dengan mudah memahami lagu-lagu kami dan menikmatinya.
Kapan nih mulai muncul ketertarikan Kang Menyan buat serius di dunia musik? Ada inspirasi atau momen tertentu yang jadi titik awal?
Dari mulai tahun 2009 sudah serius dengan band saya yang bernama Discriminator. Lalu pada tahun 2015 Discriminator bubar dan saya aktif di band Bangsat-Bangsat yang bergenre grindcore. Cuma pada tahun 2021 hingga sekarang saya aktif di Kawanan sebagai vokalis.
Waktu pertama kali nge-band, pernah ngalamin momen-momen lucu atau konyol nggak, Kang? Ceritain dong!
Wah, pernah tuh! Jadi dulu tuh saya pernah diundang mahasiswa-mahasiswa Unsika dan mereka menjamu saya sama banyak makanan dan minuman. Saya minum kebanyakan dan akhirnya muntah di atas panggung. Hehehe! Terus pas masih di Discriminator, saya tuh pernah kelilit kabel sampe terjatuh, tapi tetep lanjut perform. Hal-hal seperti itu sih yang lucu buat diingat-ingat lagi gitu.
Menurut Kang Menyan, apa yang bikin Kawanan ini beda dari band-band lain di genre yang sama?
Paling iya perbedaannya mungkin dari segi vokalitas iya—kami cenderung lebih vokal dalam menyampaikan isu-isu sosial. Waktu itu kami sering turun ke jalan juga salah satunya waktu itu pas lagi May Day.
Dulu, Akang punya cita-cita buat jadi musisi atau ini semacam kebetulan yang ternyata jadi passion?
Dari dulu sih udah punya kecenderungan untuk menjadi musisi. Cuman waktu itu saya terlalu idealis —saya sampe nggak mau menghadiri acara musik kalau ada unsur korporasinya juga. Pengennya Kolektifan aja udah sesuai prinsip D.I.Y (Do It Yourself) nya subkultur punk. Tapi makin ke sini, justru tujuan utama bermusik itu iya senang-senang selain buat menyuarakan isu-isu sosial iya, dan udah nggak terlalu idealis lagi, karena saya juga dan yang lain punya pekerjaan tanpa perlu menggantungkan pemasukan dari nge-band aja. Selain itu kalau ada korporat yang mau ngundang kita, boleh aja, asalkan dengan fee yang layak.
Ada nggak sih salah satu musisi atau band yang ngebentuk selera musik Akang dan ngasih pengaruh besar ke Kawanan?
Salah satunya sih Minor Threat iya karena lagu-lagunya itu bisa menggerakkan orang-orang untuk memegang sebuah cara pandang tertentu begitu kaya pola hidup straight edge yang jauh dari narkoba, alkohol, dan lain sebagainya. Minor Threat itu berusaha berontak dari norma skena punk waktu itu yang memang banyak gaya hidup yang nggak sehatnya. Selain itu hasil aransemennya juga kenceng dan energik banget.
Biasanya inspirasi untuk lagu-lagu Kawanan datang dari mana, Kang? Pengalaman pribadi atau keadaan masyarakat?
Dari pengalaman pribadi sih tapi iya ujung-ujungnya ke masalah sosial. Contoh inspirasi dari pengalaman pribadi saya sebagai buruh serabutan yang saya tuangkan di lagu Kawanan yang berjudul “Stress.” Lagu ini menceritakan tentang kehidupan seorang buruh yang berat yang mesti bangun pagi-pagi, mengerjakan banyak hal, dan diupah rendah yang tidak seberapa dengan kebutuhan hidup yang makin melonjak.
Selama perjalanan bermusik di Kawanan, apa tantangan terbesar yang pernah dihadapi? Dan gimana caranya ngadepin?
Tantangan terbesarnya itu waktu. Sekarang, saya dan drummer Kawanan memiliki pekerjaan jadi kami nggak selalu bisa manggung atau nge-gigs. Jadi kalau ada waktu luang atau libur, baru kami nge-band.
Menurut Akang, kenapa sih anak-anak muda sekarang perlu dengerin musik cadas seperti yang dibawakan oleh Kawanan?
Perlu supaya mereka sadar dengan isu-isu yang terjadi di lingkungan kita dan supaya nggak apatis.
Ada rencana spesial nggak buat masa depan Kawanan? Mungkin album baru atau kolaborasi sama musisi lain?
Kami ada keinginan untuk garap album/single baru sih ke depannya. Iya, doakan saja semoga lancar dari segala halnya seperti budget-nya dan proses produksi kreatifnya.
Aamiin!
Pesan buat fans Kawanan, apa nih Kang?
Pesannya itu terus berkarya. Jangan apatis, dan jangan jadi pemalas.