Hari ini, kita sudah mendengar peluit ditiup Lembaga Penyelenggaaran Pemilu untuk memulai secara sah permainan rebutan kekuasaan. Agenda 5 tahunan ini kerap ditunggu-tunggu oleh sebagian orang. Dimulai dari politisi tanpa gagasan, hingga makelar dan komprador politik.
Pada setiap perhelatannya, pemilu membuat beberapa orang menaruh harapan lewat sirkulasi kuasa atau pemimpin baru yang dianggap bisa memperbaiki taraf kehidupan masyarakat. Jika kita melihat pemilu pertama 1955 didorong dengan pertarungan spirit ideologi, maka gak heran proses persaingan di pemilu itu punya aura perjuangan yang terkesan lebih hidup.
Berbeda dengan kondisi hari ini, para politisi kelihatannya gak punya gagasan yang besar, atau sekadar agenda ideologi alternatif yang ditawarkan. Mungkin, mereka hanya terlena dengan kenyamanan kursi yang empuk dan bikin ngantuk.
Tapi agaknya, sedikit terlalu jauh kalau kita menyoal pergantian kekuasaan pada skala nasional, ya. Sebab sebelum melangkah ke ‘sana’, di sekitar kita ada yang lebih genting buat dibicarakan. Juga, saya merasa sedikit lebih banyak tahunya kalau bicara soal Purwakarta daripada ‘Indonesia’.
Jadi, apa saja fenomena yang sedang berlangsung di Purwakarta? Yang hari ini ya tentu isu politik.
Di fase transisi kekuasaan lokal hari ini, mulai banyak para bakal-calon peserta terjun kongkow, safari masyarakat, pdkt, sksd tipis-tipis sekaligus cari dukungan. Baligo tersebar di ruas jalan-jalan di Purwakarta. Biasanya yang politikus sosialis-karbitan berlagak jadi merpati penebar kebaikan padahal faktanya gak banyak yang tahu.
Purwakarta, wilayah yang diapit metropolitan di ujung kanannya, dan Ibu Kota Provinsi di sebelah kirinya toh masih melahirkan isu kesenjangan dan kemiskinan. Gak tahu juga apa yang jadi faktor-faktor tersebut, tata kelola yang kurang piawai atau memang sengaja di… eh, gak boleh suudzon!
Habis gimana, ya? Mau khusnudzon tapi angka kemiskinan ada terus gak kurang-kurang gak sebanding dengan realisasi pembangunan. Bukannya, harusnya semakin banyak pembangunan di daerah tersebut semakin banyak menyerap pengangguran, ya? Sederhananya gitu, kah? Atau sebenarnya gak ada yang sesederhana itu?
Ah, banyak persoalan-persoalan di daerah yang mungkin harus diidentifikasi sebagai gejala sosial buat bahan evaluasi, dan tentu jha itu bukan tugas kontributor Nyimpang. Biarlah itu jadi jobdesc para calon peserta yang akan memeriahkan kontestasi pemilu itu biar lebih memahami keadaan daerah, ya khan. Tapi kalau butuh bantuan kira-kira daftar apa yang perlu dibenahi di Purwakarta, ya baca nyimpangdotcom aja, ya. Atau ya coba saja blusukan sendiri, sehingga wacana dibangun juga merupakan penyelesaian masalah yang real sedang terjadi.
Jika minim inovasi yang mercusuar buat dipakai cari muka, setidaknya tahu masalah yang subtantif ya, agar tata kelola sesuai dengan capaian arah.
Funfact, masyarakat tak begitu mengharapkan jargon Purwakarta Istimewa, atau keberlanjutan kepemimpinan bupati. Masyarakat butuh konkretisasi perubahan keadaan, tegak keadilan, lahir kesejahteraan. Mari kita songsong arah pembaruan membuat agenda alternatif perubahan, kita lihat dan tunggu barisan mutakhir politik lokal Purwakarta membuat perubahan!
Kita coba betulkan jalan kita bersama coba kita mencari jalan keluar,
Jangan tunggu orang lain jangan biarkan bangsa lain mencoba menekan hidup kita bikin malu saja .