Ada anggapan bahwa menulis webnovel tidaklah sesulit menulis novel cetak. Anggapan ini barangkali bertolak dari proses penyuntingan novel cetak yang sangat ketat, yang bisa menghabiskan waktu hingga berbulan-bulan. Sayangnya, meski terkesan masuk akal, anggapan ini sesungguhnya meleset. Menulis webnovel sama sulitnya dengan menulis novel cetak.
Memang, agar sebuah novel cetak bisa diterbitkan dan ditawarkan ke pembaca, ia harus melalui proses penyuntingan yang sangat panjang; sebisa mungkin editor dan penulis harus memastikan bahwa novel tersebut terbebas dari kesalahan penulisan, plot hole, logical fallacy, dan hal-hal lainnya. Sementara itu, untuk menerbitkan sebuah webnovel kebanyakan penulis hanya perlu melakukan swasunting seperlunya, di mana pada tahap ini keterlibatan editor masih terbilang minim. Maka wajar saja, apabila di sejumlah banyak webnovel yang tayang di platform digital ditemukan kesalahan-kesalahan seperti yang disebutkan tadi. Jika kita bicara soal tingkat kematangan, novel cetak memang mengungguli webnovel.
Akan tetapi, itu baru satu aspek, tentu saja masih ada aspek-aspek lain. Jika kita ingin benar-benar membandingkan webnovel dengan novel cetak, kita harus juga melihat aspek-aspek itu dan menjadikannya bahan pertimbangan.
Misalnya, soal proses yang dilalui setelah buku terbit atau tayang. Di kasus novel cetak, penulis bisa fokus pada bagaimana memperkenalkan bukunya itu kepada pembaca, mencoba menjaring sebanyak mungkin orang yang kelak mungkin terdorong untuk membaca dan membeli bukunya itu. Itu karena proses penulisan (dan penyuntingan) buku sudah selesai. Tidak begitu halnya di kasus webnovel. Bahkan setelah buku terbit atau tayang pun, si penulis masih harus menulis lanjutannya, memastikan stok bab yang dimilikinya cukup supaya pembaca bisa terus disuguhi bab-bab baru setiap harinya. Dan tentu saja, dia pun harus juga menjaring sebanyak mungkin pembaca. Dalam hal ini, tugas seorang penulis webnovel jauh lebih berat daripada tugas seorang penulis novel cetak.
Dan di sini kita juga harus bicara soal daya tahan. Seorang penulis novel cetak harus tahan menulis cerita hingga berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk bisa melihat bukunya itu terbit, sementara seorang penulis webnovel mungkin tak perlu bertahan selama itu untuk melihat bukunya terbit, tetapi setelah itu dia harus memiliki ketahanan untuk terus menulis bab demi bab, setiap harinya, demi memenuhi ekspektasi pembaca. Yang mana yang lebih membebani? Agaknya tak bisa dibandingkan. Tapi, kita sama-sama tahu, keduanya melelahkan.
Tapi bagaimana jika si penulis webnovel asal-asalan saja (dalam arti ketika menulis bab-bab baru untuk bukunya itu dia tidak benar-benar melakukan swasunting yang cukup seperti sebelum-sebelumnya?) Harus diakui, itu memang bisa membuat beban si penulis webnovel berkurang, tapi di sini dia sejatinya memikul juga beban lain, yakni bagaimana agar pembacanya tetap mengikuti cerita yang dia tawarkan di bab-bab terbarunya itu. Ini sangat penting sebab akan menentukan, secara signifikan, pendapatan yang diperoleh si penulis webnovel dari bukunya itu. Keresahan ini tidak dirasakan oleh penulis novel cetak sebab pembelian terhadap bukunya itu dilakukan secara menyeluruh, untuk satu buku utuh, di awal.
Dan jangan lupa, berbeda dengan penulis novel cetak yang biasanya menyerahkan urusan pengemasan buku (packaging) kepada pihak penerbit, penulis webnovel justru terlibat secara aktif dalam menentukannya. Sebagian penulis webnovel mendesain sendiri sampul buku mereka, dan sebab tampilan luar sebuah buku sangatlah penting untuk menarik perhatian pembaca, maka mereka harus memiliki cukup keterampilan untuk bisa mendesain sampul yang bagus, yang sesuai dengan selera pasar. Sebagian lain memilih untuk menyerahkan urusan ini kepada pihak-pihak penyedia jasa pembuatan sambul buku khusus untuk webnovel, tetapi di sini biaya ditanggung bukan oleh penerbit atau platform, melainkan oleh si penulis. Di kasus-kasus tertentu bisa saja memang platform menanggung biaya tersebut, tapi itu sangat jarang. Secara umum, dalam hal pengemasan buku, penulis webnovel menanggung beban yang tak ditanggung oleh penulis novel cetak.
Dari melihat aspek-aspek tersebut, bisa dikatakan bahwa, untuk bisa menulis sebuah webnovel dan mendapatkan keuntungan yang besar, seseorang dituntut untuk menjadi seorang multitalenta. Selain harus bisa menulis cerita, dia harus memiliki daya tahan untuk terus melanjutkan ceritanya itu hingga ratusan bahkan ribuan bab, dan dia sebisa mungkin harus juga bisa mendesain sampul untuk bukunya itu. Dan itu belum semuanya. Aspek-aspek lain yang bisa dilihat dan dijadikan bahan pertimbangan masih ada, seperti soal bagaimana melakukan optimisasi terhadap buku yang telah terbit itu. Terkait yang satu ini, tingkat kesulitannya bukan main; seorang penulis webnovel, dipandu oleh editor, melakukan perombakan terhadap bagian-bagian tertentu dari bukunya. Di tahap ini seorang penulis webnovel seolah-olah dituntut untuk memiliki kemampuan menyunting dan sensitivitas seorang editor.
Maka dari itu, anggapan yang dikemukakan di awal tulisan ini tadi jelas-jelas meleset. Menulis novel cetak tidaklah lebih sulit dari menulis webnovel; keduanya sama sulitnya, terutama ketika kita melihat proses menulis itu secara keseluruhan, mencakup apa-apa yang harus ditempuh setelah buku terbit atau tayang. Dan ada satu hal yang perlu diluruskan di sini. Meski, sebagai produk industri, sebuah webnovel ditawarkan kepada pembaca sebagai sarana hiburan, ia bisa juga mengandung hal-hal lain yang lebih substansial seperti pandangan hidup, analisis sosio-kultural, atau yang semacamnya, sehingga membaca webnovel, sampai taraf tertentu, bisa juga seperti membaca novel cetak atau karya sastra.
Tentu saja, untuk bisa mewujudkan hal tersebut, seorang penulis webnovel harus lebih dulu dibekali oleh pengetahuan dan wawasan yang cukup soal dunia novel cetak; dia harus bisa juga berpikir layaknya seorang penulis novel cetak dan pembaca novel cetak. Dan jangan salah, penulis-penulis webnovel seperti itu ada, dan beberapa di antaranya telah terbukti sukses di industri ini, dan masih terus aktif menulis sampai detik ini. Pada akhirnya, ini soal adaptasi dan kemauan untuk melakukan itu.(*)
Jakarta, 2 Juni 2023