Upaya ekspor pasir laut di masa akhir pemerintahan Joko Widodo, atau yang lebih akrab dikenal sebagai “Mulyono,” mengagetkan publik.
Ekspor pasir laut sendiri merupakan kegiatan pengiriman pasir laut dari Indonesia ke negara lain, yang diambil melalui aktivitas pengerukan.
Pasir laut biasanya dimanfaatkan untuk proyek pembangunan karena sifatnya yang jernih dan lembut, serta kaya akan silika, yang cocok untuk pembuatan beton dan produksi kaca. Jadi dalam kasus ini terdapat motif ekonomi yang kentara.
Dalam kabar yang viral ini, Jokowi menggunakan “tangan kanannya,” yakni Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, untuk menerbitkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2024.
Pasal 54A bagian a dan b dari Permendag ini mengatur penghapusan ketentuan perizinan berusaha di bidang eksportir terdaftar, penghapusan persetujuan ekspor, serta penghapusan kewajiban verifikasi atau penelusuran teknis ekspor bagi pelaku usaha di bidang komoditas pasir laut.
Sederhananya, pengusaha semakin leluasa merusak lingkungan, terutama di laut dan pantai, karena prosedur hukum yang lebih longgar. Dampak dari rusaknya ekosistem laut dan pantai sangat mengerikan.
Dampaknya terbagi dua: pertama, terhadap alam, dan kedua, terhadap masyarakat.¹
Dampak Ekspor Pasir Laut terhadap Alam
Dampak terhadap alam meliputi erosi pantai yang memperburuk gelombang pasang, pencemaran air laut, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Gelombang laut yang semakin besar dapat menghancurkan tanaman dan bebatuan di daerah pesisir, menghilangkan fungsinya.
Pencemaran air laut menyebabkan kematian dan pembusukan ikan-ikan yang bergantung pada lingkungan tersebut, yang berpotensi menyebarkan penyakit.
Hilangnya keanekaragaman hayati merusak rantai makanan; predator seperti ikan hiu yang bergantung pada ikan-ikan kecil bisa punah karena kehilangan sumber makanan.
Dampak Ekspor Pasir Laut secara Sosial
Dampak sosialnya adalah masyarakat pesisir kehilangan mata pencaharian dan kualitas hidup yang baik. Laut tak lagi ramah bagi ikan-ikan.
Banyak keluarga kehilangan akses tempat tinggal, makanan, air bersih, serta pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka. Jika tempat tinggal sehat, makanan dan minuman yang cukup gagal diperoleh, anak-anak nelayan ini terancam terkena stunting akibat kekurangan nutrisi.
Stunting ini pada gilirannya menghambat perkembangan fisik dan intelektual anak-anak. Mereka jadi lebih rentan terkena penyakit dan gagal untuk meraih setiap potensinya.
Pendidikan yang terputus juga menghambat mobilitas sosial. Salah satu cita-cita konstitusi, yakni mewujudkan kesejahteraan umum, sebagaimana termaktub dalam alinea keempat UUD 1945, berpotensi gagal tercapai.
Proyek eksploitasi pasir laut membuat nasib warga pesisir semakin terkatung-katung. Di satu sisi, mereka butuh bertahan hidup dan menyekolahkan anak-anak, tetapi negara justru menghalangi mereka melalui regulasi yang diklaim untuk kepentingan ekonomi.
Publik sadar bahwa negara sedang berkilah, karena kesejahteraan ekonomi yang diklaim justru menyengsarakan masyarakat menengah ke bawah yang hidup bergantung pada laut.
Semua ini terjadi karena negara menyepelekan lingkungan hidup dan kepentingan masyarakat. Kelestarian lingkungan dan kualitas hidup dianggap sepele, seperti setitik kelereng di lautan luas. Hal ini diduga karena unsur balas budi politik.
Balas budi politik adalah kegiatan untuk membalas jasa orang lain atau pihak lain karena yang bersangkutan telah dianggap menguntungkan satu atau beberapa pihak tertentu untuk meraih pengaruh, kekuasaan, jabatan, dan kewenangan.
Terkait balas budi politik ini, terdapat kabar bahwa PT Gajamina Sakti Nusantara, perusahaan yang dibentuk oleh Yusril Ihza Mahendra, adalah salah satu dari puluhan perusahaan yang mengajukan izin konsesi bisnis ekspor pasir laut.²
Bayangkan, masih ada puluhan perusahaan lain yang akan mengeksploitasi alam demi kepentingan kelompoknya sendiri!
Ini didasarkan pada fakta bahwa Yusril membantu pemenangan Prabowo-Gibran dan menjadi ketua tim hukum mereka dalam sengketa pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Banyak strategi yang ia beri dalam hal memberi ruang pada kampanye Prabowo-Gibran supaya mendapat pamor. Banyak kontribusi Yusril pada konteks menulis dan menyampaikan tanggapan atas gugatan pihak yang menyatakan bahwa proses pemilu berjalan secara curang.
Terbukti kerja keras Yusril membuahkan hasil: MK menolak segala gugatan dan tuntutan yang para pesaing Prabowo-Gibran bawa di sidang MK. Upaya yang dilakukan besar, maka bayarannya pun mesti besar. Begitu kira-kira pemikiran Yusril.
Redaksi yakin masih banyak orang-orang di belakang pemenangan Prabowo-Gibran yang menunggu giliran untuk mendapatkan keuntungan dari kegiatan merusak alam. Setelah semua selesai mendapatkan bagiannya, maka alam sudah hancur duluan dan malapetaka tinggal menunggu waktu.
Landasan Hukum:
Undang-Undang Dasar 1945.
Permendagri Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Permendagri Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Referensi: