“Udah lah kamu ngapain sih kerja di orang? Disuruh-suruh doang. Mending kamu usaha, deh. Aku modalin.” –Anak Pejabat, 2020
Saya balas dalam hati, “Ihh so tajir banget lo!” sebab buat saya, dimodalin sama aja dengan bentuk lain dari ‘disuruh-suruh’, tapi baiklah poinnya tentu jha bukan itu.
Awal viral kasus pengeroyokan sampai koma oleh anak petinggi pajak, saya sok-sokan bikin QnA di IG, pertanyaan semacam: Siapa yang pernah disongongin sama Anak Pejabat? Tapi saya lupa, komposisi followers saya adalah:
Dan dari jawaban semua followers saya, tidak ada yang se-circle sama anak pejabat. Setidaknya itu yang kelihatan sama saya.
Twitter mendadak heboh sama Mario Dandy, Agnes, Rubicon, Harley, dan Ditjen Pajak. Video David yang udah gak berdaya tapi masih dibogem mentah-mentah sama Mario Dandy menuai banyak julidan warganet toxic seperti Sidik tentunya.
Untuk kasus yang masih sedang dalam penyelidikan, saya turut ilfil, marah, keki, dan cukup bikin mulut saya bersungut-sungut. Saya gak bisa bayangin kalau itu adik saya, amit-amit.
Yang lucu, kenapa ya para pelaku ‘oknum’ (uuu takut ditangkap kalau gak bilang oknum) di kalangan plat merah ini kok doyan amat merasa jago dan asa aing? Saya rasa dari kasus Sambo dan banyak kasus yang menyangkut para petinggi dan pejabat negara apalagi menyangkut Mario ini, ada hal yang perlu dilakukan secara rutin setiap tahunnya, yaitu MCU tapi versi kejiwaan. Serius. Saya rasa ini perlu bahkan sampai ke keluarganya lah dicek. Eh tapi kalau misalnya malah jadi proyek baru korupsi mending gak usahlah, mending skip aja.
Selain itu, beberapa waktu lalu saya tulis esai unfaedah soal Jaga Privasi itu Sepenting Kunci Pintu kalau Mau Tidur Sebab agaknya kita –atau saya dan kebanyakan netizen, banyak berfokus pada Rubicon dan moge Dandi yang ditengarai mogok pajak. Betul, selain mengamati, netizen tentu saja menguliti habis-habisan sosok ayah dari Mario Dandi. Soal bibit-bebet-bobotnya sebagian kecil sudah jelas terkuak. Dari mana? Dari hobi flexing Mario Dandi.
So jago jumping-jumpingin moge di jalanan lowong entah di mana yang jelas bukan Purwakarta dan Karawang sebab jalannya begitu mulus. Uniknya, orang tajir melintir yang memiliki hubungan dengan saya gak segitunya. Mereka justru happy dengan akun Instagram yang isinya memperlihatkan tanaman, view, atau foto-foto yang ciamik buat mata tanpa pamer kemewahan. Diantara orang tajir itu banyaknya memang pengusaha besar, yang pejabat paling 1-2 orang.
Mereka cerita, alasan mereka gak suka upload foto harta benda dan foto keluarga itu karena;
1. Yang Pengusaha
Jaminan bisnis dan keluarga tetap aman. Semua orang tahu dunia bisnis itu persaingannya luar biasa. Kompetitor akan gencar mencari-cari titik lemah kita. Gak munafik, banyak pebisnis yang saling sikut dengan cara mencelakakan anggota keluarga dan menjatuhkan nama baik. Kadang, manusia gak bisa control apa yang ingin diperlihatkan. Daripada dikit-dikit di-screenshot, mereka memilih untuk gak memamerkan hal itu ke publik. Bahkan gak sedikit orang yang punya 2nd account yang diprivasi khusus untuk pamer momen-momen kebersamaan keluarganya dan itu pun tertutup akunnya.
Menghindari pajak. Iya, ini krusial juga. Gak dikit pengusaha juga bandel lapor barang mewah ke Dinas Pajak. Bahkan, teman pengusaha saya bilang “Urusan sama pemerintah itu urusan paling gak bener, kotor. Culas. Iya gajinya sedikit, tapi lihat aja pol**i, mereka diam di jalan juga dapet duit.” Jadi, bukan cerita aneh kalau kamu lihat pejabat negara apapun itu, tanahnya banyak banget. Apalagi mereka mah gak usah bayar pajak, lapor aja ennggak. Hehe.
2. Yang Pejabat
Jabatan tetap aman. Iya, politik itu kotor. Lebih banyak yang harus ditutupi daripada dipamerkan kalau kamu anak pejabat. Besok-besok bapakmu kesandung kasus korupsi, kamu gak mau kan tiba-tiba namamu yang kena bully?
Citra diri. Segelintir anak pejabat gak cocok berteman sama sesama anak pejabat. Ada kok beberapa orang yang malah lebih senang berteman dengan orang-orang yang sederhana miskin sepeti saya (saya miskin maksudnya, bukan saya anak pejabat). Mereka kadang lebih mikir kalau upload foto dan kelihatan sama saya dan kena julid. Padahal, saya gak ngikutin amat sepak terjang bapaknya kalau korupsi segede apa. Eh.
Atau, mereka ya ingin aja gitu upload foto sesuai hobi mereka buat personal branding juga, kan. Ya gitu, lah. Dalam hal ini anaknya Sambo saya rasa lebih baik dan lebih bijak dalam menggunakan media sosialnya. Ya minimal kalaupun dia berulah gak bikin heboh 1 negara, lah.
Kadang jadi ingin tahu gini aja saya tuh: karakter seseorang itu kan ditanamkan orang-orang terdekat, ditanamkan pergaulan, ditanamkan lingkungan (meskipun faktanya gak selalu, dan banyak yang justru karakternya berseberangan dengan lingkungannya), cuman arogansi yang ditampilkan itu sendiri kok ya serupa semua, sombong-sombongnya punya pattern yang sama. Mental kalian sehat, kah? Bebannya terlalu berat ya kerja ngelayanin rakyat?
Dipikir rakyat angel investor kali, ya. Jor-joran modalin kalian bermewah-mewahan gitu tanpa nanyain turnover. Itu yang jabat di pemerintahan/semua yang gajinya dari udunan pajak rakyat paham liabilities gak, sih?
Ada sesuatu yg sama banget sama kalian ketika sesuatu itu menganggu personal gampang banget nyebutin “Gue anaknya si ini,” “Gue PNS nih,” “Gue cucunya si ini, nih. Berani lu sama gue?” Kalian dapat kepuasan kah once kalian declare siapa bekingan kalian?
Kalau kamu circle pejabat yang masih suka ngerasa aing coba ke psikiater deh. Sekarang udah bisa pake BPJS, kok. Agak ribet sih, ngantri obatnya juga lama tapi ya gapapa, lah. Sayang udah dibayar tiap bulan kan masa gak dipake.