Belakangan trending topik di Twitter silih berganti. Bahkan pergerakannya kalau dibikin kurva mungkin hampir sepadan dengan naik turunnya jumlah orang positif Covid-19 di Indonesia.
Hush… Jangan ngomongin Covid-19 nanti malah bikin masyarakat cemas, lagipula udah mau pilkada masih bahas Covid-19 aja. Iya deh, iya. Heuheu.
Saya kurang tahu, apa yang membuat trending topik Twitter bergerak sangat cepat. Mungkin sudah dari sononya kali ya. Atau barangkali karena sedang berlangsung pertunjukan lawak virtual yang penampilnya adalah pemerintah beserta konco-konco-nya.
Siapa yang menaikan sebuah trending di Twitter? Buzzer? Tentu, tapi jangan tutup mata juga kalau sebenarnya banyak kok akun-akun yang real alias organik juga ikut-ikutan nge-tweet apa-apa yang lagi trending. Menurut saya, akun organik yang ikutan nge-tweet trending juga sama-sama kurang kerjaan.
Beberapa teman, entah itu yang pernah berjumpa via luring ataupun belum, ada yang nyaris tiap hari selalu nge-tweet dengan disisipi hastag atau kata yang lagi trending. Saya nggak mau nyebut namanya lah, takutnya dia geer lagi.
Omong-omong soal trending, saya termasuk orang yang males banget buat nge-tweet apa-apa yang sedang trending. Bahkan menyisipkan hastag yang lagi naik pun saya ogah. Nggak usah banyak tanya dulu, nih saya akan beberkan alasannya.
Pertama: Nggak Ngerti Maksud dari Trending
Kalau buka Twitter, saya nggak langsung mengecek sedang trending apa nih dunia, atau Indonesia lah. Tapi, saya scrolling saja dulu timeline sampe bosen setengah mampus, baru deh cek trending. Ealah pas dilihat, ternyata banyak banget trending yang saya nggak ngerti apa maksudnya.
Oke… Oke, mungkin tujuan diciptakannya trending topik agar orang penasaran apa yang sedang terjadi. Melalui satu-dua-tiga kata, orang akan mengklik dan akhirnya scrolling isi trending tersebut. Namun plis deh, nggak semua akun Twitter itu ngerti apa yang dimaksud trending.
Masa ada trending “ngewe”? Ini trending macam apa coba? Iya saya tahu apa itu ngewe, tapi ayolah, kok ya bisa-bisanya netizen itu bikin trending dengan kata kunci “ngewe”? Kalau yang trending adalah nama-nama tokoh yang berkecimpung di dunia politik, saya agak ngerti.
Misalnya, ada nama “Jokowi”, “Bu Mega”, ataupun “Gibran” di trending topik, barulah saya bisa menerka-nerka. Barangkali mereka-mereka sedang melakukan pertunjukan lawak. Dan setelah saya cek, benar adanya.
Namun terkadang apa yang muncul di trending nggak sesuai dengan konteks yang sedang dibahas netizen. Itu yang bikin saya lebih banyak nggak ngerti daripada mengertinya. Alhasil, karena nggak mengerti apa maksud trending yang muncul ya saya nggak ikutan nge-tweet.
Kedua: Nggak Menguasai Apa yang Sedang Ramai
Kalau muncul berderet trending topik, okelah sekali-kali saya coba untuk ngertiin. Tapi mengerti saja, bagi saya belum cukup untuk nimbrung dengan nge-tweet apa-apa yang sedang trending.
Saya butuh paham. Setidaknya menguasai apa yang sedang ramai diperbincangkan. Kalau hanya sepenggal-sepenggal saja yang saya tahu, maka saya tidak akan nge-tweet ataupun me-retweet. Kalau like bisa jadi, karena barangkali saya kebetulan nggak sengaja kepencet tombol like.
Contohnya, ketika umat Islam di seantero dunia mengutuk apa yang dilakukan Presiden Perancis, Macron yang dianggap telah menghina Nabi Muhammad Saw dan Agama Islam, saya tak ikutan nge-tweet. Paling banter saya cuma me-like tweet dari seseorang yang saya anggap mumpuni di bidang kajian agama. Tidak nge-tweet bukan berarti saya membenarkan tindakan Macron loh ya.
Semata-mata karena memang saya tidak tahu menahu. Saya hanya tahu sepenggal-sepenggal saja. Nah kalau saya menguasai dan memang pengetahuan saya beririsan dengan apa sedang dibahas pada suatu trending baru deh ikutan nge-tweet.
Ketiga: Nggak Penting
Kamu, iya kamu yang lagi baca, sadar nggak sih kalau trending-trending di Twitter itu banyak yang nggak penting? Trending “ngewe” tadi contohnya, atau “Tisu” (tipis-tipis gini pernah loh jadi trending). Ada lagi, trending “Nabi Adam”, dan “Pengumuman” yang tiba-tiba muncul.
Apa pentingnya sih trending-trending gitu? Blasss nggak penting. Lucunya, sampai menit ini kok masih banyak juga yang nge-tweet dengan nebeng trending yang nggak penting ya? Sampai puluhan ribu lagi. Hadehhh~
Mbok ya para sender, hyung, hying, dan sekaumnya itu lebih baik carilah sesuatu yang lebih penting dilakukan, daripada nge-tweet trending-trending yang nggak penting. Cari kerjaan kek, berinovasi kek, nyalon walikota kek, atau apa kek, pokoknya yang bermanfaat. Jangan mau kalah sama pemerintah yang hendak bikin wisata ala-ala Jurrasic Park.
Keempat: Males Dapat Notif Berjibun
Alasan yang terakhir ini amat tidak diplomatis. Eh, nggak ada nilai inteleksosbud juga deh. Lah gimana, saya orangnya males dapat notif Twitter yang banyak-banyak. Lagipula hape saya memang terbiasa nggak ada notif, eh.
Bukan apa-apa, saya repot bales satu-satu. Bukannya saya nggak mau berkomunikasi via kolom reply di Twitter loh, tapi ayolah kalau pengin ngobrol kan bisa lewat WhatsApp. Eaaa~
Apalagi saya agak ngeri-ngeri sedap kalau buka notifikasi Twitter. Selalu, ketika buka Twitter dan melirik notifikasi perasaan selalu berdebar-debar. Saya kerap bertanya-tanya dalam hati, “wah, tweet saya yang mana nih yang menarik perhatian netizen?” atau “wah, siapa yang follow saya nih.”
Kalau tweet sambatan keseharian sih tidak ada soal. Nah, misal jebul tweet saya yang agak sensitif bajimane? Lebih-lebih kalau saya ternyata menyusupkan trending. Cilaka dua belas.
Saya pernah nge-tweet ngikutin trending. Waktu itu CEO Ruangguru, Adamas Belva Devara mundur dari Stafsus Milenial Presiden. Saya pun mencoba ikutan nge-tweet, tapi nggak serius alias bercandaan.
Dengan memelesetkan nama “Adamas” yang saya susun menjadi semacam dialog yang nggak kelar-kelar. Itu saja sudah mampu bikin saya gilo karena mendapat notifikasi 20-an lebih.
Kalau ingatan saya tidak berkhianat, isi tweet saya waktu itu kurang lebih begini:
“Mas, katanya stafsus ada yang mundur ya?”
“Iya, Adamas.”
“Siapa namanya ya?”
“Adamas.”
“Lah iya, saya tahu ada yang mundur, tapi namanya siapa ya?”
“Adamas.”
“-_-“