Salah satu peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW) baru aja kena insiden doxing pada 3 Januari 2025. Menurut laporan Tempo, kejadian ini diduga dilakukan oleh akun @volt_anonym di Instagram. Aksi tersebut dipicu oleh tanggapan peneliti ICW terhadap penominasian Joko Widodo sebagai salah satu pemimpin terkorup versi Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP). OCCRP nganggep Jokowi udah menyalahgunakan kewenangannya secara terorganisir buat kepentingan kelompoknya sendiri.
Kebobrokan yang OCCRP Sorot
Kebijakan-kebijkan politik hukum yang OCCRP sorot adalah sebagai berikut:
Pelemahan KPK: Revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang mengubah status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara, yang bisa menimbulkan balas budi politik kepada penguasa (pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019).
Pembatasan Penyadapan: Ketentuan yang mewajibkan penyadapan terhadap pejabat yang diduga korupsi harus melalui persetujuan dewan pengawas, yang bisa bikin lemot dan memicu bias kepentingan dalam proses penegakan hukum (pasal 12B ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019).
Politik Dinasti: Penggunaan lembaga peradilan dan lembaga pemilihan umum buat mendukung karier politik anggota keluarga, Gibran Rakabuming Raka.
Masuk akal kalo orang-orang mengkritisi penyelewengan-penyelewengan yang terjadi di atas karena emang udah bikin muak. Tapi, sayangnya hal ini berbuah doxing. Kita perlu memahami dan menyikapi fenomena ini.
Memahami Bahaya Doxing
Menurut Oxford British and World English Dictionary, Doxing adalah mencari dan tindakan menyebarkan informasi pribadi seseorang tanpa izin secara online, yang seringkali dengan niat jahat. Informasi yang disebarkan bisa termasuk nama lengkap, alamat, nomor telepon, sampe data pribadi lainnya.
Tindakan ini bisa membahayakan keselamatan individu di dunia nyata dan menciptakan kultur ketakutan yang nginjek kebebasan berekspresi.
Doxing pada gilirannya menjadi cara pembungkaman baru di mana seseorang atau sekelompok orang menyalahgunakan keahlian cyber-nya untuk motif politik.
Menyikapi Fenomena Doxing sebagai Cara Pembungkaman Baru
Buat mencegah normalisasi doxing sebagai cara pembungkaman baru, ada sih beberapa langkah yang bisa kita ambil yang bakal Minpang bahas di bawah ini.
Peningkatan Keamanan Data Pribadi
Aktivis dan individu yang vokal dalam menyuarakan pendapat mesti meningkatkan keamanan data pribadi, kaya menggunakan kata sandi yang kuat, mengaktifkan otentikasi dua faktor, dan berhati-hati dalam membagikan informasi pribadi di media sosial. Jangan sering nge-share kamu lagi maenin boneka Labubu di sebuah cafe tertentu misalnya. Nanti orang tahu tempat kesukaan kamu terus kamu bisa kena persekusi.
Kepekaan Pemerintah pada Keamanan Cyber
Pemerintah harus mastiin tuh kalo Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi dipraktekkin dengan benar. Coba itu kalo ada situs pemerintah yang keamanannya masih letoy, kasih layanan hosting yang secure, manajemen password yang kuat, firewall yang tebel, sama pembatasan akses cuma ke orang dengan kewenangan dan hak tertentu aja untuk mengakses data pribadi.
Penegakan Hukum yang Gercep pada Kasus Doxing
Aparat penegak hukum kudu gercep sih dalam menangani kasus doxing, apalagi kepolisian. FYI aja iya, polri tuh dapet anggaran Rp 126 triliun menurut APBN 2025. Kalo dari penyelidikan, penyidikan, dan penyerahan berkas perkaranya ke jaksa penuntut umum aja itu udah lelet atau nunggu viral dulu baru diurus, waduh, udah satu kabupaten kali yang kena doxing! Terus jelas kinerja dan anggarannya perlu diaudit supaya jadi bahan evaluasi.
Dengan langkah-langkah ini, harapannya sih doxing nggak menjadi cara yang diterima untuk membungkam kritik dan kebebasan berekspresi di Indonesia.