Di ujung musim panas yang hangat, saat matahari mulai merayap di ufuk barat. Dua orang yang dikenal sebagai “Pagi” dan “Malam” oleh waktu. Nama sebenarnya adalah Bumi dan Langit. Mereka memiliki kisah cinta yang unik karena hubungan mereka terjalin dalam dua waktu yang berbeda: pagi dan malam.
Bumi merupakan seorang mahasiswa yang abadi dan pecinta photography. Bukan karena Bumi terlalu santai dalam berkuliah ataupun banyak mata kuliah yang harus diulang tapi pemerintah mengumumkan kebijakan tak terduga: Universitas Megah tempatnya berkuliah ditutup dan semua programnya dihentikan. Keputusan ini diambil karena masalah administratif dan keuangan yang rumit.
Langit adalah seorang penulis. Ia adalah sosok yang penuh dengan imajinasi yang tak terbatas dan pandangan yang cerdas terhadap dunia di sekitarnya. Nama “Langit” tidak hanya menjadi panggilan, tetapi juga menjadi gambaran atas luasnya cakrawala pikirannya.
Suatu hari, takdir mempertemukan Bumi dan Langit dalam sebuah acara Lapakan Baca Buku Gratis di Alun-Alun Kota.
“Hai! Aku dengar kamu sangat tertarik pada street photography. Bagaimana kamu tertarik pada bidang ini?” tanya Langit.
“Ya, benar sekali. Aku selalu terpesona oleh kemampuan street photographer dalam menangkap momen-momen spontan dan cerita-cerita kehidupan sehari-hari. Aku merasa setiap sudut kota memiliki ceritanya sendiri yang menarik untuk diabadikan. Aku pikir, dalam street photography, kita benar-benar berusaha menangkap kehidupan yang tak terduga dan alami. Bukan hanya tentang estetika visual, tetapi tentang menggambarkan perasaan, energi, dan kehidupan sebenarnya di jalanan,” ungkap Bumi.
Langit menambahkan aku setuju. “Fotografi jalanan memiliki kemampuan unik untuk mengungkapkan nuansa kota dan kehidupan sehari-hari. Bagaimana kamu menemukan inspirasi untuk mengambil gambar-gambar yang menarik?”
“Aku suka berjalan-jalan dengan kamera di tangan tanpa rencana pasti. Melihat sekeliling, mencari momen-momen menarik seperti ekspresi wajah, interaksi manusia, atau bahkan kombinasi cahaya dan bayangan yang menarik. Interaksi dengan orang-orang adalah salah satu hal yang menarik dalam street photography. Aku selalu berusaha untuk menghormati privasi mereka dan menghargai saat-saat ketika mereka nyaman diambil gambar. Terkadang, percakapan singkat setelah mengambil gambar bisa menghasilkan cerita menarik.”
Langit pun setuju. Itu benar. Kepekaan sosial adalah bagian penting dalam street photography. Bukan hanya dengan fotografi, akan tetapi juga dengan sastra. Aku percaya bahwa sastra memiliki kekuatan dalam mempengaruhi cara pandang dan kesadaran pembaca. Orang baca novel, baca cerpen, baca puisi tidak akan tiba-tiba negara jadi semakin sejahtera, tidak akan tiba-tiba bupati Alas Roban gagal resign, tidak akan tiba-tiba pelanggaran HAM selesai, keadilan dan ketidakadilan tertuntaskan. Selain itu aku berpendapat bahwa manusia bukan hanya sekedar mahluk sosial tapi juga mahluk politis oleh karena itu secara tidak sadar kita berpikir politis.
“Apakah kamu memiliki saran untuk penulis perempuan seperti aku tentang cara menggabungkan kata-kata dengan gambar dalam karya kreatif?”
“Tentu! aku pikir, kombinasi kata-kata dan gambar bisa menjadi sangat kuat. Gunakan kata-kata untuk menggambarkan lebih dalam apa yang terjadi dalam gambar, latar belakang cerita di baliknya, atau bahkan perasaan yang ingin kamu sampaikan. Keduanya bisa saling melengkapi dan memberikan dimensi ekstra pada cerita.”
Mereka tertarik satu sama lain, dan meskipun mereka memiliki jadwal yang sangat berbeda, mereka memutuskan untuk mencoba menjalin hubungan.
Setiap pagi, Bumi dan Langit menghabiskan waktu bersama. Mereka sarapan bersama, berjalan-jalan di taman, dan mengobrol tentang harapan dan impian mereka. Kehidupan Langit yang energik seakan memberikan semangat pada Bumi, sementara kreativitas dan ketenangan Bumi mengajarkan Langit tentang arti merenung dan menghargai keindahan sekitar.
Namun, tak lama kemudian, tantangan datang. Langit mendapatkan tawaran untuk bekerja pada proyek penulisan naskah skenario yang akan membutuhkan waktu di siang hari dan sore hari. Langit tetap menikmati pekerjaannya, dan jadwal mereka mulai berbenturan. Meskipun sulit, mereka tidak ingin melepaskan hubungan yang mereka bangun.
Kemudian, Bumi dan Langit datang dengan ide unik. Mereka memutuskan untuk membagi hari mereka menjadi dua bagian: “Pagi” dan “Malam.” Setiap hari, mereka bertemu di alun-alun kota pada waktu yang tepat – pagi dan malam – untuk menghabiskan waktu bersama. Mereka menciptakan momen indah pada setiap saat, terinspirasi oleh keunikan waktu yang mereka pilih.
Pada suatu hari, saat matahari mulai terbenam dan malam pun datang, Bumi memberikan Langit foto yang diambilnya pada waktu malam. Langit memberikan Bumi catatan yang dia tulis pada waktu pagi tentang berita atau hal-hal yang dia alami. Keduanya menggabungkan dua dunia mereka yang berbeda menjadi satu, menciptakan hubungan yang kuat dan unik.
Namun, seperti yang selalu diingatkan oleh waktu, perpisahan adalah bagian dari hidup. Bumi semakin hari semakin tragis hidupnya. Terus mencari jati diri. Padahal setiap hari selalu bertanya siapa diri ini. Sementara Langit semakin sibuk dengan dunia kepenulisannya. Mereka tahu bahwa ini adalah waktu yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang, meskipun perpisahan itu sendiri adalah pahit.
Pada hari perpisahan, Langit dan Bumi kembali ke alun-alun kota di pagi dan malam hari. Di bawah sinar matahari yang lembut, mereka berpelukan erat dan berbagi kecupan serta mengucapkan kata-kata terakhir mereka sebelum memulai babak baru dalam hidup masing-masing. Meskipun perpisahan itu menyakitkan, mereka tahu bahwa hubungan mereka akan selalu berada dalam hati dan kenangan mereka.
Pertemuan memiliki kenangan yang manis, dan perpisahan membentuk hati yang kuat. Meskipun perpisahan melukai, namun dalam luka itu terdapat keindahan dan kenangan yang takkan hilang. Dalam setiap langkah perpisahan, ada harapan untuk bertemu lagi di persimpangan yang tak terduga. Perpisahan bukanlah akhir, tetapi awal dari babak baru dalam perjalanan kita. Perpisahan mengajarkan kita tentang nilai-nilai kehadiran, dan tentang berbagi momen yang berharga.
Fahrul pokoknya