Di sebuah kota kecil yang nyaris terlupakan, ada seorang pria tua yang dipanggil Tuan Mimpi.
Kisah yang Hilang

Di sebuah kota kecil yang nyaris terlupakan, ada seorang pria tua yang dipanggil Tuan Mimpi. Tidak ada yang tahu nama aslinya. Ia hanya dikenal karena kebiasaannya duduk di bangku taman setiap sore, menulis di sebuah buku usang berwarna cokelat.
Anak-anak sering mengintip dari balik pohon, mencoba membaca apa yang ia tulis. Tapi setiap kali mereka mendekat, pria itu akan tersenyum dan menutup bukunya dengan lembut, seolah menyimpan sebuah rahasia besar.
“Dia menulis kisah yang hilang,” bisik seorang ibu kepada anaknya suatu hari.
“Cerita-cerita yang tak pernah selesai, yang ditinggalkan di antara mimpi-mimpi orang yang lupa.”
***
Lina, seorang gadis berusia dua puluh tiga tahun yang baru saja kembali ke kota itu, selalu memperhatikan Tuan Mimpi dari jauh. Ia merasa ada sesuatu yang familiar pada pria tua itu, seolah pernah mengenalnya di suatu masa.
Suatu sore, ia memberanikan diri untuk mendekat.
“Tuan, bolehkah saya tahu apa yang Anda tulis?” tanyanya dengan suara hati-hati.
Tuan Mimpi tersenyum, mengamati Lina dengan mata penuh kebijaksanaan. “Aku menulis tentang mereka yang lupa kisahnya sendiri,” katanya.
Lina mengernyit. “Maksud Anda?”
Tuan Mimpi membuka bukunya dan menunjukkannya padanya. Di sana, tertulis nama-nama yang asing namun terasa akrab. Kisah-kisah yang setengah selesai, dengan paragraf yang terhenti di tengah jalan.
Dan di halaman terakhir, ada satu nama yang membuat Lina membeku. Namanya sendiri.
“Apa… ini?” suaranya hampir bergetar.
Tuan Mimpi menatapnya lembut. “Kau pernah bermimpi tentang sebuah cerita yang tak pernah bisa kau ingat ketika bangun?”
Lina mengangguk pelan. Sejak kecil, ia selalu merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Sebuah cerita yang selalu ingin ia tulis, tapi tak pernah bisa ia temukan kata-katanya.
“Kisahmu belum selesai, Lina,” kata pria tua itu. “Tapi, kau bisa menuliskannya kembali.”
Lina menatap buku itu, lalu ke arah Tuan Mimpi. Tapi sebelum ia bisa bertanya lebih banyak, pria itu bangkit dari bangku, tersenyum untuk terakhir kalinya, lalu berjalan pergi—menghilang di balik senja yang memerah.
Buku usang itu tetap tertinggal di bangku.
Lina meraihnya dengan tangan gemetar, membuka halaman pertama.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia ingat.
Sebuah kisah yang pernah hilang. Sebuah kisah yang harus ia tuliskan kembali.
Leave a Comment