

Cerita sebelumnya baca di sini
“Pada suatu hari sesosok tuyul dikejar-kejar oleh Raja Jin sampai hampir tertabrak lori.”
“Hmm… seperti sebuah lagu sinetron, ya?”
“Huft … dari tadi aku berusaha mendongeng untukmu tapi kamu terus-terusan membuyarkannya. Kamu bilang kalau mirip A, lah. Mirip B, lah.”
“Kamu ini gimana, Mul? Kamu memang gak pandai berdongeng, akui saja itu, Mul.” Sri menertawakannya dan mengambil alih pembicaraan
“Yo ndak tau, kok tanya saya… Coba sekarang kamu yang, anu… ngedongeng.”
“Okay, kamu dengarkan baik-baik, ya.”
Alkisah pada suatu masa, hiduplah sesosok tuyul. Ia tuyul yang baik hati, namun alangkah menyedihkan hidupnya di alam jin. Ia sering sekali dihina oleh tuyul-tuyul lain karena badannya kecil dan tak pernah kebagian makan bergizi gratis dari surga.
Bukan, bukan karena ia keracunan, tapi justru karena ia selalu datang terlambat ke sekolah. Ia harus membantu keluarganya untuk mencari uang sampai larut malam, dan Ketika pagi, ia harus terlebih dahulu mencari kemenyan untuk bahan bakar memasak tulang nanti malam dari dalam hutan.
Tuyul itu selalu terlambat dan berada di antrean paling akhir. Akibat tidak kebagian makanan bergizi gratis itulah, si Tuyul ini otaknya menjadi tumpul.
Ia pun selalu harus remedial ketika ada ujian mencuri.
Satu hari, Kelong Wewe, wali kelas si Tuyul bilang,
“Hei, tuyul Bahlul! Ini ujian terakhir, dan kau tidak lulus Ujian Nasional Sekolah Tuyul tahun ini! Kamu itu bodoh sekali, ya! Gak pintar-pintar! Begitu saja kan tinggal mencuri, apa susahnya?! Badanmu itu sudah kecil, kau harusnya bisa memanfaatkan itu untuk masuk brankas bank! Jarimu yang kecil itu juga cocok untuk mengoyak-ngoyak uang dalam ikatan karet uduk! “
“Ahahahaahhahaha!”
Seisi kelas kemudian tertawa mendengar Kelong Wewe memarahi si Tuyul Bahlul. Semuanya tertawa; ada yang terpingkal-pingkal di bangku sendiri, ada yang sambil menggeplak kepala si Tuyul Bahlul, ada yang menggebrak-gebrak kursi si Tuyul Bahlul.
Si Tuyul Bahlul itu hanya bisa menunduk malu. Ia tidak menyangka wali kelasnya akan mengumumkan kegagalannya di kelas. Hatinya sakit, telinganya merah, kepalanya panas. Ia malu, merasa gagal, dan sangat marah!
Ia menahan tangisnya sampai pulang sekolah. Di perjalanan menuju rumah, air mata mengalir deras di pipi si Tuyul Bahlul. Ditambah, tuyul-tuyul yang lain selalu meledeknya di sepanjang perjalanan. Maka dari itu, kali ini ia memilih untuk melewati jalan memutar, lebih jauh 2 kilometer dari jalan biasanya.
Di perjalanan, si Tuyul Bahlul sangat sedih. Beberapa kuyang yang tinggal di pinggiran hutan pun kasihan melihat si tuyul. Padahal, jika dipikir-pikir lagi, ini semua bukan murni kesalahan si tuyul. Ia kurang konsentrasi karena terlalu lelah mencari kemenyan, dan sangat lapar sehingga tidak bisa menyelesaikan uji keterampilan mencuri dengan baik.
Ia bingung, apa yang akan ia katakan kepada ibu-bapaknya? Padahal, ibu dan bapaknya sudah berharap si Tuyul Bahlul lulus dan sudah bisa melamar kerja di PT. Fufu Fafa Tbk, sebuah perusahaan BUMN yang bonafit dan bergengsi di negeri gaib.
Namun, apabila ia gagal, bagaimana ia akan membantu ibu-bapaknya untuk meringankan hidup?
Si Tuyul Bahlul kemudian memikirkan banyak sekali hal-hal menyedihkan. Ia benci kenapa Tuhan menciptakannya sebagai tuyul yang malang?
Tuyul adalah makhluk gaib yang derajatnya paling rendah daripada jin dan setan-setan yang lain, tapi bahkan ia menjadi yang terburuk di antara jin dan setan-setan itu. Betapa berat beban yang dipikul Tuyul Bahlul.
Ia lalu sampai pada sebuah jembatan yang berada di antara jurang. Kalau jalannya memutar, ia tentu harus melewati jembatan ini. Jurang itu sangat dalam. Di dalam keputus-asaan dan kepedihan hidupnya, ia berdoa kepada Tuhan, begini:
“Ya Tuhan… aku lelah sekali hidup seperti ini Ya Tuhan, kenapa kau ciptakan aku menjadi tuyul? Kenapa kau ciptakan aku menjadi buruk rupa, bau, dan suka mengompol di mana-mana, Ya Tuhan? Kenapa kau ciptakan aku menjadi yang terburuk di antara yang buruk, Tuhan? Apakah kau menciptakan aku hanya karena kau iseng, Tuhan? Tuhan, setidaknya aku ingin sekali saja merasa mulia. Tidak papa nanti kalau di neraka aku menjadi tidak terhormat, Tuhan. Aku lelah ditindas tuyul-tuyul lainnya terus hanya karena tidak bisa mencuri, Tuhan, setidaknya sebelum aku mati, aku ingin merasakan bahagia. Aku ingin merasakan rasanya makan enak, aku ingin merasakan naik pesawat, aku ingin merasakan jadi orang kaya dan dihormati, dan aku ingin pandai mencuri, aku ingin tinggal di istana. Dengarkan doaku Ya Tuhan, aku sedang teraniaya dan aku adalah tuyul yang saleh. Bukankah kau mendengar doa yang teraniaya dan yang saleh?”
Si Tuyul Bahlul kemudian menutup matanya dan berdoa. Badannya yang kecil dan ringan membuatnya sempat diombang-ambing angin di ketinggian. Jurang di depannya itu dalam sekali, dan karena angin sepoi-sepoi, si Tuyul Bahlul sampai ketiduran di jembatan itu.
Si Tuyul Bahlul pun tersadar. Ia kini berada di sebuah kursi pijat yang empuk dan ruangan yang wangi. Di kepalanya ada sebuah kopeah, dan di meja di kursi pijatnya, ada sebotol anggur mahal!
Si Tuyul Bahlul memegang-megang tubuhnya yang kini sudah berganti.
“Ya Tuhan! Engkau mengabulkan permintaanku!”
“Wah, bagus…” Mulyono memuji Sri
“Iya, dong. Aku!” Sri lalu berbangga diri
Keduanya kini tertawa dan saling mengedipkan mata seperti remaja saja. Lalu keduanya menghabiskan malam sebagaimana kalian membayangkannya.