Keinginan-Keinginan
Aku kesulitan menghafal nama dan rute jalan
Dalam pikirku, lautan bergejolak
Dalam dan diam
Aku tak mengenal orang-orang di kota ini –
Mereka sibuk menganggap aku orang asing
Aku menyukai satu gadis
Yang tak menyukaiku
Mengubah hari-hari jadi kesialan
Yang ingin segera kuakhiri
Aku ingin berteriak
Kencang sekali
Seolah semua hal buruk
Lenyap begitu saja
“Aku ingin melawan,”
Seperti kata Wiji
Meski pertanyaan-pertanyaan
Tak pernah rampung terjawab
Meski segala keraguan tak pernah cukup kenyang
Hanya karena lagu-lagu Hindia atau Rumahsakit
Aku ingin hidup lama
Hingga datang suatu ketika, puisi-puisiku tak lagi sendu.
Mimpi Buruk
Aku terbangun ketika hari dan tanggal sudah berganti
Sebab barusan kau hadir di mimpi
Memaksa mataku terbuka
Setelah menyaksikan duka:
Orang asing berhasil mencuri hatimu
Yang sejak lama kuincar
Seperti kesedihan mengubah janji menjadi ingkar
Kantuk menyerang, tetapi aku enggan tertidur lagi
Takut kau benar-benar pergi
Ketika aku bangun nanti.
(Ditulis 29 September 2024, pukul 01.05 WIB, sehabis memimpikan seseorang).
Pemberian Puisi
Puisi tidak memberiku pundi-pundi rupiah
Tapi dengan bijaksana ia mengajariku untuk beramah tamah
Sebelum marah-marah
Ia memberiku keberanian, untuk mengerjakan yang benar
dan menjauhi yang salah
Puisi tidak mampu mengubah takdir
Tapi dengan berani ia bersuara perihal
Kisah kasih yang telah berakhir
Dengan percaya diri ia menyampaikan pahit dan getir
Puisi membuatku berempati dan lebih bijak
Memberi ruang pada perampok dan perompak
Untuk hadir dalam sajak
Memanggil kembali ingatan dan kenangan
yang telah beranjak
Puisi membuatku sadar
Bahwa penyair tak sama
dengan penyiar
Bahwa syair berbeda
dengan syiar
Bahwa yang kecil
bisa membesar
dan yang layu
tetap bisa mekar.
Tiba-Tiba
Tiba-tiba kehidupan menjadi lebih serius
Aku kehilangan ibu – bahkan puisi-puisiku tak mampu
menahannya pergi. Teman-teman hilang,
dan aku bagai seorang hina dina terlunta sendiri dalam
remang redup cahaya.
Adakah kau rasakan kesedihanku? Ia menjalar dan
menyelusup hingga ke tulang-tulang. Tiba-tiba
kehidupan menjadi lebih serius.
Aku tak mengerti mengapa kata “pisah” dan “sudah” lebih sering terjadi daripada “mula” dan “mulai”. Dan aku tak tahu kapan semua yang telah dimulai akan benar-benar padam dan selesai.
Tentangmu
Aku ingin menceritakan banyak hal padamu.
Lebih dari apa yang bisa bulan ceritakan pada malam. Kau
sudah lama jadi arsip – sedang aku museum lengang
sepi pengunjung.
Aku ingin tenggelam di matamu. Lantas terbawa
arus deras pusaran rindu. Aku hanya ingin melihat
dirimu, walau bumi dihuni tujuh miliar manusia.
Usah bayangkan pertemuan dramatis bak novel dan
sandiwara – sebab satu papasan tak sengaja bisa
membuat denyut jantungku kembali bernyawa. Kau
kuabadikan dalam susastra, sebagai bukti
betapa jiwaku bisa mengabadikanmu yang fana dan
sementara.
Sebab-Akibat
Sebab aku pasti mati, maka kutulis kau berkali-kali
Sebab aku akan lenyap
Kudoakan kau dalam senyap
Sebab aku mencintaimu
Aku tak akan berhenti menulis puisi tentangmu.