Keriuhan Pilkada Karawang 2024 resmi hadir. Jika kita menyempatkan diri berkeliling di daerah Teluk Jambe, Galuh Mas, hingga Badami, mata kita akan menyaksikan berbagai alat peraga kampanye, seperti baliho dan spanduk, yang sudah terpajang dengan percaya diri: menampilkan pasangan cabup-cawabup lengkap dengan senyum lebar, slogan yang klise, dan nama-nama partai besar yang ikut unjuk kekuatan mesin politik.
Dalam upaya memoles citra, tentu mereka tidak hanya fokus pada dunia nyata, tetapi juga menjajal dunia maya. Dalam konteks ini, media sosial, khususnya Instagram, menjadi salah satu arena pertarungan politik di Karawang. Mengapa demikian? Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 51,9% Gen-Z di negara ini adalah pengguna aktif Instagram.¹ Redaksi yakin tim pemenangan kedua pasangan, Acep-Gina dan Aep-Maslani, memahami data tersebut serta potensi Gen-Z sebagai pemilih baru.
Pada kesempatan kali ini, redaksi akan menjelaskan bagaimana upaya kampanye melalui Instagram dapat memengaruhi persepsi massa, dan bagaimana kita sebagai rakyat Karawang perlu menyikapi propaganda yang hadir di media sosial setiap hari.
Kampanye Pilkada: Repetisi, Aspirasi, dan Persepsi
KPU (Komisi Pemilihan Umum) Karawang pada 23 September 2024 telah menetapkan pasangan cabup-cawabup Acep Jamhuri-Gina Fadlia Swara dengan nomor urut 1, diikuti oleh pasangan Aep-Maslani dengan nomor urut 2.² Dengan adanya penetapan nomor urut ini, rivalitas politik dimulai secara resmi.
Salah satu implikasi dari rivalitas tersebut adalah aksi adu citra di Instagram. Redaksi sempat mengamati aktivitas politik Aep Syaepuloh sebagai petahana yang ingin terpilih kembali, serta Acep Jamhuri, sosok baru yang mencoba peruntungan menjadi bupati, dalam menciptakan citra tertentu.
Aep sering melakukan blusukan dan pengenalan program ke tingkat kecamatan, memobilisasi golongan ibu rumah tangga yang mengenakan kaos kampanyenya, serta tak lupa: menyertakan caption bijak berisi rasa terima kasih kepada warga Karawang dan harapan memenangkan kursi bupati untuk membawa mandat dari rakyat.
Di sisi lain, Acep Jamhuri juga tidak mau kalah. Selain rajin blusukan (mengikuti gaya “Mulyono”), Acep sering mengasosiasikan dirinya dengan figur ternama seperti Prabowo Subianto (Presiden terpilih ke-8 RI) atau Cellica Nurrachadiana (mantan Bupati Karawang), baik secara terang-terangan maupun implisit. Secara terang-terangan, ia memasang poster bersanding dengan Prabowo atau Cellica, dan secara implisit dengan mengenakan kemeja sesuai tema warna Pilpres 2024 yang diusung oleh Prabowo-Gibran.
Agar citra diri tersebut “terjual” di media sosial, diperlukan upaya konsisten dan memenuhi harapan masyarakat.³ Jika kita memperhatikan aktivitas kedua cabup tersebut, mereka melakukannya setiap hari. Ini merupakan salah satu strategi propaganda yang disebut repetisi atau pengulangan.⁴ Strategi ini berguna untuk menanamkan pesan tertentu di benak audiens. Selain itu, mereka berusaha tampil seolah-olah memperhatikan keinginan warga untuk ditemani dan didengarkan.
Contohnya adalah Aep, yang akrab dengan ibu-ibu di berbagai kecamatan. Kegiatan ini merupakan upaya sadar dan terencana untuk menciptakan persepsi bahwa ia pro-kepentingan perempuan, terutama dari golongan akar rumput. Kenyataannya? Belum tentu. Di Karawang, istilah “bank keliling” alias rentenir sangat populer di kalangan ibu rumah tangga dari kelas menengah ke bawah. Kehadiran rentenir ini, meski membantu kebutuhan sehari-hari dan pendidikan anak secara jangka pendek, memberatkan karena bunga yang sangat tinggi, jauh lebih besar daripada bank konvensional. Selain itu, tanpa modal dan pelatihan yang memadai, mereka sering terjebak lagi dalam jerat utang rentenir.
Kondisi ini membuat perempuan sulit memiliki kehidupan yang berkualitas dan bahagia.
Seharusnya Kang Aep memahami masalah ini dan tidak terjebak dalam politik citra yang dangkal. Setelah Aep, kita juga tidak boleh melupakan Acep.
Apa yang Acep komunikasikan melalui aktivitasnya di Instagram adalah upaya untuk menciptakan persepsi bahwa dia dan wakilnya dekat dengan rakyat karena sering blusukan, serta memiliki kesamaan dengan Prabowo. Namun, bagi orang yang kritis, ini adalah blunder. Blusukan bukan hal baru dalam dunia politik, dan ini bisa menimbulkan kejenuhan. Terlebih lagi, Prabowo diduga kuat terlibat dalam pelanggaran HAM terkait penculikan aktivis, dan program makan bergizi gratis yang ia usung bersama Gibran dianggap ngawur karena mengorbankan anggaran subsidi BBM.⁵
Baik Aep maupun Acep, meskipun tindak-tanduknya terlihat kacau dari perspektif yang kritis, tetap saja mereka mampu memengaruhi persepsi masyarakat umum. Kebaikan yang terlihat di permukaan sering kali dianggap sebagai kebenaran, padahal kenyataannya tidak selalu demikian. Oleh karena itu, kampanye digital ini perlu diwaspadai agar rakyat tidak terus-menerus terperdaya.
Menyikapi Pilkada dan Citra
Pilkada Karawang 2024 tidak hanya memberikan momentum bagi para politisi untuk memasang atribut kampanye di ruang publik, tetapi juga di ruang maya. Upaya yang terus-menerus untuk menghadirkan kesan bahwa politisi hadir di tengah masyarakat terus digaungkan di Instagram sebagai bagian dari kampanye untuk merebut kekuasaan.
Kampanye ini bisa menciptakan persepsi bahwa mereka peduli dan kompeten. Dampaknya adalah pihak yang tidak kritis cenderung tergerak untuk memilih calon yang sebenarnya tidak berkualitas, yang pada akhirnya akan berujung pada buruknya kinerja pemerintahan di masa depan. Ini jelas bukan yang kita inginkan.
Agar hal ini dapat diatasi, kita perlu menolak aksi pembodohan publik di ruang maya. Jika salah satu pasangan calon memang tidak berkualitas, kita berhenti mengikuti, memberi komentar, dan menyukai konten mereka. Dengan begitu, engagement mereka akan berkurang. Kita juga perlu melakukan kampanye tandingan untuk menyadarkan masyarakat bahwa apa yang mereka lihat bukanlah realitas utuh, melainkan sudut pandang yang telah dikurasi sesuai kepentingan pihak tertentu.
Referensi:
Adi Ahdiat – Media Sosial Favorit Gen Z dan Milenial Indonesia (Katadata).¹
Aep Saepulloh – Pilkada Karawang: Acep-Gina Nomor 1 dan Aep Maslani Nomor 2 (PosKota).²
Faridhian Anshari – Komunikasi Politik di Era Media Sosial (Jurnal Komunikasi).³
Tim Redaksi – Subsidi BBM Dipangkas Demi Makan Gratis? Ini Penjelasan Lengkapnya (CNBC Indonesia).⁵