Saya dan Fredel menonton Don’t Look Up saat pergantian tahun 2021 ke 2022. Sepanjang menonton, kami selalu mengaitkan adegan-adegannya dengan apa yang terjadi 2 tahun kebelakang. Yap. Pandemi Covid-19.
Biarpun tidak menceritakan pandemi sama sekali, sulit untuk tidak merasa kalau filmnya sedang membicarakan situasi dua tahun kebelakang. Ya … memang sih filmnya lebih dominan unsur komedi. Tapi, reaksi kami lebih banyak kesal ketimbang cekikikan.
Ceritanya dimulai ketika astronom bernama Kate Dibiasky (Jennifer Lawrence) dan mentornya, Dr. Randall Mindy (Leonardo Dicaprio) menemukan sebuah komet raksasa. Setelah diteliti lebih lanjut, komet yang mereka temukan ternyata akan menabrak bumi dalam kurun waktu 6 bulan. Tabrakannya dapat membuat guncangan dahsyat dan gelombang tsunami tinggi yang bisa meluluh-lantahkan seisi bumi. Setelah laporannya divalidasi oleh NASA. Kate dan Dr. Mindy dijadwalkan bertemu Presiden Janie Orlean (Meryl Streep) di gedung putih.
Sayangnya, pertemuan dengan Presiden tidak sesuai harapan. Presiden lebih peduli elektabilitasnya menjelang pemilu dibandingkan kepunahan umat manusia. Presiden tidak menganggapnya serius. Bahkan ketika diberi solusi oleh NASA, Presiden tetap mengabaikannya. Kate dan Dr. Mindy malah dilarang membocorkan informasi ke publik agar tidak timbul kepanikan massal.
Tidak digubris oleh pihak gedung putih. Kate dan Dr. Mindy bergegas memberitahu media. Keduanya pun diundang ke sebuah acara talkshow di televisi. Tapi karena mempertimbangkan rating, pembahasan terkait rumah tangga artis bernama Riley Bina (Ariana Grande), justru mendapat jatah durasi lebih banyak dibanding pembahasan tentang komet yang bisa menghancurkan bumi. Percis seperti ketika di gedung putih. Kate dan Dr. Mindy kembali disepelekan. Malah, jadi bahan gurauan oleh para pembawa acaranya.
Tak berhenti sampai disitu, kekacauan kian memuncak tatkala Peter Isherwell (Mark Rylance), seorang pengusaha yang bergerak di bidang teknologi. Peter memaksa Presiden Janie agar perusahaan milik Isherwell dapat mengambil alih prosedur penanganan komet. Isherwell ingin membiarkan komet mendekati bumi, lalu meledakkan komet jadi potongan kecil. Sebab menurut penelitian Isherwell, terdapat banyak kandungan emas pada bebatuan kometnya. Dengan kata lain, Isherwell hendak menciptakan tambang emasnya sendiri dengan mengorbankan umat manusia.
Sebenarnya, tidak ada yang baru dari premis Don’t Look Up. Adam McKay kembali mendaur ulang cerita bencana di mana umat manusia kena imbasnya, karena pemerintah Amerika tidak percaya ilmuwan. Yang membedakan, Adam mengganti fokusnya bukan pada menggambarkan dahsyatnya kerusakan akibat bencana. Filmnya justru dihabiskan untuk menilik kondisi manusia dalam menyikapi bencana yang akan terjadi. Hal ini malah bikin filmnya terasa lebih menakutkan. Takut kalau suatu waktu ada bencana serupa, orang-orang serta para pemangku-kebijakan bakal denial layaknya di film ini.
Adam McKay seperti menuangkan keresahan dalam naskahnya. Keresahan tersebut termanifestasi dalam sindiran ke berbagai ranah. Politik, kapitalisme, biasnya media hingga bebalnya masyarakat. Keliaran naskahnya mengajak penonton untuk ikut mengolok-olok. Tanpa disadari olokannya kian terasa mencekik, karena apa yang digambarkan merupakan cerminan dari dunia yang kita tinggali. Bahkan, mungkin cerminan diri kita sendiri. Cerminan dunianya juga semakin relevan jika mengingat film ini rilis di tengah pandemi Covid-19. Kalau ingin ditelisik sejauh apa kemiripannya. Mari cek satu persatu.
- Pemerintah yang lebih mementingkan karir politik dibanding keselamatan umat manusia. Ada.
- Pengusaha serakah yang mencoba meraup keuntungan di tengah bencana. Ada.
- Media yang mengesampingkan berita kehancuran dunia dan memilih gosip perceraian artis sebagai tajuk utama. Ada.
- Masyarakat yang denial, tidak percaya, bahkan menjadikan hal penting sebagai bahan lelucon. Ada. Banyak.
Kondisinya serupa, tinggal ganti saja kometnya dengan virus.
Selama menonton, rasanya geram sekali, ingin ngegoblok-goblokin manusia-manusia tak bernurani di film ini. Bisa-bisanya milyaran nyawa manusia dipertaruhkan demi kepentingan pribadi. Padahal kalau semua manusia mati, peduli setan dengan elektabilitas atau emas-emas berkilauan.
Saya tadinya merasa keangkuhan dan keserakahan pejabat yang digambarkan dalam film ini terlalu berlebihan. Tapi kalau dipikir-pikir, memang masyarakat seringkali dikorbankan demi kepentingan pejabat. Iya, kan?
Dibalik kemasannya yang membawa isu penting, Adam McKay membuatnya menjadi tontonan yang jenaka. Tidak sampai membuat terpingkal-pingkal. Tapi cukup menggelitik. Adegan Kate mengetahui kalau seorang staff gedung putih menipunya untuk membayar makanan yang harusnya gratis, bikin saya tersenyum getir. Mungkin adegannya dimaksudkan sebagai bentuk kritik ke pejabat yang melakukan praktik pungli. Hanya saja, semakin relate filmnya, berarti semakin parah juga kondisi sebenarnya di dunia nyata. Hiks.
Dengan jajaran cast yang bertabur bintang. Adam McKay berhasil membagi porsi screentime-nya dengan baik. Selain penampilan solid Leonardo DiCaprio, Jennifer Lawrence dan Meryl Streep selaku pemeran utama. Peran-peran minor juga turut diisi oleh aktor-aktris papan atas, seperti Cate Blanchett, Ariana Grande, Jonah Hill hingga Timothee Chalamet.
Menyandingkan Leonardo DiCaprio dan Jennifer Lawrence sebagai murid dan mentor adalah keputusan yang tepat. Terlebih karena keduanya memainkan karakter yang bertolak belakang. Dr. Mindy yang selalu gugup dan canggung berhasil diimbangi oleh Kate yang enerjik dan spontan. Sehingga interaksi keduanya berjalan menarik.
Saya tidak terganggu dengan editing film ini yang katanya bikin puyeng. Yang bikin saya terganggu malah kemunculan karakter Yule (Timothee Chalamet) yang tiba-tiba dipaksakan menjadi love-interest Kate. Pasalnya, karakter penting ini muncul ketika film akan berakhir. Sehingga penonton tidak punya banyak waktu untuk menyelami karakternya lebih dalam. Sedangkan yang menjadi masalah utama, menurut saya penyajian adegan di pertengahan film yang terasa repetitif. Penonton seolah melihat pengulangan demi pengulangan adegan saja.
Walaupun memilih jalan komedi dalam menuturkan kisahnya. Penonton pasti tetap geram melihat kiamat dipolitisasi dan dikapitalisasi demi kepentingan pribadi. Don’t Look Up senantiasa menjadi sajian yang menghibur dan bikin gregetan. Tak dipungkiri, kekuatan utama Don’t Look Up ada pada relevansinya.
Ledakan Dr. Mindy di acara talkshow yang meminta manusia untuk lebih mendengar dan berempati menjadi sentilan betapa congkaknya manusia. Bahkan ketika menghadapi kiamat sekalipun. Manusia seringkali abai akan hal-hal yang sifatnya masih prediksi. Di film ini, ketika kometnya bisa dilihat dengan mata telanjang, orang-orang seketika pada riweuh. Tanpa sadar, mereka sudah terlambat untuk bertindak dan melakukan sesuatu. Sepertinya ini juga berlaku untuk krisis iklim yang kian mengancam kehidupan manusia.
Mungkin setelah semuanya terlambat. Pada akhirnya, kita juga bakal pasrah. Seperti Kate, Dr. Mindy dan keluarganya yang menyambut kiamat dengan makan malam yang damai. Disaat Presiden Janie dan Isherwell yang tamak tengah mengungsikan diri ke planet lain. Kalau kata salah satu karakter di film ini sih: Selamat menikmati hari kiamat kalian.
Wah, menarik nih filmnya
Tes