Seolah bisa membaca pikiran, Jayanti yang menikmati pijitan tangan si Pemilik Salon itu berkata,
“Tenang, Gina. Aku ini belum menikah. Kau gak usah takut aku ini istri sah pacarmu. Istri sah pacarmu tentu sedikit lebih tua daripada kita berdua. Tapi menurutku dia jauh lebih cantik dan otaknya bisa jadi lebih berisi daripada kita bertiga.”
Si Pemilik Salon menggiring Jayanti ke kursinya kembali dan mulai memotong rambut Jayanti. Si Pemilik Salon bergantian men-service tamunya.
“Hati-hati dengan rambutku, ya. Besok hari penting buatku. Pacarku bakal ada pertemuan di Bogor dengan beberapa orang penting Pertamina. Aku akan ikut menemani, di hotelnya.” jelas Jayanti dengan penekanan di akhir kalimat.
Gina, yang berharap cat rambutnya segera meresap semakin deg-degan dengan kalimat yang akan diucapkan oleh Jayanti.
Rambut Jayanti sudah selesai dipangkas. Kembali ke setelan orisinilnya, potongan rambut bob seperti polisi wanita. Seperti biasa, Jayanti merasa puas dengan potongan rambut salon ini.
Waktu menunjukkan pukul 9 malam. Jalan kecil di depan salon itu tampak sepi sekali.
Maklum, letaknya berada di dalam perumahan yang berdampingan langsung dengan jalan kampung. Pada jam 9 malam, siapa yang mau berkeliaran di jalan kampung di hari kerja?
Jayanti bangkit dari kursinya dan merogoh tas Charles n Keith-nya mencari uang untuk membayar biaya potong rambutnya.
Untuk pertama kalinya, sambil mencuci rambut Gina yang sudah selesai diwarnai, Si Pemilik Salon bicara. Ia bertanya kepada Jayanti sebelum Jayanti pergi,
“Pacarmu siapa?”
Gina dan Bella terhentak. Si Pemilik Salon yang daritadi diam kini angkat bicara dan langsung menanyakan hal itu pada Jayanti
Salah satu ujung bibir Jayanti menungging. Jayanti tersenyum sinis.
“Bukan pacar, suami orang. Chinese. Bisnis utamanya distributor produk horeka, tapi punya beberapa franchise dan kontraktor juga. Terakhir, ada tikus di proyekannya. Tikus kecil, curut. Curi uang proyek untuk upah kuli yang lain, gak banyak, ada sekitar 40juta. DIkejar, ketangkep, tikusnya bilang untuk biaya amputasi kaki anaknya pasca kecelakaan motor dan infeksi. Tapi ternyata, dipake pakan ternak sapi perah, berkali-kali jajan sampai istrinya juga kena patil. Padahal, anaknya betulan harus amputasi. Tikusnya stress, kabur, dan ngangon sapi perahnya buat bayar utang ke bosnya.” Jayanti menjelaskan dengan baik dan runut.
Semua orang di salon itu terkejut. Penekanan kata di beberapa bagian yang diucapkan Jayanti menandakan Jayanti bukan orang sembarangan.
Suasana salon yang sudah hening menjadi lebih hening dan suara AC tua yang kuning itu pun semakin dingin.
Si Pemilik Salon yang daritadi menunggu catokannya panas untuk dibubuhkan ke rambut Gina pun langsung mengambil gunting.
Si Pemilik Salon menjambak rambut Gina sampai lehernya menyandar pada kursi. Menancapkan sebuah gunting di leher Gina dengan cepat.
Gunting rambut yang kecil dan ujungnya tajam itu menembus kulit leher Gina. Agak sulit melubangi tulang leher Gina memang. Guntingnya lebih kecil dari gunting biasa. Oleh karena itu, Si Pemilik Salon berkali-kali menarik dan menancapkan ulang ujung gunting ke leher Gina.
Darah menyembur dari lehernya. Gina tidak bisa bersuara sedikitpun. Hanya keluar suara seperti berkumur dari leher Gina. Perempuan itu ternyata alasan 1 bulan ini suaminya tidak pulang dan meninggalkan tanggung jawabnya.
Bella menyaksikan pembantaian itu melalui cermin di depannya. Ia masih mencerna apa yang sedang ia lihat.
Jayanti hanya diam menikmati pertunjukkan yang sedang berlangsung itu. Ia duduk santai dari kursinya.
Si Pemilik Salon lantas menggorok leher Gina dengan pisau kecil yang biasa ia gunakan untuk mengikir kuku. Sangat sulit. Dengan peralatan seadanya, si Pemilik Salon harus mengerahkan tenaga yang lebih besar untuk setiap sayatannya itu.
Lagi-lagi darah menyembur. Kali ini sampai ke tubuh si Pemilik Salon dan bahkan wajahnya.
Gina sudah tidak berdaya karena lehernya hampir putus. Catokan yang panas itu ditempelkan Pemilik Salon ke buah dada Gina. Mungkin si Pemilik Salon ingin memastikan susu Gina steril sebelum dipakai melacur di neraka nanti.
Bau kulit gosong menyeruak. Bella menangis tanpa mengeluarkan suara apapun. Ia kalap dan ngeri.
Terakhir, si Pemilik Salon melihat ke cermin dan berkata, “Sudah selesai, Mbak. Semuanya 300 ribu.” kepada Gina yang kini tak bernyawa.
“Pulanglah.” kata Jayanti kepada Bella selagi Si Pemilik Salon mencuci tangannya yang penuh darah segar.
Bella yang terburu-buru dan kaku itu pun pulang dengan rambut yang masih ditempeli handuk basah.
Jayanti menyerahkan segepok uang sebesar 40 juta di dalam amplop kepada Si Pemilik Salon seraya menghirup asap rokok dan membisikkan kalimat ke telinga si Pemilik Salon
“Dari pacarku untuk biaya amputasi anakmu.” ucap Jayanti berlalu pergi dengan tenang.
Si Pemilik Salon tersenyum berterima kasih dengan sisa-sisa asap yang mengepul di sekitar wajahnya.
Ceritanya Unexpectable. Keren dari segi gaya bahasa dan penyampaiannya 👍
Terima kasih sudah nyimpang:)