Seorang wanita dengan rambut terurai sampai ke buah dadanya duduk di kursi sebuah salon. Lipstiknya yang merah cabai itu nyala pada lapisan kulit bibir yang pecah dan kering, Gina namanya.
Gina membiarkan pemilik salon melapisi rambutnya dengan pewarna. Golden-Yellow yang diinginkannya, warna yang kelewat nanggung dan terlalu biasa tapi Gina menyukainya.
Ruang di salon kecil itu terasa sangat sejuk dengan AC yang sudah agak berisik karena usia yang tua dan tidak diganti. Warna ACnya seperti gigi seorang perokok yang tidak pernah disikat.
Hening di ruang salon yang hanya berderet 3 kursi itu. Yang terdengar selain pendingin ruangan hanya gesekan sarung tangan plastik dan helaian rambut Gina.
Si pemilik salon memang lebih banyak diam ketimbang terjun ke dalam obrolan bersama pelanggannya. Ia tidak pernah tertarik mendengar cerita sebab masalahnya pun sudah cukup membuat berat badannya turun 8 kg dalam sebulan terakhir.
Sambil mengoleskan pewarna ke rambut Gina, si pemilik salon tidak sengaja melihat layar ponsel Gina. Sebuah jendela percakapan di Whatsapp dengan seorang yang Gina namai “Baby” dalam kontaknya. Isinya cuma makian dan beberapa “anjing” atau “monyet”, sesekali juga “lonte”.
Tak lama, perempuan kedua yang memiliki rambut lebih panjang datang. Rambutnya berwarna seperti galaksi. Biru tua, menyatu dengan hitam dan ungu. Agak kusut, dan curly di bagian bawahnya. Aroma bajunya seperti parfum isi ulang yang marak digunakan remaja-remaja muda dengan harga sekitar 50ribu-an. Niatnya mencuci dan smoothing rambut supaya sedikit lebih licin daripada rambutnya yang sekarang terlihat seperti ijuk. Perangainya lugu, dan masih sangat muda kelihatannya. Namanya Bella. Ia langsung duduk di kursi tengah dan memainkan ponselnya setelah si Pemilik Salon hanya senyum dan melirik ke arah kursi pertanda mempersilakan Bella untuk duduk di samping Gina.
Terakhir, datang seorang wanita berambut sebahu. Matanya sedikit merah dan terlihat sangat lelah. Ia menggeser pintu dan pasrah ketika harus menunggu lebih lama. Tapi ia sudah tak tahan dengan rambutnya yang harus diikat hanya untuk terlihat rapi. Ia dikenal dengan nama Jayanti.
Memiliki rambut yang agak panjang tentu sangat tidak praktis, pikirnya.
Ketiganya kini duduk sejajar. Menunggu giliran.
Gina masih menunggu cat rambutnya meresap. Sambil men-scroll handphone, ia terlihat berkali-kali mengumpat dengan kata-kata kasar.
Jayanti mulai tidak nyaman pada Gina. Perempuan yang mencaci di tempat umum menurutnya adalah perempuan tak berkelas.
Kampungan. Sahut Jayanti dalam hati.
Dering telepon muncul dan Gina langsung mengangkatnya.
“Maksud kamu apa, sih?! Ya tunggu sebentar! Aku masih di salon! Kan aku udah bilang jangan dipake minum uangnya. Giliran ditagih utang kamu kelimpungan lagi! Tunggu sebentar!” teriak Gina ditelepon.
Pemilik Salon kini beralih ke kursi Bella. Menuntun Bella ke kursi cuci rambut dan mulai membersihkan rambut Bella yang sudah tidak karuan.
Ketiga wanita itu saling diam mendengar teriakan Gina yang kini beralih jadi isak tangis.
Jayanti merasa sangat terganggu. Tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa selain menunggu dan bersabar. Besok adalah hari penting buatnya dan ia harus memangkas rambutnya yang belum terlalu panjang itu karena Jayanti menyukai segala sesuatu yang simpel.
Pemilik Salon datar-datar saja mendengar isak Gina yang menurutnya terlalu kekanak-kanakan. Buatnya, hal itu belum seberapa jika dibandingkan dengan pertengkaran yang biasa ia dan suaminya lakukan.
Sedangkan Bella sepertinya mulai menangis juga.
Di pundaknya, Bella merasa sangat berat. Kekasih terakhirnya adalah seorang juragan madu dari Semarang. Bella berhasil mengeruk kantung juragan madu itu dan menginvestasikannya pada produk perawatan kulit premium, skincare, dan sebuah iPhone terkini. Sayang, juragan madu itu menemukan sebuah akun live app milik Bella yang juga Bella jadikan ladang bisnis untuk mengeruk kantung laki-laki lainnya.
Maklum, Bella memiliki kebutuhan lain seperti bayar kos, atau bayar uang kuliah.
Bella bercerita dengan sangat runut dan menyedihkan. Bahkan ketika ia sampai di kursi semula sebaris dengan Jayanti dan Gina, ia melihat bayangannya di kaca begitu kacau karena maskaranya luntur terbawa air mata.
“Sedihmu gak lain dan gak bukan karena kamu kehilangan sumber uang terbesarmu. Itu aja.” kata Jayanti
Bella melirik ke kiri, ke arah Jayanti. Perempuan itu ada benarnya, selama ini ‘pelanggan’ terkaya memang Si Juragan Madu, tapi tentu saja Bella tidak mau dipandang serendah itu.
“Ya… seenggaknya kamu bisa dapet iPhone gratis. Satu waktu gak bisa bayar kosan, kamu bisa jual iPhone itu. Ketimbang kamu jadi selingkuhan terus kamu yang kelimpungan karena harus cari uang buat suami orang?” kata Jayanti melihat dan membenahi rambutnya dari bayangan di cermin.
“Maksud kamu apa?!” dari ujung tiba-tiba saja Gina merasa tersindir dan nyamber
Pemilik Salon begitu tenang mendengar percakapan ketiga tamunya itu meskipun Bella tidak berkutik karena Jayanti selalu terlebih dahulu memotong hela napasnya.
Si Pemilik Salon kini membubuhkan hair mask pada rambut Bella.
“Maksud saya, pintarlah sedikit. Jangan mau rugi berkali-kali. Ketika kamu hanya dijadikan simpanan, jangan sampai kamu dijadikan sapi perah juga. Cukup lah susumu yang dikenyot. Jangan tenaga dan harga dirimu juga.”
“Cih! Tahu apa kamu soal hidupku?! Berani-beraninya kasih komentar soal pacarku.” emosi Gina tersulut mendengar ucapan Jayanti
Jayanti tertawa kecil seperti meledek.
“Pacarmu itu kuli proyek keblug, Gina. Ninggalin istri dan anaknya di rumah. Uang pacarmu habis dipakai minum dan jajan cewek. Mungkin yang duduk di tengah-tengah diantara kita pernah juga dipake sama pacarmu.” jelas Jayanti
Pemilik Salon terhenti membubuhkan hair mask. Ia mulai mendengarkan ucapan Jayanti. Pemilik salon tidak lagi diam. Ia mulai tertarik dengan ucapan Jayanti.
Dari tutur bicaranya yang tenang, si Pemilik Salon yakin Jayanti tahu beberapa hal penting. Tapi ia melanjutkan kembali aktivitasnya memberikan vitamin rambut pada Bella.
Semua orang melirik kepada Jayanti. Sedangkan Jayanti dengan tenang mengikuti arahan pemilik salon menuju kursi cuci rambut.
Di dalam diamnya, Bella mengingat wajah pelanggannya dan cerita-cerita singkat perkenalan mereka. Beberapa memang ada kuli proyekan. Namun, karena tidak berkesan dan jarang memberikan tip, Bella jadi dengan mudah melupakannya.
Lain hal dengan Gina. Gina malah merasa bingung darimana Jayanti mengetahui beberapa hal subtil soal kekasihnya.