jam berapa akhirnya
malam menjelma lautan
waktu yang kamu putuskan
untuk menyeberang ke lain diri
saat kamu memilih
bekal-berlayar atau
nekat-berenang
jam segini apa yang kamu pikirkan,
sebotol pembersih lantai atau
dua butir pil untuk tidurmu?
jadilah terbuka, katanya
dan mataku selalu terjaga
menunggu sihir terlahir
atau hari-hari begini berakhir
jam berapa akhirnya
malam jadi pemakaman
tempat yang kamu putuskan
untuk melayat ke lain diri
tiap kamu pilih jalan baru
kamu kira satu jalan buntu
telah terbuka
tidakkah aneh jika tiap satu jalan terbuka,
bakal kamu temukan titik buntu lainnya
kamu katakan “sekali lagi”
berkali-kali, sampai hitunganmu
jadi jalan buntu baru
entah apa namanya, tapi
atap rendah putih itulah
yang membakar matamu
saban kamu renungi
apa beda bangun dan tidur
kenyataan begitu pandai menyakiti
mimpi-mimpi tidak banyak mengobati
entah apa namanya, tapi
baju-bajumu kian asing,
masa kecil menumpuk tinggi
di sudut kamarmu
sudut-sudut ada
merumuskan ruang
kekosongan ada
untuk apa?
Berapa kali berapa ruang ini?
Seluas apa kesunyian yang kini
menelan tubuhmu?
kamu bergeser dari kasurmu,
dan lantai menjadi punggungmu
Berapa tahun (lagi) yang kamu punya
untuk (tak) paham semuanya?