Saat kamu dihadapkan pada sebuah hubungan cinta yang putus, pasti ada aja orang yang bilang,
“Ikhlasin aja … Toh, titik tertinggi dari mencintai seseorang adalah mengikhlaskannya bersama orang lain.”
AH AFFAHH IYAH?!
Sebagai seorang pemuda yang lebih dari satu kali gagal dalam urusan asmara, saya punya pandangan sebaliknya. Bagi saya ikhlas bukan level tertinggi dari mencintai seseorang. Apakah pendapat yang bertentangan ini bertujuan supaya saya dibilang keren dan melawan arus? Oh tentu tidak. Saya punya alasan dan pandangan sendiri mengenai hal tersebut.
Gini, lho. Cinta dan keikhlasan itu adalah sesuatu yang bertolak belakang. Secara sederhana cinta berarti merasa memiliki dan bertanggung jawab. Sedangkan ikhlas berarti rela dan melupakan (dalam konteks cinta). Saya pernah denger kalau ikhlas itu seperti berak, kalau udah keluar ya lupain aja. Artinya si ikhlas ini adalah bentuk dari kerelaan akan melepas sesuatu. Jadi mengaitkan cinta dan keikhlasan itu udah kontradiktif.
Nah, pertanyaannya apakah Para Penyimpang sekalian rela liat orang yang dicintai dengan begitu tulus dan brutalnya ternyata malah jadi milik orang lain? Pasti ada semacam perasaan yang gak bisa didefinisikan kan? Mau marah gak berhak, cemburu tapi udah bukan siapa-siapa, mau banting HP tapi gak punya duit buat beli yang baru. Nah, segala bentuk emosi ini adalah luapan dari ketidak-relaan kita. Alias GAK IKHLAS dong.
Bentar lagi pasti ada orang ngomong dalam hati,
“Tapi ada kok orang yang udah putus tapi tetap berhubungan baik. Gimana tuh?” Gini, kamu tentu akrab dengan kalimat bisa karena terbiasa, kan? Nah, menurut saya orang-orang yang di kemudian hari tetap berhubungan baik dengan mantannya adalah orang-orang yang sudah terbiasa. Terbiasa apa? Terbiasa hidup tanpa dia sebagai kekasih, lah. Karena di fase awal putus pasti kamu akan merasakan kesedihan yang berlarut-larut. Kamu rindu hal-hal kecil yang sering dilakukan bersama dari hari Senin sampai Minggu. Jalan-jalan, makan bareng, belanja, ngobrol, dengerin musik, berantem karena hal remeh, atau kata-kata khas yang sering diucapkan mantanmu itu.
Kamu akan melewati fase menyalahkan diri sendiri. Kamu akan bertanya-tanya: “Apa sih kurangnya aku? Kok dia tega ninggalin gitu aja?” Setelah itu masuk ke fase tawar menawar, kamu akan berandai-andai dan memikirkan kemungkinan yang terjadi kalau gak jadi putus. Andai aku gini, andai aku gitu, dan andai-andai lainnya. Setelah itu masuk fase menyalahkan dan membenci si mantan. “Kenapa sih dulu kita ketemu?” “Kenapa sih aku bisa jatuh cinta sama orang kayak gitu?” Adalah pertanyaan-pertanyaan yang umum muncul di fase ini. Nah, setelah itu baru masuk ke fase terbiasa. Di fase ini pikiran akan lebih ringan. Kamu mulai bergairah kembali, tidur teratur lagi, makan enak lagi, fokus ke kelebihan diri sendiri, dan belajar dari pengalaman pahit sebelumnya.
Jadi, yang kamu pikir selama ini ikhlas adalah titik tertinggi dari mencintai seseorang itu sebenarnya gak ada. Yang ada itu terbiasa. Sebab perasaanmu dibunuh paksa dan kamu berusaha beradaptasi dengan keadaan, bukan merelakan dia jadi milik orang lain. Lagipula ikhlas itu sendiri lahir dari ketidak-relaan kita kan? Akhir kata, menurut saya titik tertinggi dari mencintai seseorang adalah memiliki dan menjaganya dengan baik. Karena hanya dengan memiliki kamu akan belajar untuk menerima segala kurang dan lebih pasangan kita. Itu baru namanya sayang, rela terjun langsung bukan cuma bacot dan maki-maki. Bukan cuma nangis diem-diem liat hubungan mantan yang lebih uwu sama pacar barunya, tapi pas ditanya selalu jawab: “Gua udah ikhlas!” Cape deh