Ibu Dimakan Kerja dan Insomnia
Ibuku pulang saat langit mulai pudar,
Matanya sayu, kakinya lunglai kelelahan.
Sepiring nasi dingin tak lagi bersandar,
Ia menatap dinding, larut kesunyian.
Tak ada tanya, tak ada cerita panjang,
Hanya desahan, lelah mengisi udara.
Tidur pun enggan menyentuhnya dengan tenang,
Malam menggenggamnya dalam cengkeram lara.
Ia dihantui angka dan target yang kejam,
Diperas waktu, dibunuh jam tanpa ampun.
Insomnia datang, berbisik penuh kelam,
Menorehkan luka yang tak tampak di mana pun.
Lalu subuh tiba, ia bangkit terburu,
Menyeka sisa letih dengan air dingin.
Seakan lupa pada tubuh yang rapuh,
Ia kembali perang dengan nasib yang licin.
Adakah Cheeseburger untuk Malam Ini?
Perutku meronta di tengah kota tua,
Angin menggigit, merayap di tulang rusuk.
Di dompet tersisa receh yang nyaris tua,
Menanti keajaiban di warung redup.
Lalu mataku menangkap bayang gemuk,
Burger mengilap di balik kaca jendela.
Baunya menari, menampar, menusuk hidung,
Membuka luka yang belum sembuh sempurna.
Dulu kau sering membelikanku yang besar,
Tapi kini hanya kenangan yang tersisa.
Aku menelan ludah di malam yang hambar,
Menghitung langkah menuju sunyi dan hampa.
Tak ada burger, tak ada engkau di sini,
Hanya gemuruh lapar dan dingin yang keji.
Namun aku tahu, hidup tak sesederhana ini,
Esok mungkin ada remah yang tersaji.
Membongkar Memori di Tengah Malam
Kubuka laci penuh lembaran berdebu,
Foto usang terselip di antara surat.
Wajah kita dulu, tersenyum tanpa ragu,
Sebelum waktu menggores luka yang pekat.
Ada secarik tiket film yang terlipat,
Kenangan perjalanan yang tak bisa pulang.
Sebuah pesan, tulisanmu yang terpikat,
Kini terasa seperti kabut yang hilang.
Aku mencoba mengingat nada suaramu,
Namun yang kudengar hanya sunyi yang dingin.
Malam terlalu bengis mengaduk piluku,
Membiarkan rindu menari tanpa iring.
Laci kututup, kutahan napas sejenak,
Biar esok pagi kenangan kembali kabur.
Namun kutahu, malam lain pasti menjebak,
Membuka ingatan yang tak pernah terkubur.
ADVERTISEMENT