Hari-Hari Biasa di Jakarta
“Asli mana, mas?”
Tanya asing basa-basi dalam bahasa
Gambar serta tayangan televisi
Hari ke hari
Lapisan kulit baru
Tumbuh di tubuhku
Aku lupa bagian mana dari diriku
Yang palsu
Aku abaikan pertanyaan itu
Menuruti anjuran Pak polisi,
“Di Jakarta, jangan bicara dengan
orang—atau apa saja yang—asing”
Gerbong KRL panjang-panjang
Gedung perkantoran tinggi-tinggi
Duduk depan laptop lama-lama
Upah rendah
Libur pendek
Senang sebentar
Senin ke senin
Hari-hari biasa di Jakarta.
Jakarta, 2023-2024.
Siapa Bangun dalam Pembangunan?
Di KRL, kita
Pindang berenang di dandang
Kembang-kempis
Seperti dada tanpa air susu ibu
Yang anaknya bangun tiap malam
Bertanya,
“Siapa yang bangun dalam pembangunan?”
Yang suaminya berkata lantang saat ijab kabul:
“Saya terima nikah dan kawinnya
dengan seperangkat alat salat dan penderitaan
dibayar tunai!”
“Sah?”
“Sah!”
Jakarta, 2023-2024.
Kepada Tania
Cuma rindu
Tinggal sisa
Usai kota sesak penuh
Orang-orang menimbun kuburan sendiri dengan pembersih tangan juga alkohol juga masker dan menghitung mundur tanggal kematian dari angka nol.
Kita akan bertahan, sayang
Mengadu siku sebagai ganti peluk
Menyebut nama-nama benda
Di mana cinta pernah singgah.
Jangan berciuman
Sesuai anjuran pemerintah
Yang hadir tinggi-tinggi
Menempel papan reklame
Mengambang darah.
Kantor bupati dan dewan
Dibiarkan kosong
Harapan lama absen dari buku tamu.
Aku ke sana
Menurunkan foto berfigura senyum palsu
Memasang potretmu sambil berseru:
“Atas nama Bangsa Indonesia!”
Biarlah.
Rakyat toh terbiasa mencintai
Sesuatu yang asing
Seperti Pancasila
Misalnya.
Bedanya
Kau lebih nyata.
Di berita
Rupiah merosot
Di tengah wabah
Pasangan kekasih menambah hutang negara.
Tanpa dicicil
Nanti
Akan kita lunasi
Rindu sampai tuntas.
Masa Pandemi, 2021.