Hantu-Hantu juga Boleh Saja Rindu

Ini sudah hari ke-sekian Bapak meninggalkan saya. Saya masih tidak bisa tidur di atas jam 12 malam sebab pada saat itu lah saya tertidur dan Bapak meninggalkan kami semua. Paling awal, saya paling tidur di jam 1 dinihari, seperti saat ini.

Padahal, jam kerja saya harusnya sudah mampu memaksa saya tidur jam 10 malam. Saya juga heran sendiri. Memang, sebelum Bapak mati, saya juga sudah sering tidur larut malam, dan saya sudah terbiasa untuk mabuk sampai jam 4 dini hari dan lanjut bekerja pukul 9 pagi. Tapi, entah kenapa semenjak Bapak mati, saya merasa selalu berbeda.

Saya merasa saya harus memastikan seluruh keluarga saya tidur nyenyak dan bangun lagi paginya, dan itu bukan perkara mudah. Saya memang biasa menjalani hari-hari saya dengan perut yang lapar supaya keluarga saya bisa makan, tapi sekali lagi, pasca kematian itu, saya selalu dihantui rasa bersalah yang besar sekali.

Besar sekali sampai-sampai saya ingin tenggelam saja dimakan bumi. Banyak orang yang bilang saya sudah cukup berbakti dan tak perlu menyesali semuanya, tapi saya merasa tidak benar-benar berbakti juga. Tapi ah, ya sudah lah.

Saya menyalakan rokok lagi. Ah, rokok. Saya tidak pernah punya waktu untuk merokok bersama Bapak.

Saya mulai merokok ketika usia saya 20 tahun. Kurang lebihnya segitu. Pokoknya, di usia yang cukup untuk punya masalah hidup yang membudal jumlahnya.

Saya menyalakan rokok di kamar saya di Utara Jakarta. Kamar ini selalu saya tutup karena tentu saja hanya orang gila yang mengizinkan kamarnya dengan AC dipakai untuk merokok juga.

Kalau sampai pemilik rumah ini tahu ada satu kamar yang dipakai merokok, habislah saya diusir. Itu sebabnya saya selalu menutup pintu dengan rapat, dan bisa dibilang jarang ke luar kamar juga kecuali kebelet.

Tapi sepanjang saya mengenal rokok, bau asap tembakau memang selalu tercium dari tubuh saya. Beruntunglah teman-teman saya karena saat ini, saya hanya bau rokok dan bukan bau alkohol juga. Ehehe. 

Krrk. 

Suara aneh itu-itu lagi. Saya terdiam sejenak, enggan menoleh karena saya penakut. Saya sudah merasa kena teror semenjak satu minggu yang lalu, setelah bertengkar dengan keluarga sebelah tentu saja.

Keluarga sebelah berasal dari Barat Sumatra, dan berasal dari daerah yang ternyata masih kental akan kekuatan mistis dan lain-lainnya. Ah, saya juga baru mengetahui hal ini setelah saya mengobrol dengan teman yang juga orang Sumatra.

Meskipun begitu, saya tidak menelan mentah-mentah gosip folks-folks underground begitu. Saya berpikir,

“Kalau memang setan, jin, dukun, itu ada dan memang punya kekuatan, tentu lah bumi masih akan tetap hijau dan penjahat-penjahat lingkungan itu sudah mati ketiban beko seperti di film-film Suzana, tidak seperti sekarang. Sekarang, boro-boro kuyang yang katanya menakutkan, harimau dan gajah yang nyata saja malah dijerat.”

Selain itu, saya juga tidak ingin lah berburuk sangka kepada keluarga yang anaknya saya cintai setengah mampus itu.

Saya lalu memperhatikan bunga-bunga kering yang tiba-tiba saja ada di atas kasur saya. Iya, saya tahu cerita ini tak masuk akal, tapi ini betulan terjadi.

Tapi, saya masih terus menghisap rokok itu sambil berpikir segala kemungkinannya.

“Kalau memang saya disantet, dan ada hantu, mungkin atau tidak Bapak saya tahu dan melindungi saya?”

Saya lalu berpikir lagi,

Waduh, kalau memang Bapak saya tahu dan bisa melihat saya sedang apa, mungkin dia sudah ngomel-ngomel kalau tahu saya suka ciuman, dan atau yang lainnya.” 

Sekar rokok masih terbakar, membuat kamar saya semakin berasap, dan pluk 

“Aw!”

Butiran sekar yang masih membulat dan terbakar mendarat di jari saya, dan spontan saya melempar sekar itu sampai ke kasur dan membuat sprei saya bolong kecil.

“Argh! Setan bangsat!” gumam saya sendiri

Saya kemudian mematikan rokok mentol itu, untuk kemudian membakar lagi rokok yang baru. Haha. Rokok mentol bisa bikin impoten.

Begitulah kalimat yang saya ingat dari obrolan Bapak dan kawan-kawannya dulu, ya dulu waktu saya masih kecil dan belum tumbuh susu saya.

Saya juga dulu suka disuruh beli rokok, Marlboro Putih. Itu rokok Bapak saya ketika masih kaya, setelah tercerai berai dan hanya menjadi tua bangka, ia sudah tidak merokok juga, mungkin karena mulai sakit-sakitan juga, di saat ini lah saya sudah merokok.

Rokok pertama saya Esse Honeypop. Ah, nikmatnya Esse Honeypop saat masih duapuluh lima ribu itu! Sampai saat ini, saya menghisap Win Click yang harganya tigapuluh dua ribu untuk dua puluh batang.

Saya menghabiskan 50% gaji saya untuk rokok. Memang bukan hal bagus, tapi semenjak ada rokok, hidup saya dipenuhi jadwal memaknai. Hari ini saja saya sudah menghabiskan satu setengah bungkus Win Click. Dari empat puluh batang, kini rokok saya tinggal delapan batang.

Lalu, saya iseng membuka lintingan rokok saya, dan saya menaburkan bunga-bunga kering ajaib itu.

Saya menghisapnya dan kemudian, bruk. 

Saya berada di sebuah hutan. Hutan biasa, dan tidak begitu gelap karena matahari masih bisa masuk. Saya melihat Bapak saya sedang duduk di hutan tanpa alas kaki dan ia merokok.

Saya sudah lama tidak melihatnya merokok. Rambutnya putih dan beruban seperti waktu dulu. Ia menggunakan kaos polo berwarna biru dan celana pendek berwarna krem seperti yang sering ia gunakan.

Ia menghisap rokok dengan nikmat sekali sambil melamun. Saya lalu menghampirinya, saya ingin sekali merokok bersama. Saya tidak pernah merokok bersama Bapak, karena ketika saya sudah mulai merokok, Bapak saya malah berhenti merokok.

“Ayah …”

Saya memanggilnya, tapi ia lalu berdiri dan beranjak.

“Ayah, minta rokoknya … ”

“Sana lu ah, ngerokok mulu!” bentak Bapak. Sudah lama sekali Bapak tidak membentak saya.

Bapak saya lalu meninggalkan saya, dan membawa kotak rokok Win Click. Saya mau merebutnya, tapi Bapak saya hilang entah ke mana.

Saya terbangun. Wah, ini sudah jam sembilan. Saya mengambil gelas dan meneguk dua-tiga air. Saya membuka kotak rokok saya, sisanya ada tujuh.

Author

  • Arini Joesoef

    Menulis puisi, prosa, melukis, dan bermusik tipis-tipis. Bukunya sudah 4, As Blue As You (2022), Jayanti (2023), Notes of The Lost Sheep (2024). dan Yusuf dan Sapi Betina (2025). Suka pamer dan suka bikin pameran.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like