Estetika Luka dalam Single Terbaru Pustaka Pagi: “Berpura-pura”

Minpang

Cerita tentang luka yang dibalut estetika.

Profil Singkat

Zia Urrohman, yang akrab disapa Zia, adalah seorang guru Matematika di salah satu SMA yang ada di Cikampek yang juga aktif berkesenian. Ia menjadikan dunia seni sebagai ruang pelampiasan atas keterbatasan biaya, waktu, dan fasilitas di masa lalunya, khususnya dalam bermusik. Semangat itu kemudian mendorongnya mendirikan Pustaka Pagi, sebuah proyek kreatif yang awalnya berbentuk kanal edukasi di YouTube saat pandemi, dan kini berkembang menjadi band indie dengan semangat dokumentasi karya.

Bersama Bobby, rekan lamanya, Zia membentuk Pustaka Pagi secara resmi pada 5 Desember 2024. Musik mereka banyak dipengaruhi oleh ragam genre, dari rock alternatif hingga folk kontemporer, dengan pendekatan yang cair dan naratif. Lewat single perdananya berjudul “Berpura-pura”, Pustaka Pagi mencoba menghadirkan suasana tenang sambil membuka ruang interpretasi bagi para pendengarnya.

Mari baca wawancara Nyimpang dengan Zia.

Halo, Kak. Sebelum masuk ke pertanyaan utama, boleh perkenalan dulu, ya

Nama saya Zia Urrohman, biasa dipanggil Zia. Saya ngajar Matematika di salah satu SMA yang ada di Cikampek. Tapi di luar profesi, saya cukup aktif di kesenian—semacam balas dendam sih, soalnya dulu serba keterbatasan dalam hal biaya, waktu, dan fasilitas. Pas SMA pengen punya studio band, pengen bikin album, tapi nggak punya uang. Jadi sekarang pelan-pelan saya kejar itu semua.

Gimana kabarnya hari ini? Lagi sibuk apa belakangan ini?

Alhamdulillah sehat walafiat, Kang. Kesibukan utama masih ngajar, tapi dalam sebulan ini saya juga cukup disibukkan bareng Bobby—partner saya dalam bermusik. Bandnya sekarang baru berdua, selebihnya tim produksi yang isinya temen-temen lama dari sekolah. Kita dikumpulkan dan disatukan lewat project lagu kemarin itu. Intinya sih ingin punya kumpulan karya dan bisa dipromosikan lebih luas.

Oke, langsung ke single terbaru nih. Bisa ceritain sedikit soal lagu “Berpura-pura”? Inspirasinya dari mana?

Inspirasi lagu ini sebenarnya nggak datang dari pengalaman pribadi anggota band. Awalnya saya bikin reff instrumental dulu, terus tiba-tiba kepikiran aja soal fenomena sosial—cowok punya cewek, terus ceweknya tiba-tiba dekat sama cowok lain yang lebih mapan. Itu kan cukup relate ya sama kehidupan anak muda. Ditambah unsur ironi, akhirnya jadi lagu. Harapannya sih lagu ini bisa jadi teman buat yang lagi patah hati. Musiknya sendiri juga banyak terinspirasi dari kultur indie yang slow: enak buat santai.

Buat saya pribadi sih, lagu ini ada unsur gimmicknya juga, karena begitu si cowoknya pengen neraktir makan, ehh malah ditolak sama ceweknya.

Hehehe, iya begitulah. Karena kalau orang udah nggak ada rasa lagi pasti pengen buru-buru udahan berinteraksi sama pacarnya tersebut.

Lagu ini terdengar emosional banget. Buat kamu sendiri, makna personal dari lagu ini apa?

Maknanya sih bebas ya, pendengar bisa tafsirkan sendiri. Karena liriknya nggak terlalu spesifik, jadi biar mereka yang berimajinasi sendiri tentang ceritanya, konflik, dan ending-nya seperti apa.

Siapa yang nulis lagu ini? Gimana proses kreatifnya?

Yang nulis saya sendiri, Kang. Waktu itu lagi libur, ada gitar, ada waktu luang, dan semangat buat berkarya. Awalnya pengen bikin tulisan panjang, tapi karena satu dan lain hal, akhirnya bikin lagu aja. Lagu ini mulai dari reff dulu, baru dikembangkan ke bait-bait lainnya. Bagi saya, susunan chord-nya ngalir banget.

Mungkin buat orang lain ini mainstream, tapi buat saya pribadi ini agak anti mainstream, karena ada sentuhan dramatik dan gimmick. Salah satunya kayak adegan cowok mesenin makanan buat ceweknya, tapi ceweknya nolak karena udah nggak pengen ada hubungan lagi.

Ceritain dong soal band Pustaka Pagi—sejak kapan terbentuk dan gimana awalnya?

Awalnya Pustaka Pagi itu nama channel YouTube saya yang berisi video pembelajaran waktu pandemi, sekitar tahun 2020. Lama-lama isinya nggak cuma soal pembelajaran, tapi juga bahas pendidikan secara umum. Lalu berkembang lagi, mulai ada perform musik. Nah, pas saya dan Bobby mulai produksi lagu, saya bilang, “Ya udah, kita bikin band aja.”

Nama “Pustaka” karena lagu-lagu kami semacam kumpulan tulisan. “Pagi” dipilih karena mewakili semangat dan kesegaran. Resmi terbentuk tanggal 5 Desember 2024, pas Bobby lagi nyanyi lagu selain “Berpura-pura” yang waktu itu belum direkam.

Genre musik kalian termasuk ke mana? Ada pengaruh dari band-band tertentu juga nggak?

Kalau genre, saya pribadi nggak mau terlalu ngotak-ngotakin sih. Nggak masukin ke kategori tertentu biar lebih bebas aja. Tapi kalau nanti masuk industri, mungkin akan masuk genre juga. Saya sering dengar Superman Is Dead, Pas Band, Bon Jovi, Avenged Sevenfold, terus makin ke sini lebih suka yang mellow kayak Payung Teduh, Pusakata, Parade Hujan, Gustiwi. Mereka ngasih pandangan baru ke saya bahwa musik juga bisa tenang dan tetap asyik.

Proses rekaman lagu “Berpura-pura” kemarin kayak gimana?

Proses rekamannya seru banget! Saya rekaman bareng Bobby, terus director-nya temen SMP saya juga. Studio-nya pun punyanya temen Bobby, jadi semuanya nyambung gitu. Kita bisa saling tukar referensi musik. Saya rekaman di Dalvan Recording, dibantu Dalvan yang memang udah mumpuni.

Kita sering debat kecil juga di sana, tapi justru itu bikin lagu ini lebih matang. Awalnya saya pengin nggak ada drum, tapi Bobby usul pakai ketukan ala bossa nova, terus masukin unsur elektronik. Dan ternyata cocok banget. Mereka semua support, padahal punya kesibukan masing-masing. Itu yang bikin saya merasa dihargai dan makin semangat. Persahabatan dari 2007 sampai sekarang, masih solid banget.

Lagu ini bakal masuk ke album atau project besar selanjutnya nggak?

Untuk sekarang sih belum ada rencana ke album ya. Lagu saya pribadi udah ada lebih dari sepuluh, tapi saya belum merasa layak untuk bikin album. Maunya sih rilis single dulu aja terus-menerus. Biasanya saya kirim draft suara ke Bobby, dia dengerin, lalu kita garap bareng sampai jadi lagu utuh.

Pustaka Pagi udah pernah tampil di mana aja?

Belum pernah tampil live, karena lagunya juga baru banget. Baru disunting, dipublikasikan, dan disebarkan ke beberapa temen.

Respons pendengar sejauh ini gimana soal single terbaru kalian?

Saya sudah baca semua komentar pendengar. Sebagian besar bilang bagus, cuma ada satu orang yang ngasih kritik soal vokal—katanya masih perlu banyak latihan. Tapi dia juga nyisipin permintaan maaf karena takut saya tersinggung. Padahal saya biasa aja. Justru itu jadi bahan introspeksi juga. Lagu ini memang nadanya rendah, jadi kesannya lemes di awal. Tapi pas reff, baru deh naik. Bobby bisa representasikan itu dengan baik.

Terakhir, apa harapan kamu untuk Pustaka Pagi ke depannya?

Harapannya sih sederhana: karya-karya Pustaka Pagi bisa didengar, bisa bantu menyegarkan suasana hati dan pikiran yang lagi mumet. Saya ingin dokumentasiin karya aja. Kalau bisa jadi besar, itu bonus. Yang penting terus jalan.

Minpang di sini~

Related Post

No comments

Leave a Comment