Dua Penulis, Satu Cerita, dan Sebuah Akhir yang Tak Terduga

Dua penulis berselisih ide dalam satu cerita.

Langit sore menguning keemasan saat dua orang duduk di sudut kafe yang ramai. Di antara mereka, ada secangkir kopi yang sudah setengah dingin, dua laptop terbuka, dan selembar kertas penuh coretan.

“Kalau kita buat tokohnya mati di akhir cerita, pasti lebih dramatis,” kata Alana sambil menggerakkan jemarinya di atas keyboard.

Raka, yang duduk di seberangnya, menggeleng. “Terlalu klise. Pembaca pasti bisa menebaknya dari awal.”

Alana mengangkat alis. “Lalu, menurutmu bagaimana?”

Raka mengetuk-ngetukkan jarinya di meja. “Bagaimana kalau tokohnya selamat, tapi kehilangan ingatannya? Semua perjuangan, semua kenangan, hilang begitu saja. Lebih tragis.”

Alana mendengus. “Kamu suka sekali menyiksa karakter kita.”

“Dan kamu terlalu sering membunuh mereka,” balas Raka.

Mereka tertawa kecil, lalu kembali menatap layar masing-masing.

Mereka berdua adalah penulis lepas yang sering bekerja sama dalam satu proyek. Awalnya, mereka hanya dua orang asing yang kebetulan diminta menulis cerita bersama. Tapi seiring waktu, perdebatan-perdebatan kecil di antara mereka berubah menjadi kebiasaan.

Alana suka kisah yang penuh emosi dan akhir yang menyayat hati, sementara Raka lebih suka memainkan psikologi karakter, menghadirkan ironi yang tak terduga.

Hasilnya? Tulisan mereka selalu menarik, selalu memiliki dua sisi yang saling melengkapi.

Namun kali ini, mereka menemui jalan buntu.

“Kita buat dua alternatif,” usul Alana akhirnya. “Satu versimu, satu versiku. Biar pembaca yang memilih.”

Raka mengangguk setuju. “Baiklah, kita lihat siapa yang lebih disukai.”

Mereka kembali menulis. Kopi di meja semakin dingin, suasana kafe semakin redup, dan hanya suara jemari mereka yang terdengar di antara denting sendok dan obrolan samar pelanggan lain.

Beberapa minggu kemudian, cerita mereka terbit. Seperti yang disepakati, ada dua versi akhir yang bisa dipilih pembaca.

Tapi yang mengejutkan, ada sesuatu yang tidak mereka duga.

Banyak pembaca yang bertanya di kolom komentar, “Apakah ada kemungkinan mereka berdua jatuh cinta?”

Alana dan Raka hanya saling pandang saat membaca komentar itu. Mereka tertawa kecil, tapi ada sesuatu di antara tawa itu—sesuatu yang samar, sesuatu yang tak mereka sadari sebelumnya.

Dan di antara semua akhir yang mereka tulis, mungkin ada satu akhir lain yang menunggu untuk mereka temukan.

Seorang hamba yang suka nulis, doyan ngopi, dan gemar mendalami berbagai hal baru.

Related Post

No comments

Leave a Comment