DPR dan Seni Menyengsarakan Rakyat

2 minggu setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekannnya, presiden Indonesia yang menyimpan jarak dari agenda kesetaraan gender alias Soekarno ini kemudian membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP. 29 Agustus ini kemudian dijadikan sebagai tanggal lahir DPR RI. Anjay, anak-anak manja itu sedikit lagi miladHayo, mulai dipikirkan ya mau joget pakai lagu yang mana untuk milad tahun ini. Urusan kerja bersama rakyat mah ya nanti lagi aja yang penting tunjangan, ya!

Tunjangan lima puluh juta per bulan didapat anggota DPR RI setelah mereka tak lagi mendapat rumah dinas. Rumah dinas yang sebelumnya dianggap tak layak huni. Anjir balaga si ieu~ Padahal rumah dinasnya itu masih bagus banget. Ambil contoh misalnya rumah dinas di kawasan Kalibata, luasnya sekitar 188 meter persegi dengan dua lantai seperti gambar di bawah ini:

Gambaran rumah dinas DPR yang kita biayai dengan zakat kita. 

Kerusakannya cuma sekedar plafon bocor, cat tembok terkelupas, dan muncul aroma tikus karena sudah lama gak dihuni. Betapa kasihan orang-orang DPR yang harus berkelahi dengan itu semua. Berbanding terbalik dengan kita-kita yang tinggal di rumah subsidi cicilan sebesar 21 meter. Itupun sering kena tipu developer dengan klaim “Free DP”. Berbeda juga dengan masyarakat lain yang hidup di utara Jakarta sambil harus was-was dengan debit air yang bisa saja meluap dan langsung menerjang rumah dengan bilik kayu keropos itu.

Sekarang, DPR tak diberi rumah dinas. Maka semenjak terpilih, para anggota DPR itu tentu kerepotan mencari kosan. Kemudian kita sebagai warga negara yang baik dan melakukan amal saleh, turut andil membayar pajak untuk membiayai kontrakan eksklusif para dewan di Senayan. Tentu saja rasa cinta kita kepada agama harus kita buktikan dengan membayar zakat untuk dibelikan tas mewah dan mobil keren.

Di tengah badai PHK dan gaungnya jargon efisiensi, seorang dewan yang terhormat sebut saja Eko Patrio, memilih untuk mengunggah sebuah video. Video tersebut menampilkan dirinya berlagak seperti seorang DJ yang menghibur kawan 1 almamater partainya untuk berjoget ria. Belum sampai di situ, Princess Puan sepertinya mendapat inspirasi dari Baskara Hindia yang bilang kalau semua orang bisa nyanyi dan “Cari suara lo!”. John Lennon patut murka karena lagunya dinyanyikan seorang sesombong Puan. Agaknya saat ini kita mesti percaya kepada peribahasa yang menyebut,

“Kalau kamu bermain dengan tukang parfum, kamu pasti bakal kebagian wanginya.”

Kehadiran para seniman ibukota di Senayan seperti Ahmad Dhani, Mulan Jameela, sampai Pasha Ungu sepertinya telah menyebarkan energi seninya kepada para penghuni gedung setengah lingkaran itu. Atau, kalau kita boleh berprasangka buruk, mari kita tuduhkan semua ini kepada Uya Kuya, om rambut palsu sang raja hipnotis. Sepertinya ia telah menghipnotis semua orang di sana untuk lebih percaya diri mengekspresikan diri mereka,

“Kita kan artis.”

Padahal, kalau Uya Kuya mengingat kehidupan artis sebelum populer, Uya Kuya harusnya mawas diri. Gak semua artis itu bergelimang harta seperti DPR kecuali kamu punya nama dan jaringan. Iya, kan? Seniman mana yang mendapat tunjangan beras Rp12.000.000? Seniman kebeli rokok saja sudah untung. Atau, Uya Kuya punya persepsi yang lain soal artis? Hoooo artis yang dimaksud Uya Kuya mungkin seniman yang menghasilkan penderitaan rakat. Anjay~ 

Artis kan seniman, bukan selebritis yang gajinya banyak itu. Berbicara soal gaji, Krisdayanti sebagai anggota DPR menjelaskan bahwa di awal bulan ia menerima gaji Rp16.000.000. Total tunjangan Rp59.000.000 diterima lima hari setelah mendapat gaji pokok. Adapun dana aspirasi sebanyak Rp450.000.000 yang diterima lima kali dalam setahun. Dana kunjungan ke daerah pemilihan atau reses sebesar Rp140.000.000 diterima delapan kali dalam setahun. Jadi totalnya setahun dari dana aspirasi dan reses aja mencapai Rp3.370.000.000. Fantastis! Dapat tunjangan rumah pula supaya gak perlu macet-macetan dari Bintaro ke Senayan seperti yang dikeluhkan Nafa Urbach.

Setahun yang lalu, KPK sempat menginvestigasi tentang dugaan korupsi pengadaan bara g dan jasa renovasi rumah dinas anggota DPR RI yang berlokasi di kawasan Ulujami dan Kalibata. Mode korupsinya adalah mark up atau penggelembungan dana. Terkait kasus itu, tersangkanya sudah disebutkan yaitu Sekjen DPR RI Indra Iskandar (dan 7 orang lainnya).

Minimnya transparansi penggunaan dana oleh anggota DPR juga memicu kemarahan publik hari ini. Dari mana dan dengan cara apa rakyat bisa memantau penggunaan dana itu? Lewat situs DPR RI gak bisa, lewat situs OpenParlement.id gak ada informasinya. Aplikasi DPR NOW yang sempat digembar-gemborkan ternyata juga gak ada di Playstore. Padahal menurut UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan informasi Publik (KIP), masyarakat berhak mendapatkan informasi seputar pemerintahan. Seperti tercantum dalam Pasal 7 UU No. 14 Tahun 2008

(1) Badan Publik wajib menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan.

(2) Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.

(3) Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Publik harus membangun dan mengembangkan sistem informasi dan dokumentasi untuk mengelola Informasi Publik secara baik dan efisien sehingga dapat diakses dengan mudah.

 

Pertanyaannya sederhana:

Apa anak-anak manja DPR ini memang introvert dan menghargai privasi sampai alergi dengan keterbukaan? Atau ya gak mau dikepoin aja?

Kalau memang itu masalahnya, kita rasa rakyat perlu tahu aliran dana yang diberikan setiap bulan. Rakyat yang bayar pajak, rakyat yang membiayai semua kepentingannya, tapi rakyat tidak berhak tahu ke mana uangnya mengalir. Padahal kalau semua dibuka, tentu tidak perlu ada kecurigaan soal dana aspirasi yang raib entah ke mana. Tetapi justru di situlah letak asyiknya! DPR lebih rela hidup manja, boros, dan menjadi beban. Ah! Beban!

Beberapa waktu lalu pun, sebuah AI yang menunjukkan wajah ustazah Sri Mulyani bilang beban. Untunglah itu semua hanya AI, kalau manusia, sudah ditangkap dan dibui pasti.

“Itu hoaks”,

“Informasinya tidak benar”, atau

“Rakyat belum paham mekanisme.”

Mekanisme tahi kucing! Mekanisme perut kosong rakyat karena sembako makin hari makin naik harganya?! Mekanisme freshgraduate yang cari kerja setengah mati tapi ujung-ujungnya selalu kalah sama yang bayar calo?!

Kami tahu berjulid tidak ada fungsinya, namun rasanya, di tengah Indonesia yang semakin gila sampai kita berharap kiamat segera datang, ada baiknya hari jadi DPR yangjatuh pada 29 Agustus nanti, kita layak mengucapkan,

“Selamat menua, anak-anak manja Senayan! Semoga lekas dewasa sebelum menjadi tolol bersama-sama dan diledekin Sahroni!”

Sampai di sini, sudah ada yang berpikir Purwasuka akan menggruduk seperti Pati? Ah! Apapun itu, teruslah melawan dan berdaya! Melawan dari berbagai sisi dan lini. Rakyat sudah terlalu lama diperlakukan sebagai sapi perah, sementara gedung Senayan terus menjelma istana manja, dan kalau kelak mereka tetap bebal, tetap tolol, tetap jadi anak manja, tenang za sejarah selalu punya cara untuk menertawakan orang-orang yang lupa diri.

Minpang di sini~

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like
Yuk Berkawan

Bareng-bareng kita berkarya dan saling berbagi info nongkrong di grup whatsap kami.

Promo Gack dulu, dech Ayooo Berangkat!