Pagi sekali–antara kini dan pagi-pagi yang terlewati. Di luar kamar ku sering sekali ibu-ibu itu kehilangan niat pergi belanja.
Alih-alih membeli sayuran, ia selalu hendaki dirinya di depan teman yang sedang buka warung. Lalu membaca puisi getir yang ia tulis sendiri pada tulang dahi: tentang suaminya yang menyebalkan, anaknya yang kurang ajar dan nasib-nasib buruk yang menggiliri masa tua.
Barangkali di depan menu sarapan dan kopi aku melakukan hal yang sama. Barangkali hidup ialah mencatat sejarah beserta tragedinya.