Tulisan ini merupakan pengalaman nyata yang dialami Dewi, kerabat saya. Kemarin, ia bercerita dan meminta bantuan kepada saya untuk mempublikasikan pengalamannya di Nyimpangdotcom. Harapannya tak muluk-muluk, Dewi cuma ingin semua korban dan penyintas mengerti bahwa (kita) gak sendiri.
TRIGGER WARNING.
Tulisan ini mengandung konten sensitif, bisa jadi beberapa bagian sangat menganggu kenyamanan kamu. Jika kamu merasa gak nyaman membacanya, gakpapa, kok. Kamu bisa berhenti membaca ini dan menenangkan dirimu. Tulisan ini didedikasikan untuk semua korban pelecehan dan kekerasan seksual, laki-laki atau perempuan. Kami cuma ingin kamu tahu, kamu gak sendiri. #MeToo
*
Saya shock saat itu. Saya merasa napas saya sangat sesak. Ternyata benar, Mama pernah bilang,
“Gak usah cari tahu tentang Papa.”
Saya pikir, Mama egois dan berambisi untuk memiliki saya sepenuhnya. Faktanya, Mama ternyata korban perkosaan Papa, persis dengan cara yang saya alami: diberikan minum yang telah dicampur obat tidur.
Bahkan, Papa menikah-cerai sampai 11 kali. Begitu saja terus. Saya merasakan sakit yang amat, ketakutan, kegelisahan, dan banyak hal lain yang gak bisa saya sebutkan. Saya merasa sakit di bagian vagina saya, saya mengalami ketakutan bahwa saya hamil. Saat itu saya merasa gagal menjadi anak yang membanggakan Mama. Saya menghancurkan harapan Mama.
Kalau saya hamil, saya mungkin akan membebani Mama, menyulitkan Mama. Mungkin itu yang Nenek rasakan, mungkin itu juga alasan Nenek sering terlihat lelah dan memperlakukan saya seperti bukan siapa-siapa. Di usia tuanya, Nenek harus mengurus saya. Mungkin saya mengingatkan Nenek kepada Papa yang tidak bertanggung jawab dan brengsek. Saya merasa kotor, merasa rendah diri, merasa hina, dan gak berguna sama sekali.
Setelah kejadian tersebut, saya tidak berani interaksi dengan laki-laki. Sampai akhirnya, seperti remaja pada umumnya, saya bertemu dengan seorang laki-laki yang kehadirannya seperti pahlawan di tengah kemalangan hidup saya. Saya membuka diri saya buat menerimanya. Dan seperti kebanyakan kisah menyedihkan lainnya, kesenangan-kesenangan kecil itu cuma terjadi di awal saja.
Saya memang merasa diterima “sepenuhnya” oleh laki-laki ini, dan saat itu juga saya merasa bahwa laki-laki ini adalah anugerah yang Tuhan kasih buat saya. Dia terlihat menerima saya di awal hubungan. Dia mengetahui kondisi keluarga dan keuangan saya, dan dengan perhatian penuh, dia selalu memberikan saya sejumlah uang setiap minggu. Dia juga baik kepada Nenek saya. Semakin lama, saya dapat melihat dia yang sebenarnya.
Dia semakin sering mengatur saya dan mengontrol saya. Saya menduga, mungkin itu dampak dari saya yang selalu menerima uang yang ia berikan. Padahal, saya tidak pernah meminta. Tapi saya tidak menyalahkan dia sepenuhnya, sebab dalam kasus ini, saya toh menerima uang itu juga. Tapi saya mulai merasakan ada yang janggal ketika sedikit saja saya melakukan kesalahan, dia selalu menggunakan tangannya untuk memukul saya.
Saya tidak menyangka, setelah apa yang saya alami (saya ceritakan juga pada dia), dia justru berbuat seperti apa yang sering saya takutkan selama ini. Dia sering memukul dan berkata kasar kepada saya. Beberapa kali pukulannya menjadikan wajah saya babak belur, dia bahkan memukul saya di tempat umum, di hadapan banyak orang. Dia selalu marah ketika keinginannya gak bisa saya penuhi.
Satu waktu dia pernah memaksa saya untuk berhubungan di WC tempatnya kerja, tapi saya menolak dan saya memilih pulang jalan kaki. Tapi kaki saya diseret dan kepala saya dibenturkan dengan keras ke tembok. Hal menyakitkan yang lagi-lagi ada dalam hidup saya.
Hubungan saya dan dia bertahan selama 1 tahun. Beberapa kali saya berbicara soal ini, dia selalu minta maaf dan berbicara tentang depresi, gangguan mental, dan lain segalanya, dan tentu untuk saya yang masih muda dan rentan itu, saya terus memaafkannya. Toh, dia juga menerima saya yang sudah gak ‘suci’.
Saya berpikir dia pasti bisa berubah, dan berkali-kali saya mencoba meyakinkan itu, tapi nyatanya dia gak bisa berubah. Saya merasa lelah, saya merasa energi saya habis dan terkuras. Saya memutuskan mengakhiri hubungan. Dan tahu apa yang dia lakukan? Dia berteriak sambil membawa pisau ke rumah saya.
bersambung