Dari Tragedi Timothy Kita Belajar bahwa Branding Bagus Belum Tentu Akhlaknya Bagus

Perundungan terhadap Timothy Anugerah Saputra (22), mahasiswa semester 7 prodi Sosiologi  Universitas Udayana selama masa hidupnya masih dalam penyelidikan. Dari sejumlah saksi baik dari teman-teman sekelasnya ataupun dari komunitas Timothy yaitu Front Muda Revolusioner, belum ada yang memberikan kesaksian bahwa Timothy menerima perundungan yang membuat ia depresi dan bunuh diri. Meskipun begitu, tentu perundungan harus kita kecam.

Perundungan terhadap Timothy lewat pesan di sebuah grup WhatsApp tersebar luas. Hal itu terjadi setelah Timothy melompat dari lantai empat gedung FISIP Universitas Udayana. Mengutip dari Detik.com Timothy diketahui telah memiliki masalah kesehatan mental sejak duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Dekan III FISIP Unud, I Made Anom Wiranata berdasarkan penuturan ibu Timothy, dalam sidang organisasi mahasiswa yang digelar oleh DPM FISIP Unud pada Kamis (16/10/2025) sore.

Namun, ayah Timothy memberikan keterangan bahwa Timothy memang mengalami gangguan pendengaran saat masih kecil. Dibawa lah Timothy ke THT dan setelah dibersihkan telinganya, semuanya normal. Sedangkan Timothy kesulitan bersosialisasi dengan teman SD-nya karena sejak kecil ia berbahasa Inggris dan teman-temannya belum ada yang bisa diajak berbicara bahasa Inggris, Hal itu pula lah yang membuat Timothy pindah sekolah dan mendapatkan bimbingan psikolog. Ibunya Timothy memberikan kesaksian bahwa anaknya telah melakukan konseling pada psikolog sejak SMP namun konseling itu berhenti setelah Timothy lulus SMA dan tak melanjutkan lagi konseling sejak ia masuk kuliah.

Belum habis kesedihan atas kematian putra tunggalnya tersebut, munculah perundungan yang dilakukan oleh beberapa mahasiswa universitas Udayana atas kejadian nahas yang menimpa Timothy. Sekelompok mahasiswa tersebut dengan tega dan seakan tak punya hati mengejek jasad Timothy di sebuah grup WhatsApp. Isinya begini:

Nanggung bgt klo bunuh diri dri lantai 2 yak,” tulis salah satu anggota grup.

Badan garbon gitu mao diangkat, mandiri dikit,” tambah yang lain.

Mentalnya gak kuat kl dari lantai 4.”

Koe bantu angkat ke lt 3 deh.”

Mati gak?”

“Oalah mati ya. Baguslah.”

“Nahan tawa gue jir wkwkwk.”

Tindakan beberapa mahasiswa universitas Udayana yang merundung  Timothy di grup WhatsApp tidak bisa diterima. Tindakan tersebut amat nirempati. Rasanya tidak pantas keluar dari mulut orang -orang terdidik.

Adapun para perundung kematian Timothy berjumlah 11 orang, berikut daftar lengkapnya:

1. Calista Amore Manurung – Fakultas Kedokteran 2021, Profesi Dokter 2024, Dokter Koas di RS Ngoerah.

2. James Halim – Fakultas Kedokteran 2021, Profesi Dokter 2024.

3. Erick Gonata – Fakultas Kedokteran 2021,  Profesi Dokter 2024.

4. Leonardo Jonathan Handika Putra – Fakultas Kelautan 2022, Wakil Ketua BEM 2025.

5. Maria Victoria Viyata Mayos (Vita) – FISIP 2023, Kepala Departemen Eksternal Himapol FISIP Kabinet Cakra.

6. Muhammad Riyad Alvitto Satriyaji Pratama – FISIP 2023, Kepala Departemen Kajian, Aksi, Strategis, dan Pendidikan Himapol.

7. Ryan Abel – FISIP 2023.

8. Anak Agung Ngurah Nanda Budiadnyana – FISIP 2023, Wakil Kepala Departemen Minat dan Bakat Himapol.

9. Vito Simanungkalit – FISIP 2023.

10. Jetro Ferdio – Fakultas Perikanan 2022.

11. Ayu Tasyantari – Fakultas Teknologi Pertanian 2022.

Pihak kampus Universitas Udayana mengecam keras segala bentuk ucapan, komentar, atau tindakan nir-empati, perundungan, kekerasan verbal, maupun tindakan tidak empatik, baik di dunia nyata maupun di ruang digital. Tindakan seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai Tri Dharma Perguruan Tinggi dan etika akademik universitas.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Ditjen Dikti Kemdiktisaintek) menyatakan tidak ada ruang untuk bullying di lingkungan kampus.

Adapun sanksi yang diberikan pihak Udayana kepada para pelaku perundung ini dinilai masih amat minim. Mereka hanya diberhentikan secara tidak hormat dari organisasi kampus dan diberikan nilai D selama satu semester. Padahal, menurut Minpang, hukuman yang pantas bagi mereka harusnya dikeluarkan dari kampus. Itu bare minimum, ya.

Orang tua Timothy sudah melaporkan kejadian ini kepada pihak kepolisian dan menyerahkan semua penyelidikannya. Ayah Timothy masih tidak percaya bahwa anaknya meninggal karena bunuh diri.

Amat sangat disayangkan lagi bahwa beberapa diantaranya adalah calon dokter, profesi yang amat dekat dengan urusan nyawa seseorang. Dari kejadian perundungan ini, kita bisa tahu bahwa seseorang dengan profesi yang terlihat menyelamatkan belum tentu punya akhlak yang bagus. Meskipun kita juga gak bisa tutup mata bahwa manusia, apapun pekerjaannya, gak akan lepas dari kesalahan dan dosa-dosa blunder lainnya.

Minpang kemudian stalk ke IG salah satu pelaku dan melihat banyak repost-an terkait isu-isu sosial dan politik yang kemarin ramai, (sebut saja 17+9) kita jadi bisa tahu bahwa gak semua orang yang kelihatannya “membela yang lemah” akan membela temannya juga. yang kelihatannya “bisa nyembuhin” justru membuat orang lain sakit.

Ironis, ya? Kita hidup di zaman caption di Instagram bisa lebih manis daripada prilaku di dunia nyata. Peduli Palestina, repost soal diskriminasi, ngomel soal ketidakadilan negara, ngomongin anti-seksisme, teriak-teriak kesehatan mental tapi bikin orang berobat juga. Barangkali kita lupa bahwa ketidakadilan paling keji justru lahir dari mulut sendiri.

Tapi mungkin begitulah… manusia. Ada yang jago bersolidaritas lewat jempol, fafifu naninu, posting selayaknya ibu peri, tapi malah jadi pelaku dan justru gagal menolong saat ada yang betulan butuh. Fak branding! 

Kita sering ngerasa udah cukup jadi orang baik cuma karena ikut demo, share berita, dan marah-marah soal kezaliman pemerintah. Padahal, banyak dari kita yang jadi penguasa kecil di tongkrongan kita sendiri. Mengatur siapa yang boleh masuk dan siapa yang pantas disambut. Siapa yang wajib dicuekin, atau yang harus dibentak duluan dan disebut gila.

Kemudian kemarin, seseorang meninggal. Kematiannya dibicarakan dan kampus ngapain? Kasih nilai D dan pecat dari organisasi.

Lucu. Seolah nyawa manusia gak lebih berharga daripada transkrip nilai. Seolah setelah semester depan selesai, semua bakal baik-baik aja. Seolah trauma bisa sembuh hanya karena pelaku mangkir dan gak hadir pas nongkrong dan kumpul-kumpul.

Hati-hati sama semua orang. Ingat! Dijaga kalau punya mulut!

Gak jarang yang keliatannya paling santun, paling paham isu, paling rajin senyum, paling “welcome to everyone” justru yang paling merasa diri oke, paling lihai ngasih label, dan paling tega ngebunuh pelan-pelan.

Jadi, jangan gampang percaya sama branding dan titel, karena kadang yang ada dan tersisa dalam dirinya cuma haus kontrol dan validasi seperti NPD dan monyet-monyetnya. Bahkan monyet gak pernah melakukan perundungan. Semuanya bertarung di medan arena, tanpa followers, murni kekuatan dan daya bertahan. Mana nih yang katanya manusia makhluk paling mulia?

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like