“Ada orang gila dibunuh dekat sini, dan orang di kafe ini cuma bisa gibahin skandal ewe anak band indie Jakarta. Bedebah ignorant semuanya!”
Egi Tansil, vokalis Man & Tears dengan cekekan plastik item di tangan kirinya itu masuk kafe kami. Tanpa salam dan basa-basi langsung ambruk di sofa panjang, seperti sekarung beras.
Plastik hitam di tangannya hampir lepas. Semua orang tahu itu ciu. Baunya luar biasa menyengat, bakal tak enak ke pelanggan lain kalau sampai tumpah segala.
Jon, head bar kami memberi isyarat padaku dan mengambil alih mesin espresso. Ia mengambil botol kecil dari laci, nampaknya ia akan membotoli apapun yang dicekeknya.
Aku curiga di balik permusuhan diam-diam antara Egi Tansil dan Jon, ada sejenis intrik yang khas. Anak laki-laki memang selalu mengucap emosi mereka dengan cara yang buruk. Mungkin sesekali mereka harus betulan mikir pakai kepala.
Satu hal yang aku tahu soal laki-laki, cinta mereka tak pernah lebih besar selain untuk teman mereka sendiri. Andai tak ada batas moral atau apalah, kukira mereka akan saling menikahi.
Jon membopong Egi ke kamarnya di belakang, aku hampir lupa pesanan terakhir yang ditangani Jon. Apakah Capuccino atau Americano?
Mungkin aku bisa menebaknya dari pelanggan-pelanggan yang datang.
Dari mesin ini di tempat yang masih dapat kurasakan dengan mataku, Rin sedang memukuli kepala Nik dengan topinya. “Oh astaga Rin, aku harus menata sedikit riasanku!”
Kukira dia akan menyadari warna lipstik pemberiannya Minggu lalu.
Ngomong-ngomong, dengan model keakraban mereka yang mencurigakan, aku yakin dua atau tiga tahun lagi mereka akan bunuh diri di bathtub hotel yang sama. Aku lebih suka bayangin ini andai Rin tak akan peka denganku.
Masing-masing akan memilih cutter dengan warna kesukaannya. Yah, kau tak bisa menebak apa yang akan dilakukan penulis cerita pendek tidak terkenal dan penggemar fiksi sains pasca-apokaliptik yang terobsesi pada apapun selain aku.
Oh ya, pesanannya pasti Americano untuk Rin, dan es kopi susu untuk Nik.
Ngomong-ngomong siapa orang gila yang dibicarakan Egi Tansil?
Masjid mana yang mengadakan pengajian tengah malam begini?
Tak tahan oleh sakit gigi, tak tahan hidup sendiri, tak tahan melihat keributan twitter, tak tahan oleh tiupan angin yang berisi bisik-bisik speaker toa masjid yang entah apa isinya, berakumulasi pada istilah yang ia bikin sendiri: Ketaktertahanan Tak Berhingga.
Jika ia terus mendekam dalam kamar gelap ini, ia bisa mati karena tangannya yang bergerak otomatis mengiris nadinya sendiri. Kau takkan pernah tahu bagaimana kutukan Ketaktertahanan Tak Terhingga bisa mengambil alih seluruh fungsi tubuh dan kesadaranmu dan melakukan apapun untuk menghancurkan dirinya sendiri.
Pada tahun-tahun lampau Ketaktertahanan Tak Berhingga itu membuatnya berjalan kaki dari rumahnya di kisaran gang Mangga Pasar Jumat ke Tongkrongannya di Parcom dengan telanjang bulat dan busa shampoo pada rambutnya.
Memang bunga kecubung sanggup merampok kewarasan, tapi kalau kau heran kenapa dua orang lainnya memilih minum air genangan hujan dengan sedotan; atau membersihkan masjid raya; maka kuberitahu apa yang membuatnya mengira jarak antara Pasar Jumat dan Parcom seperti jarak WC ke kamarnya sendiri. Itulah salah satu hal yang bisa kau lihat dan saat Ketaktertahanan Tak Berhingga merampas otak dan tubuh manusia. Kecubung, jamur tahi sapi, lem Aibon, tak mungkin melakukan hal sejauh itu.
Kami semua tahu tato bunga matahari meranggas dan layu di pantatnya, tapi baru tahu kalau buah zakarnya ternyata jauh membuatnya tampak lebih nelangsa. Alih-alih bikin ketawa, pusaka yang mengatung di selangkangannya itu mengundang iba.
Sepasang buah zakar yang malang itu besar sebelah. Maksudku, tidak ada sepaket buah zakar dengan berat yang sama, tapi punyanya betul-betul kontras seperti bandingan telur penyu dan telur puyuh.
Hal itu jadi berdampak lebih serius pada “anggota” paket pusaka lainnya, jika kau tak khawatir dikira punya selera humor rendahan, kau pasti akan tertawa membayangkan batang zakarnya yang seperti kepala anak kangguru di kantung indukannya.
Dua ekor kucing berkejaran dan melintas di bawah meja, kalian kaget sebab kucing itu menyintas cepat di antara kaki-kaki kalian. Si pencerita di antara kalian, Nik ngajenghak: kucing anjing!
“Cuma psikopat yang benci kucing. Aku bertaruh kau pasti pernah dengan sengaja keluar malam dan diam-diam membunuh satu atau dua ekor.”
Yang dituduh cuek. Ia merasa tak jenak karena mulutnya kering. Cerita belum selesai, tapi seorang perokok tahu betul apa yang otaknya inginkan: sedikit nikotin dan kafein, untuk melumasi plot cerita dan menawar rasa masam di mulutnya.
“Lalu kenapa memangnya kalau ia punya penis seperti anak kangguru?”
“Kau pernah dengar prinsip pertukaran setara alkimia?”
“Ya. Kenapa memangnya?”
“Belikan aku Samsu dan refillkan kopiku. Lihat, sudah tandas sampai ke es batunya olehmu. Kalau mau tahu seperti apa gelagat psikopat, harusnya kau sadari kebiasaanmu mengunyah es batu.”
“Cerewet. Aku sepakat untuk kopi, tapi tidak untuk yang satunya”
Nik melengos, serah kau saja.
Rin, mengangkat tangannya ke arah bar, gadis manis dengan lipstik orange menyambut panggilannya dengan riang. Persis seperti awal saat ia mengantar minuman kalian. Nik meminta sebatang rokok darinya.
Nik melengos, serah kau saja.
Rin, mengangkat tangannya ke arah bar, gadis manis dengan lipstik menyambut panggilannya dengan riang. Persis seperti awal saat ia mengantar minuman kalian. Nik meminta sebatang rokok darinya.
Sampai mana tadi? Ah ya, anak kangguru.
Dilihat dari manapun, semua penis memang tidak photogenic. Akhirnya terjawab kenapa di usia 36 ia membujang, dan hidup di jalur sunyi kesenian.
Ketaktertahankan Tak Berhingga bikin kepalanya mulai berkabut.
Sambil menahan ngilu di gusi kanannya ia menoleh kanan kiri mencari arah suara yang mengganggu di jam segini peuting.
Tak bisa dikira dari mana sumber suara, ia ke gerbang dan mendapati orang gila lanjut usia sedang mengobrol dengan tong sampah depan bengkel.
Ia tak cukup marah untuk menendang mulut orang asing atau mencekik leher entah siapa itu, tapi juga tak cukup berjiwa pahlawan untuk menanyakan sudah makan atau belum, meski ia sendiri cuma kenal satu kali waktu makan dalam sehari. Namun di antara keduanya pasti ada yang akan terjadi. Maka yang terjadi, terjadilah.
Jauh dari TKP, tapi lumayan dekat dari tangan kita, para pemakan bangkai di twitter berkerumun di tagar #SpillTheTea pesta pora.