Menggugah Kesadaran Feminis melalui Sejarah Nakba dalam Farha (2021)
Semuanya tepat, temponya lambat tapi representatif banget.
Kita mau ngulik dan ngenalin karya-karya (dari film, musik, dan buku) sampai ke akar, dan menjadikannya “personal”.
Untuk kamu yang ingin melihat atau mencoba “membaca” karya dengan kacamata lain, yanglebih jujur, lebih dalam, lebih nyimpang. Inilah
Semuanya tepat, temponya lambat tapi representatif banget.
Permasalahannya sekarang, aku sedang merasakan tujuan yang samar sekaligus obsesiku yang menggebu-gebu.
Lihatlah bagaimana Exupery menggunakan analogi pohon baobab untuk kedengkian yang lama-lama menghancurkan hidup kita.
Dan ndilalah lambenya bocah kelas 5 ini tidak terkondisikan dengan baik. Mereka nyeplos: guru kok banyak tidak tahunya.️
Aaah affah iya? kata saya ketika membaca judul yang gak senonoh itu. Padahal, tongkrongan artsy kan gak cuma anak-anak yang kemarin ada di Medioker tapi ya biar menarik aja weh~ Gengan Agus Artsurd dan Noval membuat acara yang saya rasa kelewat kurang ajar kalau di poster mulai jam 3.30 tapi datang jam 5 sore. Sesekali […]
Apakah konsep post-rock ini sama dengan konsep posmo? Entahlah. Biar Lord Farid yang jawab.
Pokoknya, tiap episodenya apa yang akan Pupus lakukan dibenturkan dengan problem. Ya, sama seperti kita. Realistis sekali, bukan?
"Selamat menikmati hari kiamat kalian." Adul Grelio dalam Don't Look Up (2021)
"Dalam kegelapan, aku memutuskan untuk bekerja" - Farah dalam Film Penyalin Cahaya (2022)
Kalau begitu, gak ada artinya kita jadi Polisi. -Hendro dalam Kala, 2007.