Membuang Waktu Hidup
-
Puisi-puisi dari Para Penyimpang, dikurasi oleh kami untuk mewakili apa yang menurut kami, NYIMPANG BANGET. Alias ori dan dekat dengan “Semangat Zaman” ini.
Di sinilah Para Penyimpang menjadikan puisi jadi tempat pelarian, perlawanan, atau sekadar main-main rasa. Baca, atau ikutlah mencatat bersama kami.
TELUR MATA SAPI di balik tudung tersaji seakan menyapa “lihatlah aku sekarang” siap menghilangkan lapar kabarmu masih kutanyakan ; sapi siapa ? masih ada kamu disini ; mata tak pernah berkedip dalam lahap, ada yang bergumam “apa yang kau tanya belum tentu sesungguhnya ada jawaban” sebelum mendapatkan jawaban, menyimpan seribu heran […]
The Bitten Apple there was An Apple. on A Man’s dining table A Man plucked it from a tree in front of his house. He fell in love with the color of its skin. refreshing and teasing. but He was full and left The Apple on the table when He drove to hang […]
Kehilangan Pada gelisah yang basahdan rindu yang mengeringaromamu beriramabisikmu membekaskecupmu menancap di sanubarikasih, betapa indahnya kisah Kitamelewati malam-malam yang rembulanmenikmati setiap pagi yang embunmenjelajahi siang sampai ke titiknya yang paling sunyiyang redup redamsayang, tapi kamu tak bisa lagi kutemui Merindukan Saat bimbang datangada luka yang terbukaada hasrat yang menyayat hatiada bunyi yang terpatriyang teringat namun […]
1 Melihat WS Rendra menulis puisi yang diapresiasi seluruh pegiat literasi di dunia ini yang membuat bumi menangis yang membuat langit meringis “Mengapa kalian membacakannya di tempat yang remang-remang? Tidak di Gedung Yudistira?” Melihat WS Rendra menulis puisi dan dikagumi seluruh pegiat literasi namun bumi merasa malu dan langit tersipu “Mengapa kalian tak membacakannya di […]
PERNIKAHAN pada desir angin yang kesekian, kauberjanji datang meski gemuruh datangdan guruh-hujan merintang jalan kau tentu pernah mengingat hujan itu ketika kita duduk di tepi danauberandai-andai jika kelak menjadi pasangansuami-istri. nyatanya kandas dan ditentangorangtua kita, bukan? aku tak keberatan kau datang, walauyakin kau akan terluka dan sakit hati. bahkansaat kau membaca kiriman undanganku, kan? sebenarnya […]
Kemanakah aku harus mengaduMenciptakan jalan menuju rinduJalan yang buntu di persimpangan waktu Ataukah aku harus meniti kenanganDi antara sembab luka yang tersiratPada sebatang puisi paling hakiki Barangkali perjalanan itu benar-benar buntuDalam penantian menapaki jejak rinduLalu berliku menuju gubuk gerhanamu Kemanakah aku harus mengaduKe matamu ataukah pada hatimuYang selalu menyusun menara di jantungku
Lembayung senja percaya diri meronaMengungkap diamku yang terjebak pada puisiBait demi bait menjadi gundukan aksara yang berantakanMenjadikan aku pujangga gagal Kertas usang kurangkai menjadi tumpukanKemudian bersama puisiku tersusun menjadi sebuah bukuKutulis berulang acap kali senja berakhir menyapa rembulan Meski dengan rima yang masih berantakanPuisiku hendak melahirkan romansaDengan diksi-diksi yang akan dirindukanNamun tersisih pada senja yang […]