Anak Bupati
Anjir kata gua. Belagu banget anak King padahal lu takut lemari dan suara nangis almarhumah jatoh dari lantai 12 kan. Yeu! Lagi demam aja lu minta anter ke toilet daripada ngeliat kunti terus pingsan kaya temen lu.
Puisi-puisi dari Para Penyimpang, dikurasi oleh kami untuk mewakili apa yang menurut kami, NYIMPANG BANGET. Alias ori dan dekat dengan “Semangat Zaman” ini.
Di sinilah Para Penyimpang menjadikan puisi jadi tempat pelarian, perlawanan, atau sekadar main-main rasa. Baca, atau ikutlah mencatat bersama kami.
Anjir kata gua. Belagu banget anak King padahal lu takut lemari dan suara nangis almarhumah jatoh dari lantai 12 kan. Yeu! Lagi demam aja lu minta anter ke toilet daripada ngeliat kunti terus pingsan kaya temen lu.
Tubuh menjadi ikan asin Menjadi sales, menjadi beton dan bunga Menjadi buruh, menjadi kereta api Menjadi mobil dan ringtone hp
Kau kan hidup di pohon raksasa bersama mitos peri dan Ayahuasca juga grafik dari Petenera! Lari dalam sajak tentang gitar tanpa Dylan!
Rembulan Semerah Darah di Langit Kurusetra Rembulan sedang purnama di langit Kurusetra, ketika anak-anak Pandu ngelmu kepada Resi Durna Sang Begawan dari Sokalima Mereka gladi menthang jemparing seolah sedang merentangkan garis takdir O, lihatlah panah Si kembar Nakula-Sadewa Warastranya hanya berdesing di udara Tiada satu sasaran terkena jua, asa mereka hampa menapaki jalan ksatria […]
Halo, ada seorang mengetuk rumput ilalang ini Dengan meja makan lengkap sepotong kue bulan. Tak lagi hanyut di laut mana. Mengembara dan memburu siapa.
Menanti Pengakuan Lekang kalbu menunggu kepastian Terguyur waktu terpanggang pengorbanan Gontai jiwa memanggul penantian Berharap setangkai pengakuan Jauh sudah langkahku Hingga hilang jejak rasaku Tergerus lincahnya sang waktu Yang terus iringi harapanku Bersandar jiwa dibatang risau Sesekali dihempas rasa ragu Menggoyahkan keinginan yang kukuh Melebur mimpi untuk menggapai hal yang indah […]
Teras Warung Indomie Bagaimana aku bisa menjelaskanAubade daun yang tidak kau sapu di halaman tiap pagi. Dengan cara apa aku meneruskanSetiap sunyi dan lari kecilnyaSetelah sekian banyak waktuBerusaha memahami detaknya sendiri.Di kamar ini dinding merekatkan sayap icarusMemetakan jejak patah dalam bantal sayupMemandikan bola lampu, mengusapnyaDengan banyak kegelapan menawarkan jalan cepat, menuju malam-malam tahun 1900 sekian.Pagi […]
Membuatnya seolah mengenal bahasa bintang dan bahasa pasir. Paling terik hanya sejengkal ini hanya monolog bintang mati.
Pagi, Bagaimana? Lampu kota mengerdip di balik kacaSungai cahaya mengalir deras dari balik kacamataKesepian para sopirPemandangan umum seperti menelan sarapan pagi. Homo Jakartensis mengantri pengetahuanDi balik catatan Khalil GibranArus ekonomi si Budi seperti membeli mi instan di warung kaki lima. Atau berjejal mengantre sop ayam dan membicarakan pembangunan kota.Pemandangan purba dari ruang patriarki kita. Jalanan […]
Kutang penyair ibukota melulu menghujani alam dengan interupsi yang singkat
Bareng-bareng kita berkarya dan saling berbagi info nongkrong di grup whatsap kami.