Tak Ada Hantu di Pondok Indah
Tak ada Hantu di Jakarta.
Puisi-puisi dari Para Penyimpang, dikurasi oleh kami untuk mewakili apa yang menurut kami, NYIMPANG BANGET. Alias ori dan dekat dengan “Semangat Zaman” ini.
Di sinilah Para Penyimpang menjadikan puisi jadi tempat pelarian, perlawanan, atau sekadar main-main rasa. Baca, atau ikutlah mencatat bersama kami.
YANG KUTAHU aku tak tahu bagaimana menulis yang ku tahu aksara adalah aku aku tak tahu bagaimana menulis yang ku tahu metafora tak lagi kaku aku tak tahu bagaimana menulis yang ku tahu diksi melirih pelan aku tak tahu bagaimana menulis setengah tinta yang aku hidup Purwokerto, 4 Februari 2020 BUKAN […]
Tidak Ada Kabar Baik Tidak ada kabar baik Kabar-kabar buruk menumpuk seperti ribuan surat dari negeri jauh. Negara cuma tuan yang pandai membariskan polisi dan tentara. Seorang kawan berpulang, ia terlalu baik buat negara yang bangsat Esok barangkali giliran aku, kau, & kita tidak pernah ada yang tahu, tidak pernah. Hidupmu […]
Arah dan Hilang Mungkin, kita hanya makhluk tersesat yang buta arah dan meraung minta ditunjukkan Lajurnya abstrak dan terlalu sulit diterjemahkan Koridor kehidupan terllau ambigu untuk kita yang rindu rahim ibu Kadang kita kehilangan wisma dalam sukma yang jarang bertuan Kita lagi-lagi hanya menanti untuk perubahan instan Kita hanya berusaha secukupnya Kita hanya sekumpulan naif […]
Cinta Tanpa Tapi Kuserahkan segalanya untukmu Oleh-oleh dari mimpi kasihku rendam nafsu yang meriam berbakti tanpa berharap puja-puji aku Ismail, ikhlas berkurban Atas keyakinan keridaanmu 2025 Tergantung Mainnya Relawan gentayang Survei lapangan sudah dapat jatah berapa? tergantung kemarin masa kampanye pokoknya aman buat bekal 5 tahun mendatang Sekarang meregang […]
Surat dari Tuhan Surat dari orang kumuh tak terbalas memanggil jiwa ikut andil Ingin bebas peraturan menindas, tanpa menimbang suara rakyat yang terhempas Memang tuan paling terhormat Kami harap negeri ini jangan tersesat kemerdekaan sampai gerbang belum masuk dalam kesejahteraan yang tenang Sering kali sunyi merampok nasib kita masih waras, tuan kepala keras. Purwakarta, 28 […]
Lelaki yang Memeluk Dirinya Sendiri Ada luka yang dipeluknya sendiri juga yang lain memiliki Ada kecewa yang dilukisnya sendiri Juga sekitar mengusirnya Juga tangis diusap sunyi sendiri Sebab katanya airmata bukan untuknya Dipaksa tegak menenggak dahaga Sebab bising ditelinganya “Lelaki adalah apa itu pusat energi” Ditekuknya kaki Ditunduknya kepala Dipeluk juga ia punya raga Namun […]
menguap di antara janjiku padamu dalam dingin perasaan ini mengukir di antara suara parau
dan kita mulai bertanya: hendak bawa yang mana, dari semua luka yang tersisa?