Tarawih di Saf Depan
Seorang anak bertekad tarawih di saf depan, tetapi godaan gorengan di rumah menguji kekhusyukannya.
Bagaimana membaca “semangat zaman” kiwari?
Tentu saja melalui isi kepala dan keresahan dibentuk menjadi karya-karya seni. Di sinilah Para Penyimpang mendokumentasikan seanagt-zaman mereka.
Entah itu tulisan, visual, audio, atau bentuk-bentuk lain yang belum punya nama. Di sini kami berkarya tanpa banyak aturan—asal jujur, berdaya, dan bikin mikir (atau minimal bikin senyum sendiri).
Seorang anak bertekad tarawih di saf depan, tetapi godaan gorengan di rumah menguji kekhusyukannya.

Potongan-potongan kenangan absurd, manis, dan intim—tentang cinta, kebebasan, dan hal-hal kecil yang bikin hidup terasa lebih seru.

Berburu es buah favorit untuk buka puasa ternyata membawa ke kejutan yang tak terduga.

Keingintahuan yang membara membawanya ke batas tipis antara keyakinan dan godaan.

Terdapat pergulatan batin manusia dalam menghadapi kehidupan, membawa pembaca menyusuri lapisan emosi yang dalam, dan refleksi yang menggugah.

Perjalanan sembilan remaja ke desa seberang untuk menonton layar tancap berubah menjadi pengalaman tak terduga yang menguji keberanian dan batas realitas mereka.

Ketika kegelapan bangkit, ngeri pun menelan tanpa ampun.

Setelah seharian bekerja, Neng terlibat percakapan tak terduga dengan dampal kakinya—penuh keluhan, humor, dan ironi.

Kelelahan ibu yang ditelan kerja dan insomnia, kelaparan di tengah malam yang membangkitkan kenangan, serta pertemuan pahit dengan memori lama yang tak kunjung pudar.

Seorang pendatang baru yang canggung diajak ikut ronda malam. Tanpa diduga, ia menemukan kehangatan di antara para warga. Tebak-tebakan absurd pun menjadi pemecah suasana.
