Pintu Neraka di Belakang Jam Kerja
Pabrik, rumah, kafe—tiga panggung kekerasan dan kemunafikan.
Bagaimana membaca “semangat zaman” kiwari?
Tentu saja melalui isi kepala dan keresahan dibentuk menjadi karya-karya seni. Di sinilah Para Penyimpang mendokumentasikan seanagt-zaman mereka.
Entah itu tulisan, visual, audio, atau bentuk-bentuk lain yang belum punya nama. Di sini kami berkarya tanpa banyak aturan—asal jujur, berdaya, dan bikin mikir (atau minimal bikin senyum sendiri).
Pabrik, rumah, kafe—tiga panggung kekerasan dan kemunafikan.

Menyimpan luka, bertarung sunyi, lalu memeluk senyap.

Dua penulis berselisih ide dalam satu cerita.



Cinta, mati, dan pencarian makna dalam sunyi jiwa.


Menulis nama Tuhan adalah dedikasi dan kecintaan Idris.


Di antara aroma batagor dan kenangan yang mengendap, ia kembali ke meja makan yang hanya tersisa dalam ingatan, tempat ibu dan dirinya yang kecil masih setia menunggu cerita yang belum sempat usai.
