Karya

Bagaimana membaca “semangat zaman” kiwari?

Tentu saja melalui isi kepala dan keresahan dibentuk menjadi karya-karya seni. Di sinilah Para Penyimpang mendokumentasikan seanagt-zaman mereka.

Entah itu tulisan, visual, audio, atau bentuk-bentuk lain yang belum punya nama. Di sini kami berkarya tanpa banyak aturan—asal jujur, berdaya, dan bikin mikir (atau minimal bikin senyum sendiri).

Rembulan Semerah Darah di Langit Kurusetra dan Puisi Lainnya

Rembulan Semerah Darah di Langit Kurusetra Rembulan sedang purnama di langit Kurusetra, ketika anak-anak Pandu ngelmu kepada Resi Durna Sang Begawan dari Sokalima Mereka gladi  menthang jemparing seolah sedang merentangkan garis takdir   O, lihatlah panah Si kembar Nakula-Sadewa Warastranya  hanya berdesing di udara Tiada satu sasaran terkena jua, asa mereka hampa menapaki jalan ksatria […]

Yang Membabat Habis Sebagian Besar Hidup Saya

Saya menghapus jejak para baron di tubuh saya: yang membabat habis sebagian besar hidup saya sampai tak tersisa apa-apa. Tidak ada apa-apa lagi di tubuh saya, terlebih lahan buat menyemai benih. Matahari membakar beberapa batang pohon karet yang masih melekat di perut dan tangan saya setelah memuntahkan getahnya semalam. Saya lalu menyulut beberapa helai ganja […]

Saya Juga Berhak Merdeka

* Balai Desa Sukanalar geger. Pagi-pagi sudah terjadi keributan, atau lebih tepatnya unjuk rasa. “Kang Turah sesat, murtad! Dia harus pergi dari kampung ini!”  seru para warga yang demo di depan Balai Desa. Tidak jelas siapa yang memimpin, namun Jumat pagi itu telah berkumpul sekitar 50 orang yang berunjuk rasa. Dan yang menjadi obyek tuntutan […]

Anak Desa

Ada tetangga bilang,“Ayah adalah sosok lelaki yang hanya bisa bersembunyi di balik ketiak istri,”

Menanti Pengakuan

Menanti Pengakuan Lekang kalbu menunggu kepastian Terguyur waktu terpanggang pengorbanan Gontai jiwa memanggul penantian Berharap setangkai pengakuan   Jauh sudah langkahku Hingga hilang jejak rasaku Tergerus lincahnya sang waktu Yang terus iringi harapanku   Bersandar jiwa dibatang risau Sesekali dihempas rasa ragu Menggoyahkan keinginan yang kukuh  Melebur mimpi untuk menggapai hal yang indah     […]

Seekor Lintah dan Garam di Meja

Seekor lintah pernah hinggap di leher saya setelah saya bermain di rawa. Saya bergidik geli sambil mencoba melepaskan hisapannya. Saya menangis dan Ibu menaburi garam sampai lintah itu mati mengering kehabisan lendirnya.

Teras Warung Indomie

Teras Warung Indomie Bagaimana aku bisa menjelaskanAubade daun yang tidak kau sapu di halaman tiap pagi. Dengan cara apa aku meneruskanSetiap sunyi dan lari kecilnyaSetelah sekian banyak waktuBerusaha memahami detaknya sendiri.Di kamar ini dinding merekatkan sayap icarusMemetakan jejak patah dalam bantal sayupMemandikan bola lampu, mengusapnyaDengan banyak kegelapan menawarkan jalan cepat, menuju malam-malam tahun 1900 sekian.Pagi […]

Cinta yang Berumur Pendek

Aleh duduk bersila di pinggiran kolam ikan mujair sambil melempar pakan dan cengar-cengir sendiri. Ratusan kepala ikan mujair berukuran siap panen dan gemuk-gemuk itu cuap-cuap dan saling tindih di permukaan kolam berebut jatah makan. Meskipun pandangan Aleh memang lurus menatap ikan-ikan yang ia rawat dengan penuh perhatian, namun yang muncul dalam penglihatannya adalah segambar wajah […]

Pilkades

Jam dinding masih menunjukkan pukul 5 ketika Kang Ja, begitu ia biasa disapa, sudah terlihat rapi dan wangi. Ia duduk di serambi rumahnya menikmati sarapan ubi rebus dan secangkir kopi. Tak ketinggalan pula beberapa batang kretek yang masih utuh, menunggu untuk disulut. Sebenarnya bangun pagi adalah hal yang lumrah baginya. Profesi sebagai petani membuatnya terbiasa […]