Karya

Bagaimana membaca “semangat zaman” kiwari?

Tentu saja melalui isi kepala dan keresahan dibentuk menjadi karya-karya seni. Di sinilah Para Penyimpang mendokumentasikan seanagt-zaman mereka.

Entah itu tulisan, visual, audio, atau bentuk-bentuk lain yang belum punya nama. Di sini kami berkarya tanpa banyak aturan—asal jujur, berdaya, dan bikin mikir (atau minimal bikin senyum sendiri).

Seekor Lintah dan Garam di Meja

Seekor lintah pernah hinggap di leher saya setelah saya bermain di rawa. Saya bergidik geli sambil mencoba melepaskan hisapannya. Saya menangis dan Ibu menaburi garam sampai lintah itu mati mengering kehabisan lendirnya.

Teras Warung Indomie

Teras Warung Indomie Bagaimana aku bisa menjelaskanAubade daun yang tidak kau sapu di halaman tiap pagi. Dengan cara apa aku meneruskanSetiap sunyi dan lari kecilnyaSetelah sekian banyak waktuBerusaha memahami detaknya sendiri.Di kamar ini dinding merekatkan sayap icarusMemetakan jejak patah dalam bantal sayupMemandikan bola lampu, mengusapnyaDengan banyak kegelapan menawarkan jalan cepat, menuju malam-malam tahun 1900 sekian.Pagi […]

Cinta yang Berumur Pendek

Aleh duduk bersila di pinggiran kolam ikan mujair sambil melempar pakan dan cengar-cengir sendiri. Ratusan kepala ikan mujair berukuran siap panen dan gemuk-gemuk itu cuap-cuap dan saling tindih di permukaan kolam berebut jatah makan. Meskipun pandangan Aleh memang lurus menatap ikan-ikan yang ia rawat dengan penuh perhatian, namun yang muncul dalam penglihatannya adalah segambar wajah […]

Pilkades

Jam dinding masih menunjukkan pukul 5 ketika Kang Ja, begitu ia biasa disapa, sudah terlihat rapi dan wangi. Ia duduk di serambi rumahnya menikmati sarapan ubi rebus dan secangkir kopi. Tak ketinggalan pula beberapa batang kretek yang masih utuh, menunggu untuk disulut. Sebenarnya bangun pagi adalah hal yang lumrah baginya. Profesi sebagai petani membuatnya terbiasa […]

Pangeran Kecil

Membuatnya seolah mengenal bahasa bintang dan bahasa pasir. Paling terik hanya sejengkal ini hanya monolog bintang mati.

Seekor Burung di Udara

Hatiku gelisah, kengerian maut telah menimpa aku. Aku dirundung takut dan gentar, perasaan seram meliputi aku. Pikirku: ”Sekiranya aku diberi sayap seperti merpati, aku akan terbang dan mencari tempat yang tenang, bahkan aku akan lari jauh-jauh dan bermalam di padang gurun. Aku akan segera mencari tempat perlindungan terhadap angin ribut dan badai.”Mazmur 55: 6-9.

Sore dan Rafika Duri

Pagi, Bagaimana? Lampu kota mengerdip di balik kacaSungai cahaya mengalir deras dari balik kacamataKesepian para sopirPemandangan umum seperti menelan sarapan pagi. Homo Jakartensis mengantri pengetahuanDi balik catatan Khalil GibranArus ekonomi si Budi seperti membeli mi instan di warung kaki lima. Atau berjejal mengantre sop ayam dan membicarakan pembangunan kota.Pemandangan purba dari ruang patriarki kita. Jalanan […]

Kota Taring

Kutang penyair ibukota melulu menghujani alam dengan interupsi yang singkat

Suara Cicak dari Timur Jauh

  Suara Cicak dari Timur Jauh   Apa yang berharga di laut tak bernama Bau berbiji lada, manisan buah pala? Hal-hal apa yang penting? Mimpi-mimpi para tekukur berlayar dalam sejarah terbakar? Serta nafsu kemarau dalam bubuk mesiu di palka perahu;   Atau noktah di laut lepas dan moncong senjata yang meregang di jantung hidungmu? Atau […]

More posts
Yuk Berkawan

Bareng-bareng kita berkarya dan saling berbagi info nongkrong di grup whatsap kami.

Promo Gack dulu, dech Ayooo Berangkat!