Mari Belajar Menerima Hidup yang Tidak Kita Pilih
Sekarang, rasanya seperti mencabut duri dari daging sendiri. Menyakitkan, melelahkan, tapi harus dilakukan.
Kolom ini berisikan esai opini mengenai kejadian-kejadian terkini dan personal. Ditulis sesantai yang kami mampu, seserius yang kami bisa.
Harapannya, suatu hari nanti kita bisa melihat kembali bagaimana kita mencatat peristiwa-peristiwa yang telah lewat.
Sekarang, rasanya seperti mencabut duri dari daging sendiri. Menyakitkan, melelahkan, tapi harus dilakukan.
Kulari ke pantai, kemudian kupinjol. Kulari ke hutan, kemudian digigit ular. Kita journaling, tapi sambil ngecek likes. Kita liburan, tapi berutang demi terlihat aesthetic.
Ketika perusahaan bersikap sewenang-wenang, negara harus hadir! Negara sewenang-wenang, Pemprov bantu! Kalau udah gak bisa bantu, semua masyarakat bersatu!
Di dunia yang patriarki abiez ini, omongan "Kemarin aku liat setan" lebih dipercaya daripada "Kemarin aku kena pelecehan."
Lingkungan dalam kapitalisme bukanlah entitas suci yang dihormati demi dirinya sendiri. Ia adalah sumber daya: sesuatu yang harus diekstraksi, dikelola, dan jika perlu, direstorasi.
Kalau gak bisa membuat polisi-polisi beranjak dari kursi untuk patroli, ya aktifkan saja jam malamnya. Gitu aja kok repot.
Popularitas KDM sebagai gubgram menghasilkan kesadaran palsu lewat platform digital.
Kalau bisa nyalahin HP, kenapa harus nyalahin sistem pendidikannya?
Kita perlu memahami bagaimana mengeluarkan keraguan.
Mau jadi horang kayah aja, soalnya horang kayah mah bebas beranak!