Hidup adalah Tahi Masing-Masing
Kan gitu, saya mah. Ya kalau kalian enggak gitu mah ya syukur lah. Tapi buat saya tetap, semua orang sama di mata duit. Hidup adalah tahi masing-masing! Nying!
Kolom ini berisikan esai opini mengenai kejadian-kejadian terkini dan personal. Ditulis sesantai yang kami mampu, seserius yang kami bisa.
Harapannya, suatu hari nanti kita bisa melihat kembali bagaimana kita mencatat peristiwa-peristiwa yang telah lewat.
Kan gitu, saya mah. Ya kalau kalian enggak gitu mah ya syukur lah. Tapi buat saya tetap, semua orang sama di mata duit. Hidup adalah tahi masing-masing! Nying!
Yang lelah berhak untuk istirahat, yang menyerah memiliki kebebasan untuk menentukan batas keterlibatannya, dan yang berapi-api tidak perlu merasa sendirian
Ada sebuah pepatah hukum yang bilang bahwa “Politik itu harus tunduk pada hukum, bukan sebaliknya.” Prinsipnya jelas, kepentingan politik apapun harus patuh terhadap hukum. Prinsip ini sering dijadikan landasan etis dalam bernegara, bahkan menjadi kerangka hukum di berbagai negara, termasuk kecuali Indonesia. Lalu, masih di Indonesia, muncul sebuah kisruh politik dan hukum yang tentu saja […]
Satu-satunya jalan menuju konsolidasi itu hanya apabila rakyat tercekik (karena susah makan dan harga kebutuhan pokok tidak terjangkau) dan pemimpin negeri ini sudah tidak lagi bisa dipercaya karena kebijakannya menyengsarakan rakyat. Kemenangan Prabowo (baca: Jokowi) adalah bukti dua syarat itu belum tercapai.
Gruduk DPR sambil dengerin Bernadya yang ini:Kudengar kamu sibuk ke sana kemari, bersihkan namamu di mata orang lain. Kau cerita dari sisimu, kau bilang tak semua salahmu, berharap ada yang memihakmu~
Sekarang, setelah semua yang dilewatin, rasanya ada yang perlu diubah. Pesan Ibu tentu selalu akan jadi bagian penting dalam hidup, tapi mungkin sekarang saatnya buat nyari keseimbangan. Belajar tetep penting, kerja keras juga gak kalah penting, tapi menjaga hati dan buka diri buat orang lain juga bukan hal yang salah, kan?
November 1813, Raffles mesti melepas ratusan ribu hektar tanah negara ke tangan swasta, dengan alasan yang kala itu dianggap terlalu umum: negara alami krisis keuangan. Jawa yang saat itu berada di bawah kendali pemerintahan kolonial Eropa, yang seyogyanya mewarisi kedigdayaan VOC dalam urusan bisnis, nyatanya menjadi negara yang hobi kekurangan uang. Alih-alih memutar roda perkebunan […]
Saya menarik napas panjang. Jadi, buat apa kemarin-kemarin kita workshop, technical meeting, dan rapat membahas kurikulum merdeka? Nyatanya jauh sekali dari kata merdeka. Ya seperti anak-anak skena dengan tagar #NoSexism tapi waktu temannya jadi pelaku pelecehan dan kekerasan seksual malah hadir yang paling depan sebagai yang mengintimidasi dan menihilkan korban.
Pemerintah pun angkat tangan, karena merasa sudah berhasil menunaikan tugasnya dalam menertibkan pasar, sehingga mereka bisa memamerkan (hasil kerjanya?) di konten-konten sosial medianya kelak, supaya mendapat ribuan sanjungan di kolom komentar.