Momen lebaran adalah hal yang dinantikan seluruh umat muslim di dunia, khususnya Indonesia. Terkecuali orang-orang yang masih terlihat single (atau memang betulan single), pertanyaan “Kapan nikah?” jadi bagian paling horor dan bikin keki untuk sebagian orang. Padahal, nikah bukan goals semua orang.
Fenomena di Indonesia
Tingkat perceraian di Indonesia pada Tahun 2022 mencapai 500ribuan kasus. Angka ini meningkat 15% dari tahun sebelumnya. Ini merupakan kasus perceraian yang terdaftar menurut data statistik di Indonesia. (https://dataindonesia.id/ragam/detail/ada-516344-kasus-perceraian-di-indonesia-pada-2022) Masih banyak lagi perceraian yang belum terdaftar atau “cerai agama” dan mungkin akan menjadi lebih banyak lagi kasusnya (
Banyak pula pernikahan yang masih terpaksa dijalankan dengan alasan “yang terbaik untuk anak” sehingga mereka terlihat utuh tetapi hancur lebur didalamnya seperti lagu Indah Tak Sempurna milik Stand Here Alone. Tapi, menikah bukanlah sesuatu hal yang paling diimpikan oleh semua generasi saat ini, karena sebagian orang memiliki trauma melihat keluarga mereka sendiri ataupun belum siap dengan tuntutan dari keluarga yang biasanya dari pihak keluarga wanita, atau ya memang gak mau aja. Tingginya mahar dan tuntutan acara pernikahan yang megah menjadikan orang-orang lupa sebenarnya esensi dan tujuan pernikahan itu sendiri apa?
Kenapa Nikah?
Pada Bulan Januari 2023 saya mengadakan survei ala-ala terhadap 10 orang laki-laki dari berbagai kota besar yaitu Jakarta, Bandung, Karawang dan Yogyakarta.
4 dari 10 orang memberikan alasan menikah karena pacaran yang sudah terlalu lama, 3 dari 10 orang memberikan alasan menikah karena tuntutan keluarga dan usia, 2 dari 10 orang memberikan alasan menghindari free sex dan 1 orang sisanya menikah karena ikut-ikutan (karena mantan sudah menikah duluan). BOOM!
Inikah yang disebut dengan kesiapan dalam menjalankan dan membangun sebuah rumah tangga? Pantaslah otak ini gak bisa berhenti mix & match teori-teori cocoklogi soal tingkat perceraian.
Minimnya Edukasi Pernikahan
Mayoritas kasus perceraian di dalam negeri pada 2022 merupakan cerai gugat, alias perkara yang gugatan cerainya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan. Jumlahnya di Indonesia sebanyak 400ribuan kasus, dan alasan utama didominasi oleh faktor ekonomi.
Saya menjadi bertanya-tanya apakah memang benar ekonomi menjadi sebuah alasan? Atau ada hal lain yang sebenarnya tidak pernah dilirik oleh orang-orang yaitu kurang fahamnya masyarakat tentang tujuan pernikahan, yang dimana setelah dua sejoli memutuskan untuk menikah apa yang harus mereka lakukan? Jangan sampai menikah hanyalah transisi dari masa pacaran atau kelanjutan dari pacaran dengan gambaran laki-laki mencari nafkah, kemudian wanita mengalami kehamilan, mengurus anak dan mengurus keluarga. Padahal nyatanya gak sesimpel itu, ada peran yang harus diperhatikan dalam menjalankan pernikahan.
Menikah Itu Membangun Generasi, Cuy
Andai mindset kita diubah, sex itu bertujuan untuk “membangun generasi” mungkin point of view orang-orang akan lebih sakral dan bijak. Menikah sudah pasti akan sangat berkorelasi dengan sex yang bertujuan untuk mendapatkan keturunan. Terkecuali bagi meraka yang MBA (Married By Accident) disebut juga perkawinan yang dilakukan karena kecelakaan berupa kehamilan yang terjadi sebelum pernikahan diselenggarakan. Gak jarang juga keterpaksaan pernikahan ini tidak heran banyak pernikahan yang tidak berhasil. Kalau udah gini, siapa yang menjadi korban atas keegoisan atas nafsu mereka? Ya, lagi-lagi anak-anak.
Maraknya kekerasan dalam rumah tangga dan kurangnya tanggung jawab kedua orang tua dalam menjalankan dunia pernikahan menjadi sebuah cermin besar bagi anak-anak mereka. Jadi bukan sebuah fenomena yang aneh jika timbul opsi generasi muda untuk menunda pernikahan lama atau bahkan tidak menikah sama sekali. Atau munculnya kelompok orang yang memilih untuk menjalani childfree karena ketidaksiapan, ataupun ketakutan anak mereka tidak akan bahagia. Makanya, menikah itu harus cukup ilmu dulu gak, sih? kalau setuju ya sok, enggak juga gakpapa~
Intinya, kalau lebaran nanti tantemu bertanya “Kapan kamu menikah?” maka saya bisa bantu jawab “Ini lagi dalam proses persiapan mencari ilmunya tan, karena menikah itu untuk membangun generasi ndak bisa sembarangan.” harus dijawab seserius itu deh kayanya, ya syukur-syukur ngasih wejangan, ilmu, terus dibantu booking gedung sekaligus catering. Atau mungkin, Para Penyimpang punya jawaban cerdas lainnya?