Kisah sebelumnya baca di sini
“Bug dan cesss. Lembut, seperti bunyi kepala jatuh ke bantal 25 ribuan yang dijual amang-amang Pasar Minggu sepanjang pinggir jalan Galuh Mas,” kata Sanusi.
Di depannya, seorang penyidik malas-malasan menulis keterangannya.
“Bayangkan, Pak!” Sanusi mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, “Sepagi ini … Bapak bangun, kejar-kejaran dengan terbitnya matahari, mandi abis kerja seharian. Pulang ke rumah, rebahan, tanpa mandi, menjatuhkan kepala pelan-pelan ke atas bantal 25 ribuan. Bughhh, cesss.”
Pak Polisi seperti ingat sesuatu. Dulu sewaktu di akademi, pelatih bela diri yang mendalami Krav Maga pernah menjelaskan,
“Persendian manusia ibarat jantungnya tulang belulang. Seseorang bisa mati kalau jantungnya pecah atau paru-parunya bolong. Organ sevital itu kalau luka ya jadinya gagal fungsi organ. Manusia bisa mati karena itu. Mati yang, ya … sangat sakit tapi sebentar, lah.”
Sementara itu, cara kerja kematian pada kasus luka di persendian kira-kira seperti ini: Tubuh yang terus-terusan mengirim sinyal rasa sakit ke otak, sampai pada titik yang tidak bisa ditanggung manusia, akan secara otomatis mengaktifkan mekanisme bertahan pada otak. Sayangnya, mekanisme bertahan itu menyebabkan otak menidurkan dirinya sendiri atau dengan kata lain: mati. Kematian karena rasa sakit yang tidak tertahankan. Kematian jenis ini hanya dapat terjadi bila persendian manusia terluka parah.
“Saat itu terjadi, apakah ada orang selain Bapak dan dua orang itu di sekitar TKP?”
“Cuma saya sendiri, Pak. Kalaupun ada, paling Raqib Atid,” Sanusi menelan ludahnya.
Matanya membulat bersiap mengeluarkan kalimat pamungkas “Pak Polisi wajib mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah! Berkat mereka, saya nganggur. Kalau saya tidak nganggur, mana mungkin saya begadang. Kalau tidak begadang, mana mungkin saya jadi saksi mata satu-satunya … Eksklusif lagi! Yang pertama kali melihat langsung eksekusi Keparad terhadap koruptor!”
“Keparad … keparat! Ckck.” gumam Pak Polisi menahan kesal.
Kelompok Patriotik Radikal. Nama itu lagi. Kumpulan pemuda yang dikompori seorang profesor yang awalnya bercita-cita mendirikan Negara Kelima, sebelum akhirnya berubah jadi sekelompok pembantai. 25 jiwa—atau koruptor dalam sudut pandang Keparad dan para pendukung mereka—gugur dieksekusi dengan cara berbeda, namun sadis. Beberapa korban ditemukan dalam kondisi tidak utuh, beberapa utuh namun kehilangan organ tubuh. Kesamaan satu tubuh dengan tubuh lainnya adalah luka berpola segitiga yang diukir di dada, tepat di depan jantung. Itu cara Keparad menandai perbuatan mereka sekaligus mengirim teror.
Dalam enam bulan ke belakang, polisi dibantu Interpol mengerahkan seluruh sumber daya memburu Keparad. Satu-satunya petunjuk yang mengarah ke Keparad hanya sebuah buku berjudul Negara Kelima karya Es Ito, penulis enigmatik yang misterius. Buku itu beredar tahun 2005 oleh penerbit yang sama misteriusnya dengan si penulis.
Harusnya aksi Keparad dikategorikan kasus pembunuhan berantai. Serial killer seperti kisah-kisah detektif di luar negeri. Tiga bulan lalu, Kapolri menetapkan Keparad sebagai jaringan teroris yang harus diburu dan dimusnahkan sesegera mungkin dengan alasan “Menginspirasi tindakan main hakim sendiri di wilayah hukum Indonesia.
Sejak jenazah pertama berinisial HS, tersangka korupsi bansos, ditemukan dengan kondisi pipi menggelembung mengulum penisnya sendiri enam bulan lalu. Hingga saat ini, jalanan tidak lagi aman bagi para pejabat. Kalau tidak gugur dihabisi Keparad, mereka diamuk massa.
Pak Polisi menekan tombol enter cepat dan dalam, sambil menarik napas panjang. Jam jaganya sudah habis beberapa waktu lalu, ia ingin cepat-cepat pulang ke rumah lalu melupakan sejenak ribut-ribut Keparad ini.
“Tinggal cetak, terus tidur,” katanya cepat.
*
Saksi Mata: Sanusi (34), belum menikah, warga Desa Pinayungan, Telukjambe, Kabupaten Karawang.
Kronologis:
Waktu itu jam setengah empat pagi. Saya gitaran di pos ronda, pak. Sendiri. Teman-teman saya sudah pada pulang ke rumah. Terus saya lihat bapak-bapak usia sekitar 50 tahun, lari dari arah Telukjambe ke Tuparev. Saya pernah lihat mukanya di tivi, dia pakai baju oranye, namanya saya lupa eui. Waktu lari, dia juga masih pakai baju oranye, persis sama seperti warna baju yang dia pakai waktu muncul di tivi.
Terus si bapak itu jatuh. Gedubrak. Saya lihat banyak darah di badannya. Sepertinya kepalanya bocor. Jalanan memang gelap pak, tapi dari lampu di pos ronda, saya lihat pakai mata kepala sendiri, warna merah banyak banget.
Tidak lama, di belakang di bapak, berdiri sekitar empat atau enam orang berpakaian serba hitam. Mereka tiba-tiba aja ada di situ. Seperti ninja. Sat set, wuzzz.
Si bapak sudah minta maaf dan ampun-ampunan. Dia tapi tidak minta tolong. Seandainya minta tolong pun, belum tentu saya mau menolong. Saya gemetaran, pak, duduk di pos ronda. Saya tahu itu Keparad, soalnya salah satu dari mereka sempat bilang bubarkan bubarkan gitu sambil mengayunkan palu sebesar kepala bayi ke tempurung kaki si bapak. Bugh, nyesss. Bunyinya gitu pak.
Iya pak, betul, betul, si anggota Keparad itu bilang, “Bubarkan Indonesia, bebaskan Nusantara, bentuk Negara Kelima”. Persis seperti yang pak polisi bilang. Tidak kurang. Tidak lebih.
Saya tidak terlalu ingat pak, karena kondisi gelap. Sepertinya antara mereka pakai topeng, atau helm, yang jelas, muka mereka tidak kelihatan.
*
Zing zing zing. Mesin printer selesai mencetak keterangan Sanusi. Tinggal mencocokkan keterangan saksi mata dengan temuan tim Inafis di TKP. Lalu dihubungkan dengan hasil autopsi.
Sebelum beres-beres berkas, Pak Polisi baca ulang keterangan Sanusi, sambil membuka grup WhatsApp Tim Elang Permata 21. Ia buka pesan satu-satu, dan berhenti di pesan yang dikirim pimpinannya.
*
Hasil identifikasi sementara temuan jenazah atas nama Agus Bagja. Perkiraan meninggal, 2 Juli, Minggu pagi, sekitar jam empat pagi. Ditemukan dalam komdisi tergantung. Penyebab utama kematian trauma benda tumpul pada tempurung kaki. Luka luar yang terlihat: tempurung kaki hancur sampai tidak berbentuk. Luka memanjang di kepala karena benda tumpul. Luka berbentuk segitiga karena benda tajam di dada dekat jantung. Lecet-lecet di punggung, diduga karena diseret. Bola mata kiri pecah karena benda tumpul. Dada kanan membiru, diduga rusuk patah. Memar di leher (luka setelah kematian, karena tali tambang). Darah keluar dari hidung dan mulut, dugaan sementara karena kerusakan organ dalam tubuh. Kuping kanan dan kiri putus, hilang dan belum ditemukan. Luka bakar di paha kanan, lengan kanan dan kiri, diduga karena api obor? (Dalami lagi, konfrontir keterangan saksi, apakah para pelaku membawa dan menyalakan obor). Tumbukan benda tumpul pada semua jari kaki, kanan dan kiri, menyebabkan tulang jari kaki patah dan rusak. Potongan vertikal di lidah menggunakan benda tajam, sekitar 5 cm. Kuku jari tangan lepas, luka di semua jari tangan, dugaan sementara dicabut menggunakan tang. Luka koyak (seperti bekas gigitan anjing?) di penis. Luka tusuk (sebesar jarum) di testis kanan dan kiri, masing-masing tiga luka. Luka karena alat cukur di kepala, diduga setelah mati korban dicukur.
*