“I’m in,” kata Sanusi pelan.
Layar di depannya menampilkan barisan angka dan huruf berlatar putih. Ada simbol sirip ikan paus di bagian kiri atas aplikasi yang sedang terbuka. Ia menggeleng tiga kali, kemudian meraih kuping gelas di sisi kanan dekat tetikus.
Sial, katanya. Kalau bukan perintah Para Pembuka, ia tidak akan mau memakai aplikasi anak IT semester satu hanya untuk membobol server televisi swasta. Harga dirinya sebagai peretas yang pernah mengacak-acak LockBit terlalu tinggi bagi kiddie tools seperti WireShark.
Ia belum sempat ganti baju sepulang dari kantor polisi. Masih pakai kaos putih polos, celana kedodoran hitam yang pudar warnanya. Semua sesuai arahan Para Pembuka. Jangan berpenampilan terlalu mencolok, pakai baju biasa saja, buat kesaksian palsu, alihkan deduksi para polisi.
Kesaksiannya tentang sekelompok ninja yang berkelebatan dan bisa melompat sampai 2 meter, ia rasa sudah cukup mengalihkan perhatian para polisi untuk sementara. Sisanya adalah tugas Para Pengawal.
Di seberang sana, Para Pembuka memberi perintah selanjutnya melalui radio.
“Jalankan rencana Icarus. Bajak televisi swasta agar menampilkan video kita.”
Video yang dimaksud tersimpan di diska lepas miliknya. Berdurasi lima menit dalam format mp4. Seorang pria memakai topeng Guy Fawkes—ia pernah protes soal ini ke sesama Para Pencari yang berdinas di kepolisian. Guy Fawkes terlalu usang, kenapa tidak pakai topeng lain, seperti topeng Salvador Dali misalnya. Rekannya sesama Para Pencari membalas sambil tertawa, kita ini mau membuat Negara Kelima, bukan mau merampok Bank Indonesia—bicara mengenai manifesto Keparad, tentu dengan suara yang sudah dinaikkan pitch-nya.
Kata temannya sesama Para Pencari, video itu direkam di tempat paling aman sekaligus tidak aman bagi aktivitas Keparad. Sanusi menyimpulkan tempat yang dimaksud adalah sebuah markas militer atau kantor polisi. Dua tempat itu ibarat Lapas bagi pengedar narkoba. Kau bisa melakukan kejahatan apa pun tanpa khawatir ditangkap. Aparat setempat akan berjaga untukmu dan memastikan bisnismu jalan. Narkoba sampai tepat waktu, meracuni generasi muda, menggemburkan rekeningmu, sementara polisi otomatis bertemu jalan buntu ketika melakukan pencarian terbalik.
*
Halo, rakyat Indonesia. Ini saya, orang yang paling bertanggungjawab atas aksi Keparad. Panggil saja aku Rambat.
Video ini akan saya buka dengan pertanyaan sederhana. Kapan hukum mulai bekerja? Saat aksi kejahatan sudah terjadi, atau sebelum terjadi?
Polisi, pengadilan, jaksa, hukum, hanya datang saat kejahatan sudah terjadi. Di mana mereka saat ibu-ibu ditodong senjata api di Jalan Baru Klari? Di mana mereka saat maling yang kelewat goblok karena tak lulus sekolah mempreteli kunci pengaman sebuah motor yang diparkir di depan kantor? Di mana mereka saat seorang kekasih menggorok pasangannya hanya demi harga diri? Mereka tidak ada. Sesungguhnya, kawanku yang baik dan budiman, hukum hanya bekerja saat kejahatan sudah terjadi.
Lalu di mana posisi kita? Kita sesungguhnya adah korban. Kita bisa saja jadi mayat yang tergeletak karena didor sekawanan rampok, kita bisa saja jadi manusia setengah sekarat di ruang gawat darurat sebuah rumah sakit, menunggu operasi pengangkatan celurit yang tertanam tiba-tiba di perut.
Hadirin sekalian, mari kita sambut pertunjukan hukum yang tumpul. Saya Rambat, akan mendampingi kamu semua menelanjangi hukum kita yang purba.
Mari ambil sederhananya saja.
Begini hadirin sekalian. Penjahat-penjahat itu tentu tahu risiko bila aksinya ketahuan. Ia tahu ia bisa mati, atau paling tidak masuk penjara. Ia pasti tidak pikir panjang menyelipkan pisau di saku jaket, atau senjata rakitan, atau apapun yang bisa mencegahnya dari kematian karena diamuk massa.
Ia paham, untuk mendapatkan harta benda, ia harus berkelahi dengan maut. Dibunuh atau membunuh. Sesederhana itu sesungguhnya dunia ini berjalan. Mereka, para penjahat itu, tidak mengerti betapa susahnya bekerja, mendapatkan uang untuk harta benda. Mereka mau jalan instan. Mereka mau merampas harta bendamu. Atau kalau kepepet, turut merampas nyawamu dari tubuh dan keluargamu. Sesungguhnya kejahatan selalu sederhana.
Ia mengintaimu di jalanan sepi, menunggumu lengah, lelah setelah pulang kerja, atau pulang kuliah. Siap menghunus pisau. Di jalanan sepi itu, tentu saja tak ada polisi. Jangan harapkan mereka. Kamu sendiri. Berhadap-hadapan dengan kejahatan. Pilihanmu selalu dua. Menyerahkan harta benda dari hasil kerjamu sekian lama atau bertarung melawan kejahatan. Tapi bayangkan bila kamu bisa mengancam balik mereka. Bayangkan bila sepucuk pistol tergenggam di tanganmu. Kamu bisa menjadikannya bangkai. Tidak ada yang tahu. Jalanan itu sepi. Polisi akan sulit mencari saksi, plus mengidentifikasi motif pembunuhanmu. Kau beruntung kalau wajahnya sekalian kau hancurkan. Ia tentu pamit ke keluarganya untuk bekerja. Ayolah, tidak ada penjahat yang mengaku penjahat ke anak-istri mereka.
Saat melancarkan aksinya, mereka pasti pura-pura pamit bekerja. Itu berarti keluarga mereka tidak akan mencari bangkai di jalanan. Bangkai itu akan merasakan dinginnya kamar mayat selama berhari-hari sampai ada yang melapor kehilangan anggota keluarga. Polisi tidak akan menemukanmu. Kamu tidak punya motif.
Kalau kau pilih cara yang pertama, kamu rugi. Misalkan si penjahat itu tertangkap, masuk penjara, ia masih bisa makan dan tidur dari uang pajakmu. Kamu goblok. Sadarkah kamu selama ini uang pajakmu digunakan untuk menghidupi para penjahat di jeruji besi. Rugimu bakal berlipat ganda saat si penjahat tidak kunjung tobat setelah dikerangkeng.
Kalau kau pilih cara kedua, kau beruntung. Kau hebat.
Tembak mereka. Tembak penjahat itu. Biarkan usus mereka terburai. Rusak kepalanya. Hancurkan. Remuk. Pecahkan. Isap ubun-ubunnya.
Lalu bagaimana cara mendapat pistol? Kuberitahu padamu. Ingat ini baik-baik. Sipil boleh punya pistol asalkan memenuhi syarat. Syaratnya kau harus jadi pengacara, atau CEO perusahaan, atau direksi BUMN. Dan kau harus mengantongi surat izin. Tentu ada cara lain. Di internet, kau bisa mendapatkan segalanya.
Kenapa tidak kita serukan saja revolusi?
Tembak para penjahat. Mari bergabung bersama kami. Percuma lapor polisi, ambil senjatamu, apa saja, gunting, pisau, bahkan pistol. Buat pengadilan jalanan!