Bobroknya Industri Rumah Sakit di Karawang, dan Betulkah BPJS 100% Menjamin Kesehatan Fisik dan Mentalmu? (Bagian II)

Pencarian rumah sakit setelah di”buang” RS sebelumnya tentu tidak berakhir sampai di situ. Berpikir ribut dengan admissions staff di RS Swasta yang satu itu =gak ada fungsinya, saya mikir untuk lanjut cari RS Swasta yang lain di Kertabumi.

Sayang, seperti yang saya duga, gak ada juga. Tentu aja RS terlebih dahulu mementingkan orang-orang yang dari awal langsung daftar ke sana, bukan nerima “pasien” dari RS lain.

Ya gampangnya, kamu pasti akan memilih pacar yang memang berjuang mengejarmu di awal, kan? Bukan memilih dia yang setelah ditolak si ono, baru ke kamu.

Meskipun analoginya gak fair, anggaplah gampangnya seperti itu lah.Akhirnya, saya mulai berpikir “Oh, begini susahnya berobat pake BPJS. Baiklah saya berpikir inilah saatnya ke RSUD.” Ya kan sama-sama pemerintah pokoknya. Kalau kalian mikir saya bodoh, ya memang😍

Waktu itu sudah lepas maghrib, saya masih pakai baju kantor dan maaf-maaf nih, agak kucel dengan rambut dikuncir pakai karet nasi uduk. Ini serius ya. Sampailah saya di RSUD. Masuk lah saya lewat pintu samping karena pintu depan lagi ada perbaikan. Saya liat pasien diluar semua. Yang gak dapet bed, itu semua diluar. Yang saya ceritain di sini semua fakta, ya. Dan saya ingat detail yang saya alami dan saya dengar malam itu. Masuk lah saya. Saya cari kira-kira yang bisa saya tanya, lah. Ternyata ada mas-mas yang sedang duduk, pakai baju serba hijau ala-ala tenaga kesehatan, lah.

Dia liatin saya dari atas sampai bawah, ke atas ke bawah lagi. Dia nanya,

“Mau apa?”

Saya gak tau, ya. Apakah pertanyaan “Mau apa?” Itu wajar atau layak di dunia kesehatan untuk saya orang awam ini? Tapi yang jelas dan yang saya rasakan, ketika kerja ke restoran/hotel, saya gak akan tuh bilang “Mau apa?” ke pengunjung. Ditambah, saya gak mungkin ngeliatin dulu dia dari atas-bawah, dan dari bawah-atas. Itu gak sopan buat pegawai resto/hotel.

Sadar saya gak bisa buang waktu untuk ngeributin hal itu, saya langsung bilang,

Ini, pak. Saya rujukan dari RS blablabla.

Kamu tau apa yang dikatakan? Dengan dagu diangkat, dia bilang dengan nada membentak

“Rujukan apa?! Ini namanya bukan rujukan! Ini mah RS blablabla ngelepas pasien, lepas tanggung jawab!”

Yang saya bingung, apakah harus dengan membentak? Ibu saya di samping saya dengar loh itu. Wah, kacau sih. Ada yang gak beres dengan psikologis orang-orang di Industri Kesehatan. Tersulut lah emosi saya, tau kan nada bicara saya kalau udah naik pitam? Yang pernah bekerja sama saya pasti tau, lah.

Pak, saya bicara sama Bapak baik-baik, ya. Saya bukan orang medis, soal rujuk dan prosedurnya ya mana saya ngerti?! Yang jelas saya diminta RS blablabla untuk cari rumah sakit sendiri, dan saya kan tanya dulu sama Bapak.”

Masalahnya ini bukan sekali dua kali, bu. RS blablabla ini sering ngebuang pasien. Ini bisa kita laporin loh ini.”

Makin marah lah saya.

Saya gak peduli urusan RS ini dengan RS yang lain. Yang saya tanya, ada gak ruang ICU yang saya butuhkan? Diterima gak Ayah saya?!”

“Ya Ibu liat aja sendiri, penuh begitu.”

Aneh gak sih? Padahal kan bisa ya bilang “Maaf bu, penuh.” Kalau saya buta gimana coba? Disuruh liat sendiri 😢 mengkhawatirkan, ya? Segitu tenaga kesehatan RS pemerintah, loh. Wadaw.

Okay, sadar gak akan berhasil. Saya mulai minta tolong ke orang lain yang setidaknya punya kedekatan dan kuasa lah. Gak munafik, dong. Saya juga mau Ayah saya selamat. Lanjut lah saya ke RS di daerah Johar. Sama, di sana juga gak ada. Tapi saya dapat pencerahan di sana, bahwa di dalam surat rujukan Ayah saya itu, Ayah saya hanya bisa ditangani di ruang ICU dengan salah satu alat yang menunjang, dan ruang ICU dengan alat yang menunjang penyakit Ayah saya itu hanya di RSUD tadi, dan RS Swasta di Palumbonsari. Duar. Mampus saya. RS Swasta di Palumbonsari membatasi kuota pasien BPJS. Terakhir saya coba daftarkan Ayah saya ke sana, itu Ayah saya waiting list sampai sebulan, karena hanya 10 pasien BPJS yang diterima berobat di RS tersebut. See? Betapa menyedihkan menjadi WNI yang pakai BPJS. Apalagi yang gak punya BPJS coba?

Sumber gambar: https://id.pinterest.com/pin/3096293486832228/