Blunder-Blunder Pejabat dan Instansi Kosongan di Tengah Bencana

Langsung saja, berikut sedikit, blunder-blunder orang-orang istana dan lumpen-lumpennya dalam menanggapi bencana alam di Sumatra:

Hasan Nasbi sebut gorengan dan kopi bisa jadi penyebab penggundulan hutan. Hasan juga mengajak penonton taubat nasuha tapi mengingatkan agar tidak melihat kesalahan satu kementerian. (Harusnya semua mungkin, ya?) Awokwok Saksikan Hasan Nasbi dan Omong Kosongnya

Irjen Helfi Assegaf Kapolda Lampung resmi hentikan penyelidikan kayu gelondongan yang hanyut waktu banjir Sumatra, bilangnya “Gak ada unsur pidana. Statement Lelaki Kardus  lihat di sini.

A Day in My Life jadi Ajudan Presiden~ Halo guys! Tonton video A Day in My Life aku ya! Tapi mandi dan renang gak usah di-video ya. Soalnya Pak Presiden ke mana-mana harus berenang. Aku mah berenang di banjir aja eh tapi bohooong~ A Day in My Life~

Dima bumi dipijak, di siko awak dipajak! Aiyoiyoiyo pant*k

Apa itu memanfaatkan manusia? Manfaatkan hewan sekalian, dong~ Kalau gajah bisa ngomong, pasti gajah gak mau nolong~ Tak ada otak pejabat yang tak retak~

Ah ya! Pertama-tama kita mesti setuju bahwa bencana banjir bandang yang terjadi di Sumatra bukan hanya mencekam di media sosial saja, tapi benar-benar mencekam di dunia nyata.

Banjir yang umumnya cuma air saja sudah sangat merepotkan, apalagi banjir bandang di Sumatra sejak akhir November 2025 membawa puluhan ribu batang kayu gelondongan berukuran besar dan wilayah yang terdampak sampai tiga provinsi yaitu Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat. Maka tak heran kalau masyarakat geram atas pernyataan kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal Suharyanto yang mengatakan kalau bencana banjir dan longsor yang terjadi di Sumatra hanya mencekam di media sosial. Yang mencekam memang kalau ketahuan selingkuh aja mungkin~

Di banyak titik di Sumatra, longsor secara simultan masih terjadi, dan pada akhirnya menyebabkan rantai bantuan pun terputus, bahkan sampai saat ini masih banyak daerah yang belum terjangkau relawan yang berniat mengirim dukungan, apa pun bentuknya.

Banjir yang menyapu tiga provinsi tersebut bukan hanya karena curah hujan yang tinggi dan pengaruh siklon tropis senyar, namun dampak negatif dari pengalihan fungsi area hutan yang dijadikan sebagai kebun sawit sama sekali tidak disebut. Akibatnya air gagal diserap oleh pepohonan di hutan dan hanya menggenang di atas permukaan tanah yang mengakibatkan kemungkinan banjir lebih tinggi.

Deforetasi besar-besaran (ambil data dari kompas) deforestasi besar-besaran di pulau Sumatra memang sesuatu yang memilukan. Berdasarkan data dari Kompas dalam kurun waktu 1990-2024 ketiga wilayah yang kini jadi lokasi banjir dan longsor tersebut mengalami penyusutan area hutan yang sangat masif, dengan kira-kira kehilangan mencapai 36.305 hektar per tahun. Angka ini setara dengan lenyapnya hampir 100 hektar hutan setiap harinya.

Yang jika dijumlahkan, total luas area hutan yang hilang mencapai 1,2 juta hektar atau dua kali lipat luas wilayah pulau Bali. Mayoritas berubah menjadi area kebun sawit. Uuuu memang pemerintah ini suka menggoreng~ 

Kunjungan pejabat sebagai aksi pamer (Zulhas, Verrel, Zitta Anjani, Prabowo) juga memenuhi FYP-FYP kita. Bak sudah jatuh tertimpa tanggaa, masyarakat yang sudah terkena banjir  bandang tidak mendapat pertolongan yang layak dari negara.

Padahal itu memang seharusnya kewajiban negara. Prabowo seharusnya segera menyatakan status bencana nasional, namun yang ia lakukan justru meminta jumlah perkebunan sawit diperbanyak. Prabowo mengatakan bahwa sawit tak memengaruhi deforestasi. Padahal, alangkah baiknya jika Prabowo bertanya kepada Jokowi yang saat ini sudah mengalami deforestasi di kepalanya. Astaga! Gak boleh body shaming! 

Setali tiga uang dengan Prabowo menteri, Zulkifli Hasan yang datang ke tempat bencana malah berlagak sok pahlawan dengan datang membawa karung beras meniru gaya sahabat rasul dan ikut membersihkan rumah salah satu warga. Ehm, mohon maaf, bukankah harusnya pencegahan bencana lebih diutamakan daripada penanganan bencana?

Anaknya juga Zita Anjani. Malah Bupati Bireun Mukhlis Takabeya menyebut kalau lahan bekas banjir di Aceh cocok dijadikan sebagai lahan sawit. Gila! Selebihnya ada yang umrah meminta bantuan pada Tuhan mungkin untuk mengatasi banjir. Ya iya, dong. Jangan duniawi terus yang diurusin, siapa tahu doanya belum kencang.

Tentu saja tidak semua tubuh diguyur lumpur, terlebih mereka yang nyenyak bubu di hutel dan meeting-meeting akhir tahun untuk merancang anggaran 2026. Penderitaan dipilah, dijadikan konten dan press release situs-situs kementerian, foto-fotonya diunggah dalam situs partai, dan dinormalisasi saja. Ingat, ya Ferry Irwandi, jangan merasa si paling kerja, deh! Yang ngonten juga kerja, kok. Kerja mencitra~

Dan, semuanya seperti sepakat untuk membuat bencana ini sebagai nasib yang harus diterima, ujian dari Tuhan yang harus dilalui, karena negara selalu tahu cara membuat bencana terasa sangat religi.

Maka, Minpang rasa isu ini tidak boleh dibiarkan menguap begitu saja. Prabowo harus menetapkan status bencana nasional!

Tanpa pengakuan itu, kekerasan akan terus terjadi karena dibiarkan, dipajaki bantuannya, dan setiap warga yang terdampak dibiarkan mati perlahan dalam antrean.

Kemudian sebagaimana para-para patriarki itu menguasai negara, alam diperlakukan pula seperti tubuh perempuan di tangan para-para mereka: terus-terusan dieksploitasi dan dituntut memberi. Tanahnya terus digali sampai kepala Bahamut! Siapa lagi yang kena kalau sudah begini?

Petani, masyarakat adat, perempuan, dan kelompok miskin (seperti Minpang) tentu za. Hewan dan tumbuhan tak terkecuali! Kita terus-terusan dijadikan bantalan dari kegagalan para tuan-puan yang terhormat, meanwhile kalian-kalian juga pelaku kerusakan bersembunyi di balik perut-perut buncit dan peci-pecinya.

Mari menulis, bersuara, dan terus menolak lupa. Selama bencana ini terus disebut, ditulis, dan dipersoalkan, pengalihan-pengalihan itu (semoga) tidak sepenuhnya mempan, dan dengan ini Minpang menyatakan: kami menolak menjadi bagian dari kekerasan yang pura-pura tak terjadi!

Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You might also like