Kami menyimak hiruk-pikuk berita di ruang maya bahwa Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai presiden dan wakil presiden terpilih untuk masa 2024-2029 bertanggal 20 Oktober 2024 mendatang. Setelah pelantikan, Prabowo dan Gibran akan leluasa memijak lantai mulus Istana Negara sebagai penguasa baru—dengan kendaraan dinas, gaji pokok besar, serta perjalanan dinas yang menjadi buah dari jabatan tersebut.
Hal ini tentu tidak lepas dari hasil pilpres beberapa bulan yang lalu yang menyatakan bahwa pasangan capres dan cawapres ini mampu memperoleh mayoritas suara rakyat Indonesia, sebanyak 96.214.691.¹ Tentu saja, keberhasilan ini diperoleh melalui berbagai upaya kampanye, salah satunya lewat penggunaan bahasa yang sarat tipu daya. Dalam pernyataan publik saat kampanye maupun debat, baik Prabowo maupun Gibran sama-sama menekankan bahwa Indonesia sedang darurat stunting.
Stunting adalah masalah hambatan pertumbuhan pada anak. Jika banyak anak Indonesia gagal mencapai kesehatan serta kapasitas mental dan intelektual yang memadai, maka visi Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi bayang-bayang utopis. Solusinya? Prabowo-Gibran menawarkan program makan siang gratis (sekarang disebut makan bergizi gratis) dan pemberian susu gratis, utamanya untuk anak-anak usia sekolah dan ibu hamil sebagai penerima manfaat utama.
Namun, ada hal yang harus dibayar mahal oleh sebagian besar rakyat Indonesia yang terlalu percaya diri memilih pasangan ini. Narasi kampanye berbeda dengan sikap setelah pemilu berakhir. Tim Prabowo-Gibran menyatakan bahwa untuk mewujudkan program tersebut, anggaran subsidi BBM akan “dialokasikan untuk lebih tepat sasaran” alias dipotong.² Pertanyaannya, mengapa tidak jujur dari awal? Karena jika dari awal mereka mengatakan bahwa subsidi BBM akan dipotong, pemilih potensial yang menggunakan motor matic sudah pasti berpaling sejauh-jauhnya. Sederhananya, Prabowo-Gibran telah “ngibulin” sebagian besar rakyat Indonesia. Iya sebagian besar! Bayangin begitu mudahnya orang-orang dikibulin.
Lalu soal program susu gratis. Sebagian besar masyarakat tentu mengasosiasikan susu gratis ini dengan susu sapi yang sehat, alami, dan bergizi tinggi. Namun setelah dinyatakan menang oleh KPU, tim Prabowo-Gibran baru berani mengumumkan bahwa susu yang akan digunakan adalah “susu ikan.” “Susu ikan” adalah jenis minuman yang berasal dari protein ikan yang diproses sedemikian rupa hingga terlihat mirip seperti susu sapi—mirip dengan “susu kedelai,” namun berasal dari produk hewani, bukan nabati. Produk ini tergolong pangan ultra-proses. Menurut ahli gizi dr. Tan Shot Yen, “susu ikan” sebagai salah satu jenis pangan ultra-proses mengandung pemanis, penyetabil, pengawet, dan bahan tidak alami lainnya yang berbahaya jika sering dikonsumsi.³ Redaksi membayangkan dampaknya bisa fatal bagi anak-anak usia sekolah yang akan mengkonsumsi produk olahan ini jika programnya benar-benar dijalankan. Sudah banyak berita di media sosial mengenai anak-anak yang menderita penyakit berbahaya seperti diabetes akibat pola konsumsi yang salah. Kita tentu tidak ingin masalah ini diperburuk.
Redaksi berpendapat bahwa agar rakyat tidak terus-menerus dibohongi, perlu ada upaya untuk mempelajari bagaimana politisi memperalat bahasa demi kepentingan mereka yang sempit.
Bagaimana Bahasa Menjadi Alat Propaganda
Pada dasarnya, bahasa adalah salah satu media komunikasi. Dengan bahasa, kita dapat mengungkapkan apa yang kita rasakan, pikirkan, dan yakini kepada orang lain atau sekelompok orang. Dari proses komunikasi ini, diharapkan ada timbal balik dari objek yang kita tuju. Contohnya, ketika kamu menceritakan masalah hari ini kepada teman dekatmu (bestie) agar kamu merasa ditemani dan mendapatkan solusi. Ini adalah salah satu contoh bahwa bahasa adalah media komunikasi.
Sebagai media komunikasi, bahasa erat kaitannya dengan propaganda. Propaganda adalah liputan, kumpulan gagasan, pendapat-pendapat, atau berbagai gambar yang seringkali disajikan dari satu perspektif untuk mempengaruhi pandangan rakyat.⁴ Dari berbagai unggahan tim Prabowo-Gibran, tampak jelas ada upaya menggunakan bahasa untuk mempengaruhi persepsi orang-orang agar memilih mereka dari satu sudut pandang: narasi mereka sendiri. Beberapa metode propaganda yang sering digunakan adalah retorika, repetisi, dan glittering generalities (penyampaian hal-hal umum yang menyilaukan).⁵
Retorika adalah cara menyampaikan pesan dengan menyesuaikan penggunaan kata dan metode tertentu. Prabowo menyatakan bahwa program makan bergizinya lebih penting daripada akses internet gratis yang ditawarkan lawan politiknya. Bahkan, di kesempatan lain, ia menyebut bahwa orang yang mengusulkan program internet gratis “Otaknya…agak lamban.” Pernyataan ini adalah contoh false dichotomy (pembedaan yang salah). Baik makan siang bergizi maupun internet gratis sama pentingnya. Mengkonsumsi makanan bergizi, apalagi gratis, dapat menunjang kinerja otak dan dompet. Ditambah lagi, internet gratis memungkinkan akses referensi akademik, pembelajaran, dan penerapan ilmu dalam tugas, pekerjaan, atau kegiatan sehari-hari. Bayangkan kamu menikmati daging panggang, nasi, dan sayur kukus sambil mengakses Wi-Fi gratis dengan laptop. Menyenangkan, bukan?
Catatan: Bukan berarti kami dulu menyatakan dukungan capres tertentu.
Prabowo juga menggunakan retorika tersebut untuk mengantagoniskan pihak lain guna mempertegas perbedaan antara “golongan kita” dan “golongan mereka.” Taktik ini umum digunakan untuk mengkonsolidasi dukungan massa dalam mendukung agenda politik tertentu.
Selain itu, Prabowo kerap menggunakan strategi repetisi atau pengulangan. Kata-kata seperti “makan siang gratis,” “susu gratis,” dan “kesejahteraan” mungkin sudah tak terhitung berapa kali diucapkan dengan keringetan sambil menyala-nyala. Strategi ini efektif untuk menanamkan kesan di alam bawah sadar masyarakat bahwa Prabowo adalah pemimpin yang akan mewujudkan ideal-ideal tersebut—walaupun kenyataannya belum tentu demikian.
Terakhir, glittering generalities atau penyampaian hal-hal umum yang menyilaukan. Prabowo sering mengemukakan hal-hal umum seperti makan siang gratis, susu gratis, dan bantuan finansial untuk pelaku usaha, tetapi ia jarang menjelaskan detail teknis implementasinya. Contohnya, dalam program makan siang gratis (yang kemudian diubah menjadi makan bergizi gratis karena kata “siang” dianggap terlalu lama), tidak dijelaskan bahwa penerapannya akan mengorbankan subsidi BBM. Hal yang sama berlaku untuk program susu gratis yang ternyata adalah “susu ikan.” Strategi ini bertujuan untuk meminimalisir pertentangan di awal kampanye dan menghindar dari tanggung jawab ketika sudah memenangkan pemilihan.
Cara-cara tersebut terbukti ampuh membuat yang bersangkutan memenangkan kontestasi politik terbesar di Indonesia, sekaligus menimbulkan rasa dongkol bagi banyak orang. Ada refleksi yang perlu dilakukan untuk menanggapi hal ini.
Mendidik Diri Sendiri dan Sekitar
Prabowo dan Gibran akan dilantik pada bulan Oktober ini. Sebagian besar masyarakat telah memutuskan bahwa merekalah yang layak memimpin negara ini selama lima tahun ke depan. Namun, ini bukan alasan untuk membiarkan praktik pembodohan yang berjalan secara terencana, terus-menerus, dan didukung oleh sumber daya yang melimpah. Ada kebutuhan untuk mendidik diri sendiri dan lingkungan sekitar—meskipun tanpa sokongan finansial besar, tetapi dilengkapi dengan pemikiran yang baik dan konsistensi dalam melawan budaya manipulasi.
Mendidik dalam kasus ini tidak hanya berarti menyampaikan informasi, tetapi juga pengetahuan dan kesadaran. Informasi adalah sekumpulan fakta, sementara pengetahuan adalah fakta yang terorganisir dalam kategori tertentu. Kesadaran adalah refleksi yang mendorong tindakan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Upaya mendidik diri sendiri bisa dimulai dengan menyediakan bahan bacaan berkualitas—misalnya yang membahas kaitan antara penggunaan bahasa dan propaganda. Selain itu, membaca dengan menyiapkan pertanyaan yang relevan, seperti: Apa makna propaganda? Bagaimana praktik propaganda dilakukan? Mengapa memahami hal ini penting? Dengan pertanyaan-pertanyaan ini, proses membaca akan lebih efektif dan terarah.
Terakhir, mendidik sekitar, seperti keluarga, teman, dan kenalan, agar memahami bahwa propaganda dan dampaknya merugikan, baik dalam jangka pendek maupun panjang. Cara terbaik untuk mendidik sekitar adalah dengan memilih momen yang tepat, suasana yang santai, dan bahasa yang mudah dipahami. Apabila proses ini terus berjalan walau pelan-pelan, redaksi yakin, rakyat akan lebih peka menyadari upaya tipu daya.
Referensi:
Kurnia Yunita Rahayu – Hasil Pemilu 2024: Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran (Kompas).¹
Tim Redaksi – Subsidi BBM Dipangkas Demi Makan Gratis? Ini Penjelasan Lengkapnya (CNBC Indonesia).²
Yuli Saputra – Program Makan Bergizi Gratis Prabowo – Apa Itu Susu Ikan dan Mengapa Memicu Polemik? (BBC News Indonesia).³
Cambridge Dictionary – Propaganda.⁴
Hanan Khaja Mohammad Irfan – An Analysis of the Linguistic Techniques of Propaganda in Marketing and Politics (JELTS).⁵