Hadiah Terakhir untuk Ayah dan Peluncuran Karya yang (Tak Sengaja) Dihadiri Idola
Terima kasih, Ayah! Akan saya bawa namamu ke banyak tempat, dan akan saya ceritakan tentang kita ya, Ayah!
Menulis puisi, prosa, melukis, dan bermusik tipis-tipis. Bukunya sudah 4, As Blue As You (2022), Jayanti (2023), Notes of The Lost Sheep (2024). dan Yusuf dan Sapi Betina (2025). Suka pamer dan suka bikin pameran.
Terima kasih, Ayah! Akan saya bawa namamu ke banyak tempat, dan akan saya ceritakan tentang kita ya, Ayah!
“Aku cuma ikut nemenin Bapak. Biar Bapak nggak sendirian di jalan.” anak gembel itu tersenyum di akhir kalimatnya.
Agustus tahun ini juga ramai dengan bendera. Kisruh bendera ini bukan barang baru sebetulnya. Kalau klean ingat, di tahun 2019 Indonesia dihebohkan dengan tragedi mahasiswa Papua di Surabaya. Hanya karena bendera jatuh atau tak sengaja berada di bawah, atau tiangnya patah, entah. Sampai sekarang kabarnya masih begitu abu-abu. Yang jelas, setelah ormas setempat menyebut mahasiswa Papua tidak nasionalis hanya karena tidak mengibarkan bendera.
Ternyata aku salah, presiden sangat penting perannya! Buktinya, waktu dipimpin Prabowo, aku tidak usah capek-capek mencari madu, eh madu itu sudah muncul di dapurku.
Alasan utama saya menonton film ini adalah ya tentu saja saya kangen menonton Kinaryosih.
“Innalillahi…” kata Ibu sekaligus mengecap bibirnya pertanda khawatir “Ck. Gusti nu Agung… Gak ada hujan gak ada angin. Ya Allah, bener ya yang namanya hidup mah gak ada yang tahu.” Ibu menggumam lagi sambil menutup teleponnya. Ia bergegas naik tangga membangunkan Bapak yang baru saja pulang bekerja jam 8 pagi tadi. Sedangkan aku tentu masih […]
Urusan saya dengan Netflix sudah selesai. Saya sudah kenyang menonton film-film yang dibeli Netflix. Selebihnya, saya akan kembali ke LK21 dan ngopi ditemani Lebah Ganteng lagi. Lagipula, 37 ribu per bulan untuk platform Zionis (uuuu seram) kelihatannya too much. Lebih baik saya beli dua pak Angker ungu saja. Tapi sebelum berhenti berlangganan, saya menonton Testament: […]
Sore itu, istriku masih menangis. ia masih tak mau makan. Ada sayur daun singkong di meja. Itu makanan favoritnya padahal, tapi ia masih diam saja. Ia mungkin terkejut waktu dokter menyimpulkan sakitnya. Sakit orang kaya.
Pengalaman saya adalah pengalaman yang mungkin sulit diterima, tapi kejadian ini membuat saya percaya bahwa pelecehan dan kekerasan seksual bisa menimpa siapa saja, apa pun gendernya.
Film yang di tengah zaman kaok bana kini menuju Perang Dunia III (yang padahal Indonesia gak pernah diajak) ini jadi semacam pengingat kita bahwa jangan-jangan, kita sudah terlalu lama diam saat dunia di sekitar kita dibajak oleh tafsir-tafsir tunggal. Anjay! Tafsir tunggal ceunah!
Bareng-bareng kita berkarya dan saling berbagi info nongkrong di grup whatsap kami.