Aubameyang berhasil mencetak hattrick pertamanya di musim 2020/2021. Menghadapi tim Marcelo Bielsa yang penuh determinasi, Arsenal menang 4-2. Walau Leeds meladeni permainan hingga peluit akhir, penantian Aubameyang terbayar dalam keberhasilannya, tembus 200 gol selama karir profesional.
Leeds merupakan salah satu tim promosi dengan penampilan terbaik. Ketika tim promosi lainnya, Fulham dan West Brom bergulat menghindari jurang degradasi, Leeds terus memanjat sepuluh besar klasemen.
Mereka petik sembilan poin dalam empat laga sebelum bertamu ke Emirates Stadium. Leicester dihajar 1 – 3. Tim yang terkenal menyulitkan seperti Newcastle dan Crystal Palace pun kalah. Mereka ceploskan delapan gol dengan hanya kecolongan empat gol. Kekalahan diperoleh hanya dari Everton. Sementara Arsenal, menang sekali dalam kesempatan yang sama. Mencetak empat gol dan kemasukan dalam jumlah yang sama.
Kita semua tahu kebuasan Aubameyang lenyap di musim 2020/2021. Bila Chelsea mengejutkan fans dengan pemecatan Lampard, Tottenham dengan inkonsistensi yang membawa merosotnya posisi, lalu West Ham menjadi tim London dengan peringkat teratas di EPL, maka Gooner harus kaget dengan menurunnya performa Aubameyang.
Ada banyak faktor mengapa kapten The Gunners itu redup. Selain posisi Left Wing yang membuatnya menjauhi gawang lawan, keharusan bertahan akibat sisi defensif Arsenal mudah dibongkar, Aubameyang kehilangan umpan matang dari tengah.
Beruntung formula baru ditemukan Arteta. Ia tidak terpaku untuk terus memanfaatkan skema 4-3-3 yang seringkali bikin sial. Auba ditaruh sebagai Target Man dalam taktik 4-2-3-1. Di belakangnya, Smith Rowe, Odegaard dan Saka terjun mengeksplorasi sisi liar Auba. Sedangkan tugas bertahan bertumpu pada kerjasama Granit Xhaka dan Ceballos; pemain central yang sanggup menjadi breaker.
Laga yang berjalan menegangkan itu dilalui Aubameyang dengan mencetak tiga gol. Ketenangan menyontek bola di antara Ayling dan Cooper mengingatkan kita seberapa berbahaya Auba. Gol tersebut mirip dengan aksinya di laga pertama melawan Fulham (12/9/20) sebuah tendangan yang muncul sebelum riwayat tanpa gol. Ketika gol kedua dilesakkan dari titik putih, gol ketiga Auba didorong oleh insting striker yang sempat redup: tandukan yang memanfaatkan assist Smith Rowe.
Arsenal bukan lagi raksasa yang bertarung gelar dan spot Liga Champions. Mereka berkutat di papan tengah. Menuju fase yang lebih medioker. 24 pertandingan EPL berjalan, Arsenal terus gugur di berbagai ajang. Carabao Cup dan FA Cup lolos dari genggaman. Kalaupun ada pelipur lara, selain keikutsertaan di UEL, itu adalah konsistensi Bukayo Saka dan Emile Smith Rowe. Keduanya sukses mengirim Willian dan Nicholas Pepe ke bangku cadangan.
Ekspektasi dalam bersaing gelar muncul seiring banyaknya manajemen menggelontorkan paun. Meski bukan termasuk tim yang menghambur-hambur uang demi pemain berkelas. Pembelian Pepe dan kesepakatan gaji baru untuk Auba cukup mahal. Selain itu pemain-pemain baru terus datang semisal Tierney, Saliba dan Gabriel. Bukannya terus meraup kemenangan, fans justru menyaksikan, investasi dalam diri Pepe dan Auba yang kurang menguntungkan. Apalagi Willian yang bergabung dengan status free transfer, sosok yang dipesan untuk mengembalikan Arsenal ke Liga Champions malah jadi pemain paling melempem.
Kesabaran Gooner diuji dalam bentuk pemain yang tampil under perform. Semisal penyelesaian busuk Pepe yang ketika beredar di dekat gawang, terkendala nafsu pembuktian dirinya. Lupa jika sepak bola adalah kerja kolektif, Pepe seringkali menyia-nyiakan positioning rekan di kotak pinalti. Merasa mampu mengatasi bek dengan driblenya, Pepe lebih sering gagal ketika lawan saling kaver membayang-bayangi. Aksi melewati Semedo saat kalah dari Wolves hanya salah satu yang berhasil dari banyaknya upaya.
Mobilitas Saka dan Smith Rowe untuk menghubungkan antar lini lebih berguna dibanding akselerasi ngawur Pepe. Khusus Saka, memang ada inisiatif untuk beberapa kali melakukan cut inside sebelum menembak, namun kejeliannya melihat ruang kosong yang diisi rekan lebih mendukung efisiensi peluang.
Pelipur lara berikutnya ada dalam sosok Odegaard dan Ceballos. Dua pemain yang dipinjam Arsenal dari Real Madrid. Pertandingan lawan Leeds dan Benfica membuktikan itu. Umpan-umpan vertikal dibuat Ceballos ketika Xhaka terlalu sibuk untuk mematahkan agresi lawan, menyapu bola atau coba-coba memenangkan duel udara. Ceballos juga mampu bermain satu dua dengan Odegaard untuk melepas Arsenal dari pressing lawan.
Menjamu Leeds United (14/2) Ceballos mengirim nutmeg assist kepada Bellerin untuk gol ketiga Arsenal. Saat bermain imbang dengan Benfica (18/2), through pass kepada bellerin yang lebih dulu mengokupasi sayap kiri lawan, bisa menjadi umpan kunci kalau saja Aubameyang tidak gagal meneruskan peluang. Kedua aksi tersebut mengirim kode kepada Mikel Arteta soal senjata pamungkas yang diam-diam dimiliki Arsenal. Ketika bola bergulir membosankan di tengah, dan pemain-pemain kebingungan dengan strategi low blocking lawan, Ceballos dapat mengakali kebuntuan tersebut lewat umpan vertikalnya.
Ceballos berfungsi juga dalam fase bertahan. Ia mampu merusak momen counter attack persis seperti yang dilakukannya terhadap pemain Benfica. Dua kali ia berhasil merebut bola mengerahkan kembali serangan Arsenal. Ketiadaan Lacazette sebagai pemantul bola tidak terlalu berdampak berhubung Odegaard sukses mengomandoi transisi Arsenal. Proses build up terasa mengalir lewat kakinya. Berbeda dari Pepe yang sibuk otak-atik bola dalam sepertiga lapangan lawan, Odegaard tipikal pengumpan visioner yang bermain hanya dengan dua sentuhan.
Sekarang Arsenal memiliki Saka – Odegaard – Smith Rowe yang saling terkoneksi untuk menopang Aubameyang dalam skema 4-2-3-1 dan 4-4-2. Meskipun skema kedua yang dipakai melawan Benfica sedikit bermasalah bagi Smith Rowe yang hanya mengirim tiga kali crossing gagal tanpa sekalipun shoot yang menakuti kiper lawan, Ceballos dan Odegaard sama-sama bermain cemerlang.
Menyenangkan melihat Odegaard bermain kompak dengan punggawa lainnya. Tenang mengakali pressing. Paham mengirim bola ke depan. Sedangkan Ceballos tak kalah moncer. Cedera betis yang memaksanya absen tak sedikitpun mengurangi keliarannya untuk tracking back mengejar setiap bola yang direbut musuh untuk memulai serangan balik. Melakukan through pass dua kali lebih ampuh dari penampilannya tahun lalu.
Masalahnya, Arteta belum memiliki taktik terkuat untuk mengarungi sisa laga. Skema yang kadang berubah sebab mesti beradaptasi dengan lawan kuat, tidak dibarengi dengan performa apik pemain pilihannya. Ketika kalah dari Manchester City (21/2) Arteta memasang Nicholas Pepe di sayap kanan. Mencadangkan Ceballos demi berfungsinya El Neny untuk mengamankan Arsenal dari kondisi rentan diserang. Selagi upaya counter attack dibangun usai para bek dan gelandang memutus umpan-umpan lawan, Pepe malah kesulitan mengalirkan bola.
Aubameyang seperti lelucon ketika beradu sprint dengan John Stones . Tierney kehabisan cara selain melepas crossing sesering mungkin yang mudah dimentalkan. Pemain-pemain Arsenal yang minim inisiatif itu, bahkan tidak berani melepas tembakan langsung dari luar kotak penalti, menghadirkan solusi berhubung pertahanan City sulit terurai. Ceballos yang dalam kualitas terbaik saat melawan Benfica (98 touches, 8 ball recoveries, 5 duels won) justru hanya dimainkan empat menit sebelum bubar. Peran Odegaard kurang maksimal karena Smith Rowe sebagai tandem yang lebih cocok dibanding Pepe, malah dimainkan untuk menggantikan dirinya.
Di tiga pertandingan terakhir. Tampak inkonsistensi Aubameyang berlanjut. Tiga golnya ke gawang Leeds tidak berhasil mengerek insting bertarung. “Dia sudah melewati masa emasnya. Dia akan memiliki momen, dia akan mendapatkan hattrick, ketika saya melihatnya, terkadang dia seperti kehilangan kekuatan supernya”, sebut Jamie Rendknapp, pelatih Spurs yang berhasil mengorbitkan pemain macam Gareth Bale dan Luka Modric.
Aksi Holding yang hanya mematung membiarkan umpan lambung Mahrez ditanduk Sterling sehingga City unggul saat laga baru berjalan dua menit, memang mengecewakan. Terlebih dalam sisa waktu yang tersedia Aubameyang selalu mudah dijinakkan bek City.
Biarpun di sisa musim macam piala sulit diraih, keberadaan Duo Madrid; Ceballos dan Odegaard kurasa sanggup menyuntik stabilitas Arsenal dalam bertahan maupun menyerang. Gooner hanya bisa bersabar dan berdoa – seperti musim yang sudah-sudah – semoga penampilan Pepe dan Willian membaik sehingga alternatif mencetak gol tidak bertumpu pada Auba seorang.
Bertemu Benfica dalam fase knock out UEL (26/2) adalah kesempatan emas bagi Arsenal. Kemenangan akan membuat beban psikis pemain terangkat. Sebab menjadi tugas sulit bagi Arteta untuk meyakinkan pemainnya soal seberapa tangguh mereka bila pertandingan yang dilalui hanya berujung kalah.
Februari 2021