Liga Inggris baru setengah musim. Ketika Arsenal mengungguli kontestan lainnya. Menjaga ekspektasi penggemar agar tak hancur sedari awal, seperti yang selama ini kita temukan. Sejumlah pemain jadi alasan lengkapnya sparepart. William Saliba yang dikursuskan ke Marseille ditarik kembali oleh Arteta. Zinchenko, Wingback yang dapat berperan sebagai pemain sentral diboyong dari Manchester City. Begitupun juru gedornya, Gabriel Jesus yang bakal terbengkalai dalam skuad. Berhubung Pep Guardiola dapat servis semodel Haaland.
Sejak itu, Arsenal jadi mesin F1 bukannya gokart. Animo penonton terus meningkat. Laga bigmatch dimenangi dan dari 14 lawan hanyalah Manchester United yang saggup merebut poin. Beberapa kali kubawa pacar ke venue nobar. Suporter yang hadir mulai laga pertama, selalu muncul di pekan-pekan setelahnya. Mereka yang tak segan untuk komentar, teriak sebab luputnya peluang, bersungguh-sungguh dalam mengoreksi wasit, tak kutemui lagi sebulan ke depan karena pentas internasional resmi mengistirahatkan liga.
Sebelum jeda Piala Dunia. Arsenal berhasil mengamankan peringkat pertama. Laga yang sempat menyulitkan itu berakhir 2-0 untuk Arsenal. Wolves yang bertahan dengan kompak, hampir unggul lebih dulu dengan menghukum kesalahan lawan. Pertama, saat kontrol gagal Martinelli membuat Nelson Semedo memanfaatkan flank kanan. Membantu Guedes bertaruh momentum, sebelum Magalhaes yang menempel ketat membuatnya gagal menyasar gawang. Kedua saat backpass eror Saliba dilanjutkan Guedes dengan sepakan. Tendangan spekulatif yang di-block Magalhaes dan menyianyiakan terbangnya Ramsdale.
Dilansir oleh Sofascore, Sekalipun Arsenal lebih menguasai kotak penalti lawan, dengan shoots inside box 5 berbanding 2. Wolves meladeninya dengan mekanisme bertahan. Melakukan sapuan sebanyak sepuluh kali, dan intersep empat kali. Menyiapkan pemain untuk memblokir sepakan. Menjaga gawang aman hingga bunyi peluit istirahat.
Kondisi nol-nol sempat memberi tekanan. Sebab beberapa jam sebelum kick off, City terpeleset oleh Brentford. Ivan Toney, juru gedor Inggris yang tak dipanggil ke Piala Dunia itu sukses membalas kekecewaan di lapang. Hasil tersebut mewajibkan Arsenal menang. City yang kehilangan poin, menambah peluang mereka untuk melebarkan jarak. Di Molineux (13/11) kalah atau seri akan sangat berbahaya karena selisih gol dan potensi menghadapi tim-tim besar pada gilirannya membantu City dengan mudah menyalip Arsenal.
Belajar dari musim lalu saat terperangkap di babak pertama. Kalah agresif, hingga jatah Champions League jatuh ke tangan rival. Arsenal bertindak responsif dalam menyiasati lawan.
Di babak kedua, Gabriel Jesus membalikkan arah. Mengumpan Fabio di area kosong, ia berlari ke tengah, memancing bek untuk membuntutinya. Menghadapi kiper, yang maju akali celah, servis Fabio, yang melesat di atas kepala Jose Sa, dicocor saja oleh Odegaard. Gol selanjutnya tercipta hampir serupa. Umpan Martinelli hasil mencuri bola dimanfaatkan Zinchenko yang lekas mengirim ke tengah. Eksekusi Martinelli yang menyebabkan bola rebound dari kaki Sa, ditunaikan Odegaard dengan mudah.
Gap yang tercipta memang mengamankan peringkat. Meski begitu, Gabriel Jesus tetap mengkhawatirkan. Jelang bergabung bersama Brasil. Ia belum mencetak golnya. Memang keberadaannya tetap vital bagi Arsenal. Bukan hanya killer pass yang mendukung gol pertama, turun membantu pertahanan, merebut bola Adama Traore yang mencoba mendekati gawang, juga mengecoh tiga pemain sebelum spekulasinya membentur betis lawan. Namun saat gol macet. Striker dilingkupi tekanan besar. Beban yang menyulitkan sekalinya pemain terjun di pertandingan level negara.
Ada ketakutan sejak nama Jesus dipanggil timnas. Soal kemungkinan dibangkucadangkan berhubung golnya seret dan Tite butuh tandem yang cocok untuk lini depan. Ketika Firmino absen di Qatar, awalnya, kupikir Jesus yang berpeluang jadi ujung tombak. Secara statistik di Premier League 22/23 Firmino hanya mencetak 7 gol dan 3 assist dari 13 laga, sedang Jesus, 5 gol dan 6 assist dari 14 laga. Nyatanya bukan dua-duanya yang diplot sebagai nomer 9. Melainkan Richarlison, striker Tottenham, yang cuma bermodal 2 assist dalam separuh liga.
Jika pemilihan Vini, winger lincah yang membawa Madrid juara, dirasa wajar. Mengingat Martinelli jadi punggung tim setelah hengkangnya Aubameyang. Kejutan muncul saat performa Richarlison yang biasa-biasa saja tetap menggaransinya jadi sebelas utama. Mungkin eksplosivitas yang mempengaruhi Tite dalam memilih. Sebab selama membela Brasil, Richarlison mencatat 17 gol dari 38 laga. Mengungguli Firmino yang butuh 55 laga untuk mencetak jumlah gol yang sama.
Pesta sepakbola akhirnya dibuka dengan meriah (20/11). Malam itu aku dan keluarga menyaksikannya di ruang tamu. Ibu seperti mengingat masa silam, saat Argentina yang menari lewat Maradona mendorongnya berbondong-bondong bersama kawan untuk mengunjungi rumah paman. Mencicip siaran dari televisi yang terhitung jarang dimiliki warga.
Di malam pembukaan itu, ibu membangunkan kakak, karena Jung-Kook tampil membawakan Dreamers-nya. Mengisi Al Bayt Stadium dengan nyanyi dan koreografi bareng penari latar. Member K-Pop favorit kakakku itu muncul di atas panggung usai pembacaan quran. Berduet bersama Fahad Al Kubaisi sebagai representasi dari menyatunya corak budaya. Dilatari oleh maskot La’eeb, yang muncul dalam dua versi, hologram dan kain raksasa. Bapak yang tak terlalu antusias ikut hadir. Meski sepakbola lokal lebih memuaskannya, pertandingan antara Qatar dan Ekuador sempat ia tonton selama 30 menit.
Sepanjang fase grup, kejutan-kejutan muncul dari tim non-unggulan. Qatar mengagetkan lewat permainan ogah-ogahan. Bukannya memikat penonton yang meramaikan stadion, mereka tampil dengan mengenaskan. Tuan rumah yang pada 2019 menjuarai Piala Asia, meredam negara-negara kuat seperti Arab Saudi, dua Korea dan Jepang, berpartisipasi di Piala CONCACAF 2021 sampai semifinal, di partai pembuka takluk kelewat gampang.
Adapula Arab yang membungkam Argentina. Memviralkan teriakan Herve Renard di ruang ganti; “Begitukah cara kalian menekan, apakah kalian ingin berfoto dengan Messi?” ungkapnya sambil melakukan gestur pressing. Memotivasi pemainnya untuk menjegal siapapun yang mendekati kotak penalti, tak terkecuali Lionel Messi. Aksi kapten Arab, Al Bulayhi yang mengganggu Messi secara verbal. Selebrasi salto Aldawsari juga tendangan melengkungnya yang membobol gawang Emi Martinez, bahkan antisipasi militan dari Yasser Al Shahrani ketika menutup umpan berbahaya bagi tim. Berujung patah tulang rahang karena menghajar lutut kiper Al Owais, jadi gambaran betapa level kompetisi negara disikapi serius oleh pemain.
Pemain-pemain Korea Selatan bukan mengejar bola. Mereka melemparkan diri ke kaki lawan. Terus menerus hingga Uruguay kesulitan menyusun build up. Di menit menjelang akhir, deskripsi sengitnya laga diwakili oleh Valverde, yang berselebrasi usai menggagalkan serangan K.Lee. Etos pemain Korea mengingatkanku akan komentar Pirlo pada Park Ji-Sung. Ketika AC Milan menjamu Manchester United di Liga Champions: Pemain tengah itu pastilah orang Korea bertenaga nuklir pertama dalam sejarah, karena larinya secepat elektron. (Alciato & Pirlo, 2016: 115)
Di tengah keajaiban itu, Gabriel Jesus jarang dapat sorotan. Sedikitnya menit bermain (3 laga dengan rerata 31 menit), tanpa gol tiap beraksi dan performa brilian Richarlison menepikannya sebagai cadangan. Sebuah pukulan bagiku yang menanti gocekannya. Menunggunya menanduk crossing atau melesat mengontrol bola sebelum menipu jatuhnya kiper dalam sekejap.
Selama menonton Arsenal. Kesulitan dalam mencetak gol memang menghantuinya. Jesus tipikal pemain yang tak mau kalah beradu fisik. Ia mengejar bolanya sendiri. Bukan tipikal penggedor yang mendorong bola saat di-assist. Pernah ia terlibat duel sengit dengan Mitrovic, striker bongsor Fulham, ketika Arsenal menang comeback hasil jerih payah. Dilanggar dengan keras oleh Lisandro Martinez, dipiting menggunakan teknik judo oleh Varena saat MU menghukum Arsenal 3-1, dan paling baru ikut merecoki penetrasi Adama Traore. Dari seluruh aksi heroik itu, terkadang, kupikir hanyalah gol, yang pantas mengganjar perannya. Di depan televisi atau layar nobar, sambil berharap-harap cemas ingin sekali aku bersorak untuknya. Melepaskan emosi pada kepalan tinju atau tepuk tangan secara spontan. Biarpun yang terjadi amatlah malang. Lumbung gol Jesus kosong melompong. Terakhir kali menyetor gol pada 1 Oktober. Absen nyekor dalam tujuh laga hingga 13 November. Kemalangannya itu bahkan berlanjut ke timnas.
Gabriel Jesus tak sepenting dulu. Saat Brasil juara Copa America 2019. Ketika koneksinya dengan Firmino menopang tim sampai ke final. Berkali-kali bertukar peran saat menyerang, keduanya mencetak satu gol dan satu assist untuk satu sama lain dalam kekalahan Argentina 2-0 di semifinal. Saat assist Firmino yang melanjutkan umpan dari Dani Alves, dibalas Jesus setelah mencelat dari serbuan bek dan memenangi duel fisik.
Sebelum melewati Messi dan gerombolannya, Jesus menutup adu penalti di perempat final. Lawan mereka, Paraguay adalah tim yang dengan cara serupa dan dalam kompetisi sama mengubur mereka dua kali (2011 & 2015). Memberikan fobia “Paraguayazo” kepada publik.
Mengalahkan Peru 3-1 di final. Jesus memamerkan kaki jitunya. Seperti saat terjadinya gol pertama, mengelabui Miguel Trauco sebelum melepas assist untuk Everton, atau mencuri gol jelang pergantian babak. Mengeksekusi umpan Arthur Melo yang lolos dari kepungan. Walaupun di menit 73 Jesus dikartu merah, kena akumulasi setelah di menit 29, seorang pemain yang ia gasak menyebabkan kartu kuning, dan provokasi Zambrano yang menyeruduknya sampai mengernyit berhasil memancingnya melanggar lagi, di ajang itu ia tetap on fire.
Kini panggung tarian Jesus telah diblokir/dipesan untuk Richarlison. Dalam kesuksesan Selecao (maju sebelum takluk oleh Kroasia). Perbandingan kontras tersaji. Richarlison memantaskan dirinya sebagai nomer 9. Sementara Gabriel Jesus gigit jari. Cedera saat menghadapi Kamerun, pulang lebih cepat dan mesti operasi.
Begitu banyak momen untuk mengingat Richarlison. Surat kabar Brasil menulisnya. Memajang potretnya di halaman depan. Melebih-lebihkan saltonya dalam kemenangan atas Serbia (25/11) saat kaki kirinya mengontrol umpan terukur Vini, menyambar bola yang melenting di udara dengan kaki kanan, melakukan gerak akrobatik yang diincar oleh kamerawan. Ikut merayakan gol tersebut, Extra memberi tajuk Pombo Sem Asa; Merpati Tanpa Sayap. Koran Hoora tak ketinggalan menulis Pombo Sem Pena Solta O pruuuuskas yang berarti “Merpati Tanpa Sayap Melepaskan Tendangan Puskas”
Ketika Richarlison mencetak gol ke gawang Korea (6/12). Mengagetkan kiper lewat kombinasi dengan Marquinhos dan Thiago Silva. Berselebrasi dengan meniru paruh merpati yang sedang mematuk biji bersama Tite dan pemain lainnya. Keesokan harinya lutut Jesus dioperasi. Terdapat luka pada ligamen kolateralnya. Kemungkinan absen selama tiga bulan, dan mesti menyandarkan kondisi fit-nya pada proses pemulihan.
Kabar itu adalah gelegar petir untuk Arsenal. Di mana dalam intensitas tinggi dan skema high press, yang diterapkan untuk mengatasi Liga Inggris, mental bertarung Jesus amat dibutuhkan.
Di Piala Dunia 2022 Total bermain Jesus hanyalah 92 menit, beda dengan Richarlison yang mengantungi 328 menit (Sofascore.com). Satu-satunya kesempatan menjadi starter ialah saat Brasil dikalahkan Kamerun. Momen ketika sundulan Vincent Aboubakar membawa Kamerun mencetak sejarah sebagai satu-satunya tim Afrika yang mengalahkan Brasil di Piala dunia sekaligus kartu merahnya lebih diingat, dibanding upaya Jesus dalam mencari ruang. Kebingungan menunggu Antony, yang ketimbang mengoper dan mendukung progres malah repot-repot memilih lawan untuk digocek. Dalam kekalahan itu Tite mengganti tim intinya dengan serep, sebelum panik memasukkan pemain di waktu mepet.
Setelah pulang lebih dulu. Terbaring di ranjang pasien dan terbalut perasaan sentimentil, Gabriel Jesus hanya sanggup memotivasi diri. Lima hari sebelum Brasil takluk oleh Vatreni, ia upload foto ciliknya, menyebut jika bisa mengunjungi masa lalu, ia akan memanggil “pemenang” anak kecil itu. Menutup unggahan emosional itu dengan ucapan terimakasih atas doa yang pendukung kirim. Sambil mengepit kruk, mengabarkan lancarnya operasi, Fotonya di lorong rumah sakit amat membikin haru.
Arsenal mesti mengakali absennya Jesus. Berhubung liga kembali dimulai akhir Desember. Selain nama-nama yang diisukan bakal dibeli, Seperti Joao Felix yang mulai bosan di Atletico Madrid, cenderung stagnan dalam filosofi defensif, atau Mykhaylo Mudryk winger Shakhtar Donetsk yang sengaja dikerangkeng dengan harga bikin geleng-geleng, harga yang lebih mungkin dihindari oleh manajemen. Kabarnya Eddie Nketiah terus berlatih. Disiapkan untuk mem-backup Gabjes.
Dalam upaya mempertahankan peringkat, tidak hanya aktif lewat lobi pembelian, Arsenal turut memanaskan mesin pemainnya. Mereka beruji tanding dengan klub-klub yang tak boleh dianggap sepele. Mengikuti Dubai Super Cup di Uni Emirat Arab. Sebuah kompetisi piala, yang biarpun dirancang akal-akalan demi laba, tetap penting dalam menjajal performa. Salah satu aturannya, babak penalti yang bernilai satu poin telah menurunkan level deg-degan. Membuat intensitas laga setingkat kuis. Pada kompetisi yang dijuarai oleh Arsenal itu, tak luput dukungan di tribun. Suporter Dubai memegang karton yang bertulis: G. Jesus Get Well Soon Bro.
Desember, 2022