Anak pejabat memang memiliki keistimewaan tersendiri di atas rata-rata anak dari masyarakat biasa. Hal tersebut sering pula disalahartikan. Sehingga tak heran mereka memiliki sifat-sifat merasa memiliki dan yang paling berkuasa, congkak dan besar kepala. Bahkan salah satu oknum anak pejabat tega melakukan tindakan kriminal yang mengakibatkan kritis korban hingga hari ini.
Menjelang akhir ramadhan ini pun publik dibuat tercengang oleh pejabat yang membagikan 183 motor N-Max, yang jika dikalkulasikan mencapai 5,2 M. Tentu saja bagi banyak masyarakat tindakan itu tidak penting, karena masih banyak persoalan yang lebih penting untuk diselesaikan daripada bagi-bagi motor.
Memang tidak akan ada habisnya berbicara tentang pejabat, begitu pula polah anak-anak mereka. Hari-hari sebagai anak pejabat tidak akan mengenal yang namanya jalan rusak karena semua jalan terasa nyaman untuk dilewati. Tidak akan mengenal makan setiap hari dengan mie instan. Kehidupan mereka serba instan, apapun yang diinginkan tinggal telpon bokap nyokap semua akan aman-aman saja.
Segala kebijakan berada pada nyokap dan bokap. Tak peduli kebijakan itu gak penting-penting banget ataupun receh yang penting happy, sikat. Pamer mobil mewah atau tas mewah yang harganya jutaan itu sih sudah biasa. Maling kelas teri sampai kelas kakap itu kantong sampah kata Bang Iwan.
Bila perlu mobil mewah ini saya tabrakan kepada siapa saja yang menghalangi jalan. Seperti kasus Anggara Trisula yang menambrak puluhan siswa SMA Hang Tuah 2, Gedangan, Sidoarjo, dengan mobil yang dikendarainya Kamis, 31 Oktober 2013 silam. Aksi tersebut dipicu karena tidak diperbolehkan masuk oleh petugas keamanan.
Perlakuan hukum pun terhadap yang mempunyai kekuasaan berbeda dengan rakyat jelata. Nenek Asyani yang mencuri kayu divonis 5 tahun penjara tanpa mendapat perlakuan khusus. Ungkapan di mata hukum semua sama itu bohong.
Mantan ketua ketua DPR Setya Novanto (Setnov) ketahuan kabur disela izin berobat ke Rumah Sakit Santosa, Bandung pada Jumat, 14 Juni 2019. Eh ternyata si doi ketahuan bersama istrinya sedang Plesiran di Padanglarang Bandung.
Hukum tumpul ke atas dan runcing ke bawah. Pernyataan ini sudah lumrah, memberikan kenyataan bahwa keadilan di negeri ini lebih tajam menghukum masyarakat kelas bawah daripada pejabat tinggi.
John Mayhard Keynes pernah menulis: “Tidak ada cara yang lebih halus, tidak ada cara yang lebih pasti untuk menjungkirbalikkan pondasi suatu masyarakat yang ada, selain dengan merusak nilai mata uangnya.”
Yap, betul sekali uang adalah segalanya, dengannya bisa menguasai apapun dan siapapun. Salah satu contoh sederhananya jika saya punya banyak uang maka semua orang mau dianggap saudara, tapi jika keadaan sebaliknya, jangankan manusia, lalat aja gak mau deket-deket.
Sementara di sisi lain tidak semua anak pejabat memilih gaya hidup mewah. Memang ada yang memilih gaya hidup sederhana dan mandiri. Seperti Gita Nadia Hanum putri bungsu dari Menteri Sekretaris Negara, Prof. Dr. Pratikno M.Soc., Mikail Azizi Baswedan putra Gubernur Jakarta Anies Baswedan. Emmeril Kahn Mumtaz putra dari gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Bahkan Putri Tanjung anak konglomerat Chairul Tandjung pernah berjualan pembatas buku sewaktu SD untuk jajan tambahan.
Pendidikan karakter bagi anak pejabat maupun anak masyarakat kalangan bawah adalah sangat penting. Pola asuh orang tua menjadi faktor utama dalam membentuk karakter anak.
Bukan hanya ingin enaknya saja, akan tetapi tanggungjawab moral mulai dari pendampingan sampai anak-anak menuju dewasa dan pengontrolan dengan pendekatan persuasif adalah yang dibutuhkan seorang anak.
Ibaratnya sebuah kertas berwarna putih mau jadikan hitam, biru, ungu atau mewah itu tergantung dari orang tuanya. Jadi begitulah menurut saya.