Kalau saya disuruh nulis di binder dan ngisi baris “Penyanyi Fav“, dengan penuh keyakinan dan semangat tentu jha saya akan menjawab Tulus. Tapi dengan jawaban tersebut, mungkin saja penanya akan berpikir: Ah itu mah cuma ikut-ikutan aja, Tulus kan lagi booming.
Padahal, saya punya alasan kuat yang mendasari ketertarikan tersebut dan mungkin juga yang nanya gak bakal ngomong gitu, sih. Tapi intinya, saya sependapat dengan orang-orang yang punya statement kalau Tulus itu seperti seorang guru Bahasa Indonesia yang menjadi musisi.
Kesannya setiap lirik yang dia tulis tuh ‘nyastra’ banget, gitu. Contohnya dalam Hati-Hati di Jalan, ada kalimat ‘kukira kita asam dan garam, dan kita bertemu di belanga’. Itu kan diadaptasi dari peribahasa. Asam di gunung asin di laut, bertemu dalam satu belanga. Artinya adalah jika sesuatu telah ditakdirkan bersama, walau dipisahkan sejauh apapun maka akan tetap bersama. Anjayz!
Diksi dalam setiap lirik lagu Tulus juga cenderung beda dari yang lain. Permainan kata-kata tersebut yang menjadikan lagunya istimewa dan melekat dalam benak saya. Alih-alih jadi aneh, kata-kata yang tak biasa itu ternyata menjadi poin penting dalam memperindah setiap lagunya.
Tak hanya itu, semakin saya amati dan nikmati, saya juga menemukan fakta bahwa kebanyakan lagunya mengajarkan kita untuk menerima pahit manisnya kehidupan, bahkan bisa menyembuhkan patah hati. Kok bisa? Daripada saya menjelaskan lewat narasi, mari kita langsung saja melihat beberapa contohnya.
Dalam lirik lagu Sepatu misalnya, di akhir lagunya ada kalimat “Cinta memang banyak bentuknya, mungkin tak semua bisa bersatu … “ Itu kan jelas-jelas dia sedang memberi petuah bahwa bisa saja dia yang selama ini kita cintai dengan sepenuh hati memang ditakdirkan hanya untuk singgah sementara dan tak bisa hidup bersama. Maka dari itu, Tulus menggunakan analogi sepatu (selalu bersama tak bisa bersatu) yang hidup berpasangan, tapi tak bisa saling menggapai, gandengan aja gak bisa. Lalu dengan musiknya yang dibuat seceria mungkin, lagu sepatu mungkin punya pesan tersirat bahwa: walaupun kamu tidak ditakdirkan bersama dengan seseorang yang kamu cintai, tapi kamu harus tetap menikmati setiap waktu bersamanya.
Contoh lain, pada bagian yang paling akhir dalam lagu Hati-Hati di Jalan, Tulus bilang “Hati-hati di jalan” padahal, isi lagunya tentang seseorang yang nyaris saja bersama tapi ternyata ujungnya berpisah juga. Bayangin deh kalau kamu di posisi itu, pasti kesel kan, mau maki-maki dan berkata kasar. Tapi Tulus lewat liriknya masih bisa menyisipkan doa. Seolah ada pesan tersirat bahwa meskipun pada akhirnya kita berpisah, kita harus tetap mendoakan satu sama lain dan tetap berhubungan baik. Kesannya jadi kayak seseorang yang udah pisah tapi tetep bilang: “Hati-hati di jalan ya, buat kamu” Sungguh sebuah keuwuan di tengah kesedihan dan patah hati yang menjadi-jadi, yang saya yakin Thanos aja gak shanggup ngelakuinnya.
Di lagu Satu Kali juga, liriknya “Kecil hanya sekali, muda hanya sekali, tua hanya sekali, hiduplah kini.”
Saya menangkap, bahwa pesan tersiratnya adalah kita harus menikmati hidup di masa kini dan melepaskan segala bayang-bayang keraguan dan masa lalu meskipun pahit. Mendengar lagu yang satu ini, seolah saya sedang mendengar petuah seorang kakak yang berkata: “Hidup cuma sekali doang masa gak dinikmati? Pernah gagal dan ragu di masa lalu itu wajar, tapi jangan sampai gak bisa menikmati hidup di hari ini, dong!”
Belum juga habis kekaguman saya pada Satu Kali, eh langsung disambung sama lagu berjudul Diri “Maafkan semua yang lalu, ampuni hati kecilmu, luka-luka hilanglah luka, biar tentram yang berkuasa. Kau terlalu berharga untuk luka, katakan pada dirimu, semua baik-baik saja”
Ah, rasa-rasanya saya langsung menjadi kuat kembali dan menganggap hidup ini indah setelah mendengar lagu itu. Daripada menyalahkan diri sendiri atas kesalahan dan kebodohan yang pernah terjadi di masa lalu kan jauh lebih baik kembali mencintai diri sendiri dan berdamai kan? Jujur, lagu ini bisa membuat hati saya hangat dalam seketika.
Tapi lagu-lagu Tulus enggak cuma menyembuhkan patah hati dan mengajarkan untuk menikmati hidup. Ada juga yang isinya tentang jatuh cinta. Misalnya lagu Jatuh Suka.
“Ini semua bukan salahmu, punya magis perekat yang sekuat itu, dari lahir sudah begitu, maafkan aku jatuh suka.”
Nah, kalau denger lagu ini saya menafsirkannya adalah ketika seseorang jatuh cinta tapi cuma bisa ngomong dalam hati: “Ini orang kok cantik banget ya? Mau deh jadi pasangannya.”
Ya, begitulah saya akhirnya jatuh cinta dengan lagu-lagu Tulus, apalagi album Manusia. Sebenarnya masih banyak sih kekaguman saya soal lagu Tulus yang lain. Tapi segitu aja dulu, nanti malah jadi buku biografi jatohnya he3x.
Sehat dan bahagia selalu ya buat Para Penyimpang yang sudah menyempatkan waktu untuk membaca tulisan saya. Jangan lupa dengerin lagu-lagu Tulus kalau lagi sedih dan patah hati, karena kalau cerita ke temen temen malah suka bilang: lu masih mending, lah gua? Love You All (emot cinta membara).